Akhirnya Artha berhenti berlari begitu matanya menangkap Harin yang tengah berdiri di depan penjual es krim. Kali ini Artha mensyukuri sifat Harin yang gila es krim itu.
"Cuma satu? Gue enggak dipesenin?" ucap Artha begitu berada di samping cewek itu.
"Lo mau?" tanya Harin cuek seraya menjilati es krim cone rasa vanilanya.
"Iya, kan gue bukan Alvaro."
Harin berdecih ketika dirinya menyebut pacar dia seperti itu, eh maksudnya temannya, mmm... Sahabatnya deh karrna mereka sangat dekat. Ya, Artha akan menganggap seperti itu mulai sekarang.
"Satu lagi Pak, rasa pare kalau ada."
Artha hanya tersenyum melihatnya. Kalau Harin sudah marah-marah seperti ini artinya dia sudah lebih baik.
"Setelah makan es krim, apa lagi keinginan yang pengen lo penuhi?"
Harin mulai mengedarkan pandangannya ke arah wahana-wahana. Entah itu yang butuh nyali besar seperti Roller coaster atau yang lebih manusiawi seperti komidi putar.
"Naik Bianglala tanpa takut kehilangan."
Harin menunduk kemudian terkekeh. "Kenapa harus takut ya? Kan guenya juga udah kehilangan."Kalau boleh jujur Artha tak suka melihat Harin yang seperti ini. Oleh karena itu ia tak akan membahas kalimat kedua cewek itu. Ia tak akan membiarkan Harin semakin larut pada dunia rumitnya.
"Keinginan lo simple-simple sih kalo menurut gue. Jangan bilang Alvaro takut ketinggian makannya dia nggak bisa wujudin keinginan lo ini?"
Harin menggeleng. "Alvaro nggak bisa ke tempat yang ramai kayak gini."
Beberapa kali Artha melihat Alvaro, memang cowok itu orang yang senang menyibukkan diri dengan buku-buku. Bahkan Artha pernah melihat Alvaro memilih jalan ke pinggir lapangan daripada koridor yang sedikit ramai. Mungkin dia memang seintrovert itu.
Tapi sekali lagi nalar Artha belum bisa mencerna kenapa Alvaro bisa sedekat itu dengan Harin.
Ini memang bisa terjadi karena introvert itu juga manusia. Mereka seperti pacaran, lebih mungkin, tapi nyatanya hanya berteman."Rin gue nggak maksud ikut campur ya, gue cuma penasaran. Lo nggak ada komitmen sama Alvaro tapi udah kayak gitu."
"Kayak gitu apa?" Harin memutar bola matanya. "Lo sekubu ya sama Gibran yang nawarin pil KB?" ucap Harin sarkas. Tambahan lagi tentang Harin, dia itu nyablak, yang apa pun itu langsung keluar dari mulutnya meskipun hal tabu.
"Gue masih waras kali, gue tau rasanya jadi anak hasil kecelakaan. Gue nggak mau yang keluar dari rahim gue bernasib sama kayak gue." Harin menatap Artha dalam. Tatapan yang semula sendu berubah memicing.
"Lagian lo ribet banget sih. Timbang cap gue baik atau buruk. Pake ke Pil KB segala. Emang lo pernah liat gue sama Alvaro ciuman? Pernah liat Alvaro apa-apain gue?"
Harin membuang napas kesal. Omelannya tak berhenti di sana, ada sebuah gerutuan yang mampu membuat Artha terbatuk-batuk."Gue tau yang lo lakuin sama Vinda udah lebih dari itu."
Sebelumnya Artha tak tahu kalau memakan es krim dengan dijilati seperti ini bisa membuatnya tersedak dan menyikasa tenggorokan seperti ini.
"Apa? Lo nggak terima?" Wajah Harin menantang garang.
"Meskipun gue nggak punya temen deket cewek, gue tau kali cewek itu susah ditinggalin kalo--" ucapan Harin terhenti karena Artha yang sudah membekap mulutnya.
"Naik bianglala kayaknya lebih adem." Artha menggiring Harin ke arah wahana itu. Ini adalah tempat umum dan mulut cewek itu.... Tuhan.....
oOo
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario [Tamat]
Teen FictionArtha kalah taruhan, temannya memaksa ia untuk mengantar-jemput seorang cewek yang sering mereka stalk di Instagram sebagai hukuman. Cewek itu Harin, yang Artha lihat dari postingannya saja cewek itu sudah punya gandengan. Menuruti keinginan Satya...