2. Masalah^

406 50 0
                                    

Harin sudah selesai memperbaiki penampilan, ia sudah mandi dan terbebas dari lengketnya keringat. Dengan celana legging selutut juga sweater bergambar kucing kebesaran, Harin terlihat segar di sore ini.

"Wih... Banyak banget es krimnya," seru Harin dengan mata berbinar ketika pintu freezer terbuka.

"Baik banget sih." Harin menoleh pada Alvaro yang tengah duduk di sofa, fokus membaca sebuah buku tebal yang tak ingin Harin ketahui apa isinya.
Meskipun hanya berdeham kecil dan terkesan tak peduli, Harin tahu cowok itu perhatian padanya. Di rumah ini Alvaro hanya tinggal bersama Ayahnya. Alvaro tak suka es krim,  sementara Ayahnya sejak dulu mengucapkan perang pada makanan dingin.
Jadi untuk siapa Alvaro menyetok es krim sebanyak ini kalau bukan untuk Harin yang  Pak Satpam depan kompleks saja tahu bahwa Harin pecinta es krim garis keras.

Harin mengambil es krim dalam cup kemudian berjalan ke arah Alvaro. Sudah seperti rumah sendiri, Harin bahkan lupa kapan terakhir mengetuk pintu untuk masuk rumah ini, saking sudah terbiasanya.

"Baca apa sih?" Harin menempatkan diri di samping Alvaro, cowok jangkung yang terkenal cool karena keiritan bicaranya. Beruntung wajahnya rupawan hingga tanpa dihiasi senyum pun tetap mampu menawan.

"Percuma, nggak bakal ikut baca juga."

Harin mencibir menirukan kalimat Alvaro.
Cowok itu memang pintar, hobinya membaca. Bukan novel cerita menye-menye, tapi buku kategori berat yang bagi Harin itu hanya cari penyakit untuk kepala. Oke Alvaro memang tahu fakta itu, makanya berkata sarkas.

"Ngapain?" tanya Alvaro ketika Harin tiba-tiba mengangkat tangannya yang tengah memegang buku.

"Ikut baca," jawabnya seraya menempatkan tubuh sedemikian rupa hingga sekarang ia bersandar pada dada Alvaro. Ia kembali menurunkan tangan Alvaro hingga menghasilkan pemandangan cowok itu membaca buku seraya mengurung tubuh Harin.

Tak ada protesan dari Alvaro, cowok itu hanya memberikan peringatan "Awas kalo es krimnya kena sama buku gue."
Begitu saja sudah cukup membuat Harin menyunggingkan senyum di sela menikmati es krimnya.

"Kayaknya gue belepotan deh," ucap Harin yang syarat akan maksud. Alvaro pura-pura tak peduli hingga Harin harus merengek seperti anak kecil memanggil namanya "Al...."

Harin mendengar Alvaro menghela napas. Satu tangannya terlepas mengambil tisu yang kebetulan tak jauh. Tanpa mengubah posisi Alvaro membersihkan lelehan-lelehan es krim di bibir Harin itu. Lagi, Harin bersorak dalam hati.

"Yang tadi nganterin siapa?"

Senyum Harin luntur seketika. Mood cerah indahnya seperti ditarik paksa kala itu juga. Perkataan Alvaro berhasil membuat kepalanya memutar kejadian-kejadian menyebalkan yang dialaminya hari ini. Membuat hatinya tak berhenti misuh-misuh karena kekesalan yang bercokol.

"Mood gue lagi baik loh Al, jangan bahas itu." Bibir Harin menekuk.

"Cuma nanya."

"Cemburu?"

Di luar dugaan, Alvaro tiba-tiba bangkit. Harin yang tak siap nyaris saja tersungkur ke lantai. Beruntung ia cepat menguasai diri hingga es krimnya pun tak sampai tumpah.

"Woy Al!" teriak Harin pada Alvaro yang berjalan santai dengan buku yang terlepas pakuan matanya. Seolah-olah tuli, cowok itu terus berjalan tanpa menghiraukan Harin.

Harin berdecak, menggeram dengan kaki menghentak. "Dasar tembok!" umpatnya seraya menyuapkan es krim dengan tidak santai.

oOo

"Ngapain lo di sini?"
Suara tak bersahabat Harin menyambut Artha di Jumat pagi yang cerah. Kecuali bagi Harin tentunya, secara tiba-tiba ia seperti tertimpa badai dahsyat. Semuanya berubah mendung dan gelap.

Skenario [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang