Disa menatap Kevin yang sedang menggaruk-garuk kepalanya. Disa tahu, Kevin tentu merasakan kebingungan yang luar biasa. Sebenarnya, Disa sungguh ingin membantu, tapi Kevin tidak boleh dimanja. Disa harus membiarkan Kevin mengerjakan soal Fisika agar Kevin terlatih untuk mandiri mengerjakan soalnya.
Tentu, soal remed Fisika yang Kevin hadapi akan jauh lebih sulit daripada soal latihan yang Disa berikan sekarang. Sejak bel pulang sekolah berbunyi, Disa bersikeras untuk mengajari Kevin soal-soal Fisika, walaupun Kevin sudah menyusun jutaan alasan untuk kabur.
Setelah beberapa menit diam, Disa akhirnya mengajak Kevin bicara, "Bisa nggak ngerjainnya?"
Kevin menggeleng dan tertawa meringis ke arah Disa, "Susah banget, Dis. Nggak ada yang lebih gampang?"
"Coba pake rumus yang ini." Disa menyodorkan kertas coret-coretan yang Disa gunakan saat mengajari Kevin tadi, "Terus, lo pakai rumusnya, masukin pake angka di soal itu."
"Tetap susah, Dis. Hehe." Kevin tertawa lagi, "Gue nggak bisa ngerjainnya. Susah banget."
"Belum dicoba, kok, udah bilang susah?" Disa tak ingin menyerah mengajari Kevin, "Dicoba lagi, dong, Vin."
"Susah, Dis. Capek ah." Kevin mengarahkan kertas latihan Fisikanya ke arah Disa, "Lo aja yang ngerjain. Hehe."
"Loh, kok, dikasih ke gue?" Disa langsung memelototi Kevin, tapi gadis itu tetap menahan rasa kesalnya, "Yang mau remed, kan, lo. Bukan gue."
"Yaudah. Yang remed, kan, gue. Kenapa lo yang sewot?" Kevin langsung merapikan alat tulisnya dan memasukan ke dalam tas, "Jadi, lo nggak usah ikutan ribet dan sewot. Biar gue aja yang ngadepin. Lo nggak usah khawatir."
Disa menahan Kevin dan menarik tas Kevin, "Kalau gue nggak bisa ngajarin lo, kita konsul ke tempat les sekarang juga. Gue juga mau konsul Fisika. Kita belajar bareng."
Kevin langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat, "Lo aja, deh. Gue nggak ikutan. Gue mau nyusun strategi buat tawuran mau nyerang sekolah sebelah. Dan, sekalian mantepin jurus karate apa yang mau gue pake buat ngadepin genk sekolah sebelah."
"Kevin..." Disa berharap sahabatnya mengerti, "Lo mau sampai kapan, sih, kayak gini?"
"Sampe gue puas, Dis." Kevin tertawa cekikikan melihat wajah Disa, "Lo mau gue anterin ke tempat les nggak?"
Karena Disa keburu kesal, Disa langsung membentak, "Nggak usah! Tawuran dan berantem sama sekolah lain, kan, jauh lebih penting daripada gue."
Belum sempat Disa menyelesaikan kalimatnya, Kevin ternyata sudah buru-buru meninggalkan Disa. Disa langsung merapikan alat tulis dan tasnya. Kevin selalu menyebalkan. Cowok itu bahkan tidak mengucapkan ucapan terima kasih ketika Disa sudah meluangkan waktunya untuk mengajari Kevin.
Disa menarik napas, berharap amarahnya mencair. Dia harus sabar terhadap sahabatnya itu.
Disa akhirnya pergi ke tempat les sendirian. Sesampainya di tempat les, ternyata Kian juga berada di sana. Disa sedikit melengkungkan senyum ketika matanya bertemu dengan tatapan Kian. Kian pun juga sama, cowok itu tersenyum ke arah Disa.
Mereka sama-sama konsul soal Fisika bersama tentor di tempat les. Seusai konsul, Disa dan Kian saling berbincang mengenai kegiatan di sekolah mereka. Saat Kian merapikan tasnya, Disa kaget ketika Kian memasukan sebuah novel ke tasnya.
Disa melirik, kemudian tersenyum, "Kian, lo baca novel ini?"
"Oh, novelnya Dwitasari?" Kian nampak tersenyum dan segera menyembunyikan novel tersebut di tasnya, "Hehe. Iya. Aneh, ya?"
"Nggak kok." Disa menggelengkan kepala, "Justru, cowok yang sering baca novel itu bagus. Itu artinya, si cowok mau belajar ngertiin perasaan cewek. Baca novel, kan, boleh dilakukan siapapun. Justru, cowok yang suka baca novel itu keliatan seksi, lho."
"Sorry?" Kian tersentak, "Seksi?"
Disa menutup mulutnya karena baru menyadari dia keceplosan, "Bukan. Maksud gue. Pikirannya. Iya, pikirannya, tuh, keliatan keren aja. Kok malah jadi seksi, sih. Aduh. Salah ngomong gue. Hehe."
Kian penasaran menatap Disa, "Lo punya novel Dwitasari yang mana aja?"
"Semuanya!" Disa menjawab dengan cepat, "Kecuali, novel yang ada di dalam tas lo itu."
"Oh, yang judulnya Tidak Pernah Ada Kita?" Kian menebak, "Kenapa belum punya? Kehabisan di toko buku?"
"Iya. Setiap gue cari, selalu kehabisan. Sampe-sampe, gue bolak-balik toko buku juga kehabisan." Disa mengaku sambil menundukan kepalanya, "Sedih. Cuma sisa buku itu doang yang gue nggak punya."
"Gue bisa, kok, anterin lo beli novel ini. Atau lo mau minjem punya gue aja?" Kian menawarkan.
Disa langsung menolak, "Nggak perlu. Nanti ngerepotin. Gue lebih seneng baca novel punya gue sendiri, supaya gue bisa milikin novel itu, dan ngebaca berkali-kali novelnya. Terutama, kalau novel itu dari penulis favorit gue."
"Nggak apa-apa. Gue nggak merasa direpotin, kok." Kian langsung menarik tangan Disa, "Gue beli novelnya di toko buku dalam Dmall. Nggak jauh dari tempat les kita, kan. Yuk, gue anterin!"
Karena saking bahagianya, Disa akhirnya menaiki sepeda motor Kian. Mereka sama-sama ke toko buku tempat Kian menemukan novel Dwitasari yang sangat Disa cari. Sesampainya di toko buku tersebut, Kian langsung menunjukan pada Disa rak buku khusus novel-novel Dwitasari.
Dengan semangat, Disa langsung mengambil novel berjudul Tidak Pernah Ada Kita, dan berjalan ke kasir untuk membayar novel tersebut. Sesampainya di kasir, Kian justru menyerobot kasir dan memberikan uang cash pada kasir untuk membayar novel yang ingin Disa beli.
"Kian, nggak usah. Gue bawa duit cukup, kok." Disa menolak halus.
"Anggep aja ini hadiah buat cewek yang nemenin gue konsul Fisika." Kian tersenyum sembari menatap Disa.
Setelah novel tersebut dibayar di kasir, novel yang Disa beli langsung disampul. Mereka berdua menunggu di customer service toko buku.
"Gue nggak enak udah dibayarin novelnya sama lo." Disa mengulurkan uang cash pada Kian untuk mengganti uang saat membeli novel tadi, "Gue ganti, ya. Gue nggak mau ngerepotin lo."
Kian menolak halus, "Gue yang traktir. Udah. Nggak usah ngerasa nggak enak gitu. Gue ikhlas, kok."
"Hahaha. Jadi enak, nih, ditraktir terus." Disa tersenyum, "Makasih banyak, Kian."
"Iya." Kian menganggukan kepala.
Setelah novel selesai disampul, Kian mengambil novel tersebut dan memberikannya pada Disa.
"Makasih, Kian."
"Semoga lo suka sama novelnya, ya." Kian berucap dengan nada hangat, "Gue suka novel ini. Salah satu novel Dwitasari kesukaan gue."
"Semoga ini bakalan jadi novel favorit gue juga." Disa membalas.
Seusai dari toko buku, Kian menawarkan diri untuk mengantarkan Disa pulang ke rumah. Ketika sampai di rumah, Disa tidak sabar untuk membaca novel Dwitasari yang tadi Kian berikan. Saat membuka halaman pertama, ada sebuah kertas yang sepertinya Kian tulis sendiri.
"Kalau mau ngomong makasih untuk yang kedua kali,mending lo chat di nomor ini aja." Disa membaca kertas kecil itu dengan senyum di bibirnya.
Dengan cepat, Disa langsung menyimpan kontak Kian. Entah mengapa, ketika melihat tulisan Kian, hati Disa terasa menghangat. Setidaknya membuat Disa lupa bahwa dirinya sudah dibuat kesal oleh Kevin.
- BERSAMBUNG -
****
Sudah sampai BAB 8, malah ada cowok baru yang bikin hati Disa bergetar. Kira-kira, lebih gemesin Kian atau Kevin?
Jangan lupa komen, vote, dan share, ya. Makin banyak vote dan komennya, makin cepet ceritanya dilanjut lagi. Terima kasih.
- Jangan lupa follow penulis #HanyaTigaKata di Wattpad dwitasaridwita
- IG/TWITTER: DWITASARIDWITA
- Pembelian buku Dwitasari dengan HARGA TERMURAH dan bonus TTD, bisa langsung pesan di akun Shopee: DWITASARISME atau WA: 0822-610-22-388
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tiga Kata
RomanceDia sahabatku. Tapi, melihat kedekatan kami berdua, orang lain tidak ada yang percaya bahwa kami hanyalah teman biasa. Aku mungkin tidak menyimpan rasa apa-apa. Dia juga tidak menyembunyikan perasaan apapun. Namun, mengapa amarahnya memuncak, ketik...