Kian tidak tahu apakah kalimat ini lancang, tapi Kian tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
"Kalau di film-film. Cewek sama cowok yang makan bakso, pasti ceweknya dianterin pulang, kan?" tanya Kian dengan nada masih ragu sekaligus malu, "Bener nggak gue?"
"Terus?" Disa mencoba menyimak.
"Terus, biasanya si cowok nganterin ceweknya pulang ke rumah si cewek. Nah, di perjalanan nganterin itu, si cowok biasanya, kan, minta dipeluk dari belakang sama ceweknya." Kian menjelaskan.
"Terus?" Disa masih belum menangkap kode apapun dari Kian.
"Ah! Lo mah terus-terus mulu!" Kian sebal, "Yaudah, lo peluk gue dari belakang makanya. Kita udah makan bakso. Gue udah nganterin lo pulang. Tinggal belum dipeluk dari belakang di atas motor!"
"Ya bilang, dong, Kuah Cilok, kalau lo beneran mau dipeluk! Pake segala kode lah mana gue ngerti oncom!" Disa tertawa.
Disa memeluk Kian malu-malu. Kian memeperhatikan wajah tersipu Disa dari kaca spionnya.
Kian langsung berucap, "Nggak usah senyum-senyum lo. Ntar tambah cantik! Gue ciri-ciri cowok yang sulit ngendaliin perasaan gue kalau gue lagi suka sama cewek. Jangan bikin gue tambah suka sama lo!"
Dalam pelukan hangat di atas sepeda motor, Disa berucap, "Nggak usah gombal, deh, lo. Dasar bubur ayam diaduk!"
"Yaaaaaa...." Kian tertawa geli, "Di mana-mana bubur ayam enaknya nggak diaduk. Makan dulu buburnya, baru makan cakwenya."
"Nah! Bener! Berarti besok-besok, kita harus cari bubur ayam cakwe, ya. Ada yang enak, tuh, di deket jalan Jatijajar. Di depan Batalyon Perhubungan TNI AD."
"Buset!" Kian melongo, "Lo tau-tauan bubur ayam enak di situ."
"Iya. Bubur ayam terenak di Depok, tuh!" Disa meyakinkan.
"Emang lo makan sama siapa biasanya di sana?" tanya Kian penasaran.
"Iya. Kevin yang ngajak." Disa tertawa geli sembari mengingat kenangan di balik bubur ayam tersebut, "Kocak, sih, ceritanya, soal gue bisa tau bubur ayam itu. Jadi, Kevin lagi tawuran di daerah sana. Terus dibubarin sama orang TNI. Eh, ternyata orang TNI yang ngebubarin itu temen baiknya bokapnya Kevin. Malah makan bubur ayam, tuh, mereka. Sekalian sama genk Kevin di sekolah. Sekalian Kevin diceramahin. Tapi, Kevin, kan, kalau diceramahin cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri."
"Yaelah." Kian memasang tampang kecut, "Bahas Kevin mulu. Bahas yang lain, dong! Gue nggak suka lo nyebutin nama cowok lain. Gue cemburuan orangnya."
"Yaelah! Berlebihan banget lo. Haha!" Disa tertawa, "Btw, makasih, ya, Kian. Udah repot-repot nganterin gue ke rumah."
"Nggak repot. Bahkan kalau setiap hari lo mau gue anterin ke rumah juga nggak apa-apa. Gue seneng, kok, ngelakuin banyak hal selama itu bisa ngebantu hidup lo jauh lebih ringan." jawab Kian, sambil menikmati hangatnya pelukan Disa di atas sepeda motor, "Nganterin cewek pulang ke rumahnya itu kewajiban buat cowok. Terutama jika si cowok habis jalan sama si cewek. Ini menunjukan kalau si cowok bertanggung jawab sama cewek yang dia ajak jalan."
"Makasih, ya, Kian." Disa tersenyum sembari mengeratkan peluknya, "Lo tau banget kalau gue lagi butuh dibaik-baikin gini sama seseorang. Karena hari ini, gue kalut banget. Kalau bisa minta sama Tuhan. Gue pengen banget skip hari ini. Tapi, lo ternyata dikirim sama Tuhan buat memperbaiki hari gue."
"Dis..." Kian menatap Disa dari spion, samar-samar suara Kian memang tertutupi dengan suara angin di atas sepeda motor, "Ini cuma nganterin pulang ke rumah dan nempelin selebaran. Gue bisa bantuin lo, ngerawat hati lo, yang lebih dari ini, Dis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tiga Kata
Storie d'amoreDia sahabatku. Tapi, melihat kedekatan kami berdua, orang lain tidak ada yang percaya bahwa kami hanyalah teman biasa. Aku mungkin tidak menyimpan rasa apa-apa. Dia juga tidak menyembunyikan perasaan apapun. Namun, mengapa amarahnya memuncak, ketik...