26. Lagi?

186 28 0
                                    

Bukankah ini namanya mempermainkan Artha? Harin memberi harapan pada cowok itu kemudian menolaknya. Harin bilang bahwa ia juga memiliki perasaan pada Artha kemudian sekarang ia bilang akan meninggalkan cowok itu. Bukankah itu tak adil?

Harin menatap wajahnya di cermin, kantung mata yang begitu jelas, mata yang memerah, dan rambut yang acak-acakan karena ia jambak semalam.

Harin menyalakan keran dan membasuh wajah berkali-kali.

oOo

Harin berangkat sendiri. Artha tak mungkin menjemputnya ketika tahu ada Alvaro. Dan Harin masih tak bisa membayangkan bagaimana canggungnya berhadapan dengan Alvaro.

Harin melangkahkan kaki di koridor dengan pandangan menunduk. Hingga sepasang sneakers merah membuatnya berhenti dan mendongak.

"Vinda..." untuk apa cewek itu ada di sini? Menuntut balas atas ponselnya yang waktu itu ia hancurkan atau masih dengan perihal Artha?
Apa pun itu Harin tak tertarik untuk meladeninya saat ini.

"Gue mau ngomong," ucap Vinda mencegat Harin yang hendak pergi.

Harin menunjuk dirinya sendiri. Vinda mengangguk.

"Gue mau minta maaf."

Ekspresi Harin melunak, ia memperhatikan Vinda dengan seksama, ini di luar dugaannya.

"Maaf buat apa?"

"Alvaro," jawab Vinda. "Gue nggak tau yang gue lakuin sama Gya itu keterlaluan. Sumpah demi apa pun gue nggak tahu kondisi Alvaro saat itu. Gue cuma kalut sama emosi, gimana caranya balas lo yang udah bikin gue kesel."

Harin menyentuh tangan Vinda, membuat cewek yang hendak melanjutkan penjelasannya terhenti.

"Gue maafin, gue ngerti kok. Harusnya gue yang minta maaf, karena gue juga terlalu emosi, gue banting hp lo."

Vinda tersenyum, membuat Harin sadar bahwa tokoh antagonis itu sebenarnya tak pernah ada di dunia nyata.

"Nggak papa, kita impas kan?" candanya.

Harin mengangguk dan ia terkejut ketika Vinda memeluk tubuhnya.

"Makasih ya Rin. Apa yang gue tau tentang Alvaro, akan gue jaga."

oOo

Setidaknya ada satu rasa lega yang Harin dapat. Berdamai dengan Vinda, satu masalah selesai. Ia tak perlu khawatir lagi tentang Vinda yang menyerang Alvaro.

Sekarang tinggal Artha. Bagaimana mengatasinya? Berbicara langsung padanya bahwa ia akan memilih Alvaro? Atau langsung saja menghindarinya dengan ekstrim?

"Gue kayaknya nggak bisa."

Harin menghentikan langkah ketika mendengar suara yang begitu ia kenali itu. Orang yang sekaang tengah dipikirkannya.
Artha, dia yang tengah berbicara dengan Vadi di bawah pohon. Entah apa motivasinya, Harin berhenti untuk menguping, firasatnya tidak enak.

"Maksud lo?" Vadi terlihat heran.

"Tentang taruhan kita."

"Taruhan? Lo gila Tha--"

"Iya gue gila Vad, cuma gara-gara taruhan, gue sampe nggak peduliin perasaan orang. Gue nyerah Vad, gue berhenti taruhin Harin buat jadi cewek gue."

Harin merasa seluruh oksigen ditarik paksa dari dirinya.

Taruhan dia bilang? Perasaannya dijadikan bahan taruhan?

Harin merasa air mata lolos daru matanya, bahunya naik-turun mengimbangi dadanya yang sesak.

Setelah apa yang dia lakukan, membuat Harin tertawa, membuat hidup Harin berwarna. Itu hanya untuk berpura-pura?
Sikapnya yang membuat Harin dilema dan nyaris menyerah pada hidup, itu semuanya pura-pura?
Bahkan sampai merugikan Alvaro, itu semua masih karena sebuah rencana pura-pura?

Harin menepis kasar air matanya, ia menghampiri 2 orang itu.

Vadi yang pertama melihat terlihat terkejut "Rin lo..."

PLAK!

Satu tamparan mendarat di pipi Artha. Wajahnya tertoleh dengan ruam kemerahan membentuk telapak tangan.

"Taruhan Tha?" tanya Harin, air matanya kembali mengalir.

"Semuanya pura-pura Tha?" tanya Harin lagi.

Artha sama sekali tak menjawab dan Harin mengerti, tak seharusnya juga ia bertanya, semuanya sudah jelas.

"Selamat Tha, lo sukses bikin gue hancur," ucap Harin kemudian berlalu pergi.

Artha masih terdiam, hingga sebuah tangan menarik kerahnya diikuti sebuah pukulan yang langsung membuatnya tersungkur.

"Brengsek lo!" teriak Alvaro marah.

oOo

Alvaro berlari mencari Harin, memikirkan kemungkinan kemana ia akan pergi dengan keadaan yang seperti itu.

Langkah Alvaro memelan begitu punggunt gadis yang dicarinya terlihat. Terlihat rapuh dengan isakan yang begitu jelas.
Alvaro sering mendengar Harin menangis, tapi tak ada yang semenyesakkan ini, dirinya sendiri bahkan merasakan itu.

"Rin...."

Harin langsung berbalik dan tanpa berpikir lagi ia langsung memeluk Alvaro. Tangisannya semakin kencang. Alvaro mengangkat tangannya, mengusap Harin dan berharap bisa menenangkan.

"Artha Al." ucap Harin di sela isakannya.

Nama laki-laki itu terucap juga. Alvaro sendiri hanya tersenyum getir. Sesayang itu lo sama Artha Rin?

"Iya gue tau." Alvaro mendengarnya, mendengar semuanya. Bahkan ia juga sudah menghajar cowok itu.
Berani-beraninya ia membuat Harin menangis seperti ini.

"Kenapa dia jahat? Salah gue apa?"

Alvaro mendekap Harin semakin erat. Ia juga merasakan sakit. Sakit karena Harin sehancur ini, juga sakit karena Harin sampai seperti ini karena cowok lain.

Alvaro tak akan bisa lebih, ia hanya orang yang selalu ada dan memluk Harin ketika terluka. Harusnya Alvaro tak masalah, karena dari dulu ia melakukan ini.

"Kita berdoa, semoga jalan terbaiknya cepat ditemukan."

Skenario [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang