eps 19 - rated M

970 119 42
                                    

STARLIGHT CHANNEL

EPS 19

Dahyun membeku. Untuk pertama kalinya, dia tidak ingin melawan atau meneriaki seorang Park Jimin. Tetapi, tubuhnya menolak. Dia membiarkan ketika Jimin mulai mengecup sudut bibirnya dengan lembut, kemudian mulai memaksa bibirnya untuk terbuka dan menerima kecupan yang lebih dalam dan intens. Rasanya seperti tidak lagi di sana. Mereka tidak lagi berbagi kalimat penuh ketidaksukaan maupun sikap dingin yang selama ini Dahyun tunjukkan. Ciuman itu semakin dalam dan menuntut hingga Dahyun perlu memaksakan diri agar tetap sadar atau dia benar-benar hilang kendalinya. Jimin sudah memejamkan matanya sempurna, begitu pun Dahyun yang sudah meremas kursi jok mobil sesaat mereka makin terhanyut dalam cecapan demi cecapan.

Ada gelegak aneh yang Dahyun semakin rasakan. Bukan, ini bukan serbuan kupu-kupu di perut seperti yang biasa para penulis novel tuturkan. Ini seperti sekawanan gagak dengan membabibuta berusaha meruntuhkan seluruh tubuhnya. Dahyun beralih meraih tengkuk Jimin dan memiringkan wajahnya.

"Jim ..." Dahyun mengambil jeda untuk bernapas kemudian Jimin kembali memanggut bibirnya hati-hati, bagaikan mawar yang rapuh. "Jimin ... hentikan." Ia terengah-engah, paru-parunya bagaikan terbakar dengan napas yang kian memberat. "Aku ..."

Jimin menekan tubuh Dahyun dengan mereka yang saling berhimpitan sekarang, ke balik pintu mobil yang tertutup rapat. Dahyun menahan beban tubuh pria itu dengan tangannya yang masih terasa kebas. Menit demi menit terdengar helaan napas, cecapan lain serta Jimin yang akhirnya mulai menarik wajahnya.

Keduanya sama-sama kehilangan napas.

"Aku ..." Dahyun tidak dapat menemukan suaranya lagi, bagaikan api baru menjilat seluruh bibirnya dan sekarang ia benar-benar tidak tahu yang mana yang kenyataan maupun ilusi. Jimin tidak membiarkan jeda itu menggantung lama, dia kembali menyerang Dahyun untuk kesekian kali. Mereka berdua bergerak dengan ritme tubuh yang senada sampai akhirnya sesuatu membuayarkan keduanya.

"Shit."

Dahyun berada di depan Jimin, berusaha mengambil napas lebih banyak. Sungguh, jika mereka bertahan untuk beberapa jam seperti ini—mungkin ia bakal mimisan lalu pingsan. Dahyun sendiri tidak dapat mencegah dirinya, entah mengapa, dia menyambut dengan suka cita semua perlakuan Jimin tersebut. Telepon itu yang menyelamatkannya!

"Ini sepertinya bukan urusan penting ..."

"Mungkin itu penting," sanggah Dahyun, agak panik. Jimin hendak memprotes namun akhirnya dia mengangkat panggilan tersebut dan terduduk lagi di balik kemudi. Dahyun merapikan kemejanya yang agak terkoyak karena Jimin kemudian mengumpulkan serpihan-serpihan kesadarannya yang berantakan.

Setelah Jimin menaruh ponselnya, pria itu menelengkan kepalanya. "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah mengatakan kepada Sona untuk mengambil mobil sekaligus ponselmu pula. Kau jadi tidak perlu kembali ke sana padahal wanita itu masih menunggumu."

Dahyun mengangguk singkat. Jimin hendak mendekat ketika Dahyun sudah menahan wajah pria itu dengan telapak tangannya. Dahyun memalingkan wajahnya. "Cu ... cukup. Aku sangat sembuh," katanya terbata-bata. Jimin terkekeh singkat dan terduduk tegak kembali.

"Syukurlah. Kurasa aku seharusnya jadi Dokter."

"Wah, jangan. Terima kasih." Dahyun menggaruk tengkuknya dan jejak sentuhan Jimin masih saja terasa panas menyengat untuknya. Apakah dia sedang bermimpi aneh di siang hari? Namun, Jimin sudah menyingkirkan helaan rambunya, menyentuh pipinya yang sewarna tomat.

"Apakah benar-benar tidak terasa sakit?"

Dahyun menggeleng dan melipat bibirnya dalam. Sembuh apanya? Dia sudah ingin melontarkan protesan sebenarnya, karena yang ia rasakan adalah seluruhnya meremang ganjil dan dada yang berdegup gelisah. Tetapi, entahlah, hal gila apa yang mungkin Park Jimin lakukan lagi agar Dahyun merasa baikan.

starlight channel | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang