Alvaro menurunkan bukunya untuk kesekian kali, matanya melirik pada punggung Harin yang duduk bersila di atas karpet. Dia fokus pada tayangan di televisi sementara tangannya secara otomatis menyuapkan camilan dari dalam toples.
Alvaro hendak mengangkat kembali bukunya, namun kemudian ia berdecak kecil dan menyimpan bukunya di samping.
Hey... Al, apa yang lo lakuin? Ngapain harus pura-pura baca?
Yang di depan lo masih Harin yang 6 tahun lalu merengek-rengek di depan rumah lo. Masih Harin yang nggak pernah nyerah buat ngajak lo temenan.
Terus kenapa lo harus sekaku itu sekarang, sampe pura-pura sibuk baca?Alvaro menggeleng-gelengkan kepala meruntuki dirinya sendiri.
Ketika Harin datang tadi, Alvaro memang tengah membaca, namun setelah Harin menyapanya dan duduk di depan dengan santai, Alvaro kehilangan fokus membacanya. Malah sesekali ia mengamati Harin dengan menurunkan bukunya.
Huh, benar-benar gila yang Alvaro lakukan ini.Alvaro membuang pikiran yang melanturnya. Ia bangkit dari sofa dan mendekat pada Harin. Ungkapan Gibran ia jadikan mantra yang terafalkan dalam hati.
"Kalo lo nggak mau takut sama Harin, biasain lagi deket sama dia."
Alvaro duduk di samping Harin. Cewek itu menoleh dengan mulut yang tengah mengunyah.
"Udah beres bacany, Al?"
Alvaro menggeleng, "Baru seperempat."
"Yaudah lah nggak usah kebanyakan baca, mending nonton, filmnya seru nih." Harin kembali mengarahkan wajahnya ke arah TV, kembali khusyuk pada tayangan di sana.
"Udah makan malam belum, Rin?"
Harin kembali menoleh pada Alvaro sebelum menatap jam dinding dengan mata sedikit menyipit.
"Udah jam 8 aja. Boro-boro makan malam, siang pun gue belum, Al."
Alvaro mendengus. "Udah tau tenaga lo banyak dikuras, mau sakit?" omelnya yang mirip orang tua.
"Iya iya Pak, maaf tadi nggak sempet. Yaudah kita mau makan apa? Lo masak atau delivery?" tanya Harin dengan sorot mata bundarnya. Berbeda dengannya, Alvaro piawai membuat makanan.
"Masak aja."
"Oke, gue bantu kupasin bawang." Harin bangkit bersiap meluncur ke arah dapur.
"Rin...."
Mendengar nada suara Alvaro yang berubah, Harin menoleh cowok itu. Ia kembali duduk ketika melihat raut serius Alvaro. Ada hal penting yang akan ia sampaikan sepertinya.
"Kenapa?" tanya Harin, ia juga ikut bersikap serius. Dengan diiringi was-was di dalamnya. Takut akan apa yang keluar dari mulut cowok itu tak sesuai dengan yang ia harapkan.
"Meskipun gue terus pura-pura nggak ada apa-apa, lo nyadar kan kalo gue takut sama lo?"
Harin terdiam. Iya Harin sadar itu, ia pura-pura bebal. Ketika Alvaro mengatakannya langsung, sesuatu dalam dadanya melesak jauh.
"Bisa bantu gue?"
Harin menanti kelanjutan kalimat Alvaro yang belun selesai itu.
"Terbiasa lagi sama lo."
Harin menarik senyumnya. Rasa waswas yang tadi dirasakannya menguap seketika.
"Serius?" Matanya berbinar. "Gue nggak bakal lepasin loh Al meski lo teriak."Alvaro tersenyum kecil kemudian mengangguk dan Harin tentunya langsung memeluk erat tubuh cowok itu.
"Makasih, Al."
oOo
Hari-hari berjalan dengan cepat. Tiba waktunya acara ulang tahun sekolah. Acara yang besar juga meriah. Selain siswa-siswanya yang tampil, ada penyanyi-penyanyi papan atas yang ikut memeriahkan, katanya dulu mereka juga pernah bersekolah di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario [Tamat]
JugendliteraturArtha kalah taruhan, temannya memaksa ia untuk mengantar-jemput seorang cewek yang sering mereka stalk di Instagram sebagai hukuman. Cewek itu Harin, yang Artha lihat dari postingannya saja cewek itu sudah punya gandengan. Menuruti keinginan Satya...