28. Terima kasih, Alvaro

361 37 0
                                    

Alvaro melangkah pada koridor yang sepi, ia datang terlalu pagi. Sebut saja ini alternatif yang sengaja ia ambil untuk menghindari keramaian.

Ia membuka ruang chat-nya dengan Harin tadi malam. Satu senyum terukir di bibirnya.

Bagi Alvaro Harin adalah segalanya. Tanpa dia, mungkin Alvaro masih seorang pria yang melempar apapun pada setiap perempuan yang dilihatnya.
Tanpa Harin, mungkin Alvaro akan tetap menjadi pria yang bahkan tak berani berjalan melewati gerbang rumahnya.
Alvaro tak sepenuhnya sembuh, tapi jasa Harin bukan sesuatu yang bisa disepelekan.

Bagi Alvaro, Harin itu hidupnya. Oleh sebab itu Alvaro langsung memukul Artha begitu cowok itu membuat Harinnya menangis.
Ya... Meskipun Alvaro juga tahu apa yang sebenarnya.
oOo

"Artha...." gumam Harin kecil, tanpa sadar langkahnya mundur dua langkah. Insting perlindungan dirinya bekerja. Artha yang membuatnya terluka, dia bahaya.

Di seberang sana Artha sama terkejutnya, tak menyangka jika akan bertemu dengan Harin saat ini.

Harin merogoh ponselnya untuk menanyakan apa maksud dari semua ini. Namun pesan dari Alvaro lebih dulu melakukannya.

'Udah ketemu sama Artha?
Gue tau Rin, lo sayang sama dia, lo bahagia sama dia. Nggak usah peduliin gue, lo berhak bahagia, kejar cinta lo. Artha bakal jelasin semuanya.
Happy dating, sweetgirl.'

Harin harus membacanya dua kali untuk memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi.
Harin menatap Artha, tiba-tiba rasa gugup melingkupinya. Tentang rasa sakit yang masih bersemayam di dada, juga pikiran logis tentang Alvaro yang tak mungkin merencanakan sesuatu kalau berujung buruk untuk dirinya.

"Mmm... Boleh kita duduk dulu?" ucap Artha canggung.

Harin juga demikian, langkahnya terkesan ragu untuk mendudukkan diri pada kursi di seberang Artha.
Tapi bagaimana bahwa ini adalah rencana balas dendam Alvaro padanya. Tidak, Alvaro bukan orang jahat.

"Jadi lo disuruh Alvaro datang ke sini?" Setelah hening beberapa saat, Harin pun memulai obrolan.

"Iya, dia bilang mau ngobrol, maksudnya gue sama dia." Ucap Artha dengan sebuat laratan. Terlihat bahwa ia sangat hati-hati. Mungkin tak ingin Harin salah paham.

Harin tersenyum tipis. "Kita dijebak ya?"

"Iya mungkin."

Hening lagi, Harin kehilangan ide untuk memulainya dari mana. Kalau tak ada pesan Alvaro barusan, Harin tak akan ragu untuk melempar gelas atau paling tidak Harin tidak akan pernah duduk, ia akan langsung pergi.

Apa yang akan Artha jelaskan? Kabar buruk? Atau kabar semakin buruk?

"Gue sayang sama lo Rin." Suara berat itu memecah kembali hening

Harin yang tengah menunduk itu mendongak dengan kening berkerut.

"Gue sebenernya nggak ngerti maksud pasti kenapa Alvaro nyuruh datang ke sini." Artha menarik senyuman. "Gue cuma nebak, mungkin maksud dia agar gue ngucapin itu."

Harin tak merespon apa-apa, terlalu mengejutkan. Alvaro menyuruh Artha untuk mengutarakan rasanya? Bukannya semua itu hanya sebuah taruhan? Kalau Artha mengataka suka padanya barusan hanya untuk menghibur, juga sebagai tebusan karena menyakitinya, Harin tidak butuh. Sungguh ia tak ingin dikasihani, meskipun ia menyedihkan karena luka itu.

"Mau percaya sama penjelasan gue?"
Lagi, Artha berhati-hati dalam tutur katanya. Apa yang telah dilakukannya pada Harin di waktu ke belakang bukan hal sederhana. Artha tahu itu menciptakan luka.

"Rin?" Panggil Artha karena Harin yang belum memberikan respon.

"Gue coba."

Artha mengangguk, meskipun jawaban Harin tak begitu memuaskan. Tak menambah rasa percaya dirinya untuk lanjut berbicara, ia tetap melakukannya.

Skenario [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang