3. Prank^

319 44 0
                                    

Harin menjatuhkan tubuhnya pada atas lantai.  Merebut handuk kecil dari Fanya kemudian menyeka keringat yang membanjiri pelipis juga lehernya. Napasnya sedikit terengah juga wajahnya yang memerah.
Ia meluruskan kaki sementara matanya menatap teman-temannya yang masih menggerak-gerakkan tubuh.

"Udah dulu, kumpul sini. Gue ada kabar baik," ucap Fanya yang tak perlu pengulangan lagi karena semua langsung berhenti dan duduk dengan formasi melingkar.

Latihan pokok sudah selesai sekitar 20 menit lalu, suasana lebih santai. Ada yang  duduk istirahat seperti Fanya atau latihan sendiri guna memperbaiki gerakan yang belum dikuasai seperti yang Harin lakukan beberapa saat lalu.

Jumlah anggota DC ini tak banyak, hanya 27 orang berikut Fanya. 9 orangnya laki-laki dan sisanya perempuan. Bukan karena sedikit yang minat, namum ketatnya aturan membuat banyak anggota menyerah di tengah jalan. Belum lagi pengorbanan waktu, bukan hanya sekali mereka mengadakan latihan di luar sekolah. Mereka yang bermain dengan absensi sudah pasti terdepak begitu saja.
Harin sendiri kalau bukan termasuk anggota yang punya pengaruh, dia pasti sudah out ketika Alvaro membawanya berlibur ke Bali waktu itu.

"Jadi gini, tadi Osis ngehubungi gue, katanya kita dapat tambahan waktu tampil."

Kontan sorakan gembira langsung terdengar begitu Fanya selesai bicara. Ini adalah kesempatan bagus. Sekali lagi DC sangat ketat, mereka yang tersisa sekarang merupakan orang-orang yang sepenuhnya mendedikasikan diri pada koreografi.
Ulang tahun sekolah merupakan acara yang penting, kesempatan untuk mereka menunjukkan bakat-bakat mereka yang seharusnya tak dipandang sebelah mata.

"Oke. Jadi, tambahan waktu itu kita pakai buat apa?" Harin mewakili anak lain untuk bertanya.

"Acaranya tinggal seminggu, gue bukan pesimis, cuma kalo bikin koreo baru lagi pasti nggak bakal cukup. Kita nggak mungkin tampil dengan kedaan yang kurang mateng kayak gitu."

Sebelumnya mereka telah memilih sebuah lagu hiphop dan menciptakan koreonya sendiri untuk ditampilkan dengan personel lengkap juga formasi yang diatur sedetail mungkin. Dan tentu untuk sampai di titik sekarang bukan waktu yang singkat. Banyak diskusi hingga akhinya eksekusi.

"Gue udah ngomong sama Kak Shella tadi!" Kak Shella merupakan pembina DC, yang pulang tepat waktu karena ada sebuah kepentingan.

"Gue ngusulin buat ambil part-part catchy di lagu K-pop terus digabung, kayak mashup gitulah."

Fanya sudah memikirkan ini. Melihat mereka yang tak hanya fokus di kegiatan sekolah, mereka juga punya channel youtube yang rutin mengupload video dance cover. Jadi dipastikan kalau mengambil Dance K-pop, 80%nya sudah siap.

"Gue setuju-setuju aja. Tapi buat part-part itu kita bikin bersama atau gimana?" tanya Gerald, si cowok manis dengan kulit seputih susunya. Dia anggota cowok yang menyita perhatian anak-anak K-Pop karena visualisasinya mirip Oppa.

Fanya menarik senyumnya, seolah ini yang sedari tadi ia tunggu. Tangan sebelah kananya terangkat guna merangkul orang di sampingnya.

"Nggak usah bingung, kita kan punya Hana, ya nggak?" Fanya menaik turunkan alis dengan senyum cerah deretan gigi-gigi rapinya.

"Wow, merasa terhormat banget nih gue," ucap Hana, cewek yang Fanya rangkul itu.

Semua sudah tahu tentang Hana yang multitalenta. Selain dance, Hana punya suara yang luar biasa dan terpenting mahir beberapa alat musik. Dia bahkan pernah ikut audisi dari agensi Korea Selatan, berhasil lolos namun terpaksa dieliminasi di babak akhir karena tak bisa hadir. Saat itu ia memilih menemani ayahnya yang kritis di rumah sakit karena kecelakaan.
Tapi di samping itu, Hana sudah sering membuat Mashup yang upload di channel pribadinya, jadi untuk tugas sekarang tentunya bukan hal yang susah.

"Kita semua percaya sama lo, Na."

"Gue bener-bener tersanjung nih." Hana menampilkan senyum manisnya.

Kemudian obrolan mereka berlanjut tentang persiapan dan kesiapan lainnya. Ada juga sesi mengoreksi, menyebutkan apa saja yang masih kurang dari teman-teman yang lainnya.

Setengah jam kemudian obrolan itu ditutup.
Harin menggerak-gerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, matanya terus menyapu ke segala penjuru. Sesekali ia juga melihat jam yang melingkar di tangannya. Dan sudah 10 menit Harin melakukan hal tak jelas itu.

"Ih ... kemana sih?!" Harin menghentakkan kaki kesal. Sekolah sudah benar-benar sepi dan cowok yang bilang akan menjadi tukang ojeknya selama seminggu ini sama sekali tak terlihat.

Harin berjongkok, tangannya mengeluarkan ponsel. Karena tak tahu nomornya ia pun membuka aplikasi Instagram. Kemarin ia mendapat pemberitahuan bahwa akun bernama Arthanwsn mengikutinya.

Lo di mana?

Gue udah beres nih.

Oy! Mau anterin gue kagak?!

Harin berdecak karena pasannya tak ada satu pun yang dibaca. Dia amnesia atau niat awalnya memang untuk menjahili Harin? Dia meyakinkan Harin sedemikian rupa dan setelah yakin dia tak ada.
Prank hmmm?

Brengsek! Harusnya Harin tak percaya pada cowok itu!

Jadi anak Bis lagi... Tahu begini mending Harin nebeng sama anak-anak tadi!

oOo

Harin menatap layar ponselnya, ia berdecak karena DMnya belum menunjukkan tanda telah dibaca.  Kesal, Harin melempar ponselnya pada sofa.
Ini harus segera diredakan, emosi jelek tak baik dibiarkan lama-lama. Dan solusinya adalah rumah Alvaro, lebih tepatnya lemari es Alvaro. Hehe...

Harin melangkahkan kaki beralas sendal swalownya ke arah pekarangan. Cahaya lampu dari jalanan depan membuatnya bergerak bebas tanpa takut tersandung. Harin sendiri sedikit menyesali karena hanya memakai celana pendek dan kaus tipis. Udara ini cukup menampar-nampar kulit telanjangnya yang masih berwarna cokelat. Ya Tuhan... Harin 'begitu senang' mendengarnya. Itu mengingatkannya pada seseorang yang dengan terang-teranga mengejek kulitnya.

"Al...." panggil Harin begitu memasuki rumah Alvaro.

"Al...." ulangnya karena tak menemukan cowok itu yang biasanya masih diam di sofa ruang tengah untuk membaca.

"Ke mana sih? Sepi amat." Harin menghampiri kulkas, ada sebuah sticky note di sana.

'Gue keluar. Awas kalo lo ambil es krimnya semua. Sisain buat besok-besok atau gue nggak akan pernah beliin lagi.'

Harin terkekeh, Alvaro memang sudah sangat mengerti dirinya. Tahu bahwa malam ini Harin akan datang, juga tahu jika tak diperingatkan Harin akan khilaf dan menghabiskan semua.

Harin menghabiskan es krim stik rasa cokelat. Sedikit melumuri bibirnya kemudian mengecup sticky note yang tertempel itu.

"Thanks Al sayang," ucapnya seraya tertawa melihat tulisan rapi itu sudah kotor akan gambar bibirnya.

"Gue ngambil satu, tapi nggak tau deh nanti bakal ke sini lagi."

Harin membalikkan tubuhnya. Alvaro tak ada di rumah jadi tak ada alasan untuk Harin berlama-lama di sini. Yang penting moodnya sekarang sudah lebih baik.

Harin menutup pintu gerbang, cowok itu memang terkadang ceroboh. Sudah tahu rumah kosong, pintu gerbang dibiarkan terbuka begitu saja.

"I want to be your light Baby." Harin bersenandung dengan kaki yang bergerak ala moonwalk.

"You should be.... " suara Harin terjeda, tatapannya terkunci pada satu titik gerakannya pun melambat. "be your light."

Harin berhenti di tempat. Matanya menatap seseorang yang berdiri tepat di bawah lampu jalan. Hingga memberikan efek seolah dia pemeran utama dalam Teater. Tak usah bertanya lagi dia siapa meskipun orang itu menunduk.

"Lo ngapain di sini?"

11122019

Skenario [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang