side story: zero degree

638 99 48
                                    

SIDE STORY: ZERO DEGREE

...

Aku pikir aku sudah sedingin Kutub Selatan hingga penguin pun enggan untuk berlama-lama tinggal.

..

Aku benci kencan. Maksudku, apa yang lebih klise daripada kencan? Kau sebenarnya inginkan dia, kau ingin menghabiskan waktu dengannya hanya berdua seolah itu adalah hal yang paling mengharga di dunia tapi, ya, kau malah memilih untuk jalan ke mall—di sana banyak orang!—atau menonton di bioskop—itu juga banyak orang! Ke kafe? Ke restauran? Semuanya penuh manusia. Jadi di mana letak privasinya untuk kalian? Bahkan acara untuk duduk diam di kamar saja sudah menarik.

.

.

Oke, kita berpacaran. Aku tidak pernah mendengar yang lebih absurd daripada itu. Aku tidak mau hubungan ini justru jadi hal yang membuatku hilang fokus dari pekerjaan maupun dari minatku untuk duduk, bekerja, bercakap dengan para kru dan terus melakoni hal yang aku inginkan. Aku tidak mau, jika di kemudian hari, jika sampai kami putus ... aku justru membawa kenangan dia, mengaitkannya dengan syuting yang adalah sumber kehidupan dan cintaku. Itu bencana!

"Jadi, aku tidak akan memaksamu untuk apapun. Aku tidak akan menuntutmu jika kau memang tidak ingin memelukku atau melakukan kontak fisik lainnya. Sejujurnya, hubungan ini harus nyaman dengan nyaman. Aku senang, kau punsenang. Kalau kau tidak senang, maka aku akan memperbaiki diriku."

Wah, aku tidak pernah mendengarnya dapat sedewasa itu. Apakah saat perannya menjadi "kekasih" dia justru bisa berpikir setenang dan bertingkah seperti itu? Mengapa tidak aku jadikan "kekasih" sejak lama?

"Bagus. Aku tidak suka dipegang jika aku tidak mau. Itu sama saja seperti pelecehan. Kalau kau tetap genit, aku tidak akan segan menonjokmu."

Jimin tersenyum. "Itu baru terdengar seperti Kim Dahyun yang aku kenal." Dia refleks hendak merangkul tubuhku namun aku cepat menghindar. Jimin terkejut. "Ma—"

"Bercanda." Aku terkekeh dan menaruh tangannya lagi agar merangkulku. Entahlah, aku juga tidak mau pusing ke mana hububgan ini akan berlabuh. Faktanya, jika kita terlalu ingin mencapai pernikahan justru hal itu yang mustahil terjadi. Faktanya, aku tidak mau punya ekspetasi apapun mengenai Jimin, diriku, maupun perjalanan cinta kami yang baru seumur jagung ini. Atau lebih muda daripada bayi manapun?

*

"Kita tinggal bersama saja setelah urusan syuting ini berakhir."

Apakah bisa? "Aku bukan orang yang senang diatur, aku juga kadang malas hingga kau mungkin akan muak. Untuk bangun mandi saja, aku perlu setidaknya dua jam sampai akhirnya aku memutuskan apakah lebih baik mandi atau tidak. Apakah hari ini aku mau makan makaroni panggang atau sepotong pizza. Aku terlalu lama berpikir kalau di rumah."

"Bukan masalah."

Aku memberenggut. "Mudah saja bicara. Kalau kau tidak kuat dalam seminggu, jangan harap aku mengizinkan kita serumah lagi." Bahkan membayangkan ada Jimin di kamar, di ruang tamu, di kamar mandi, di dekat kemari, di dapurku bahkan di koridor antara kamar dan ruang tengah saja aku mulai panas dingin. Lingkungan rumah benar-benar tempat yang berbeda—mempengaruhi mood dan caraku bersikap. Aku cenderung lebih pasif di rumah daripada di tempat kerja. Itu mungkin akan mengejutkan siapapun.

Jimin berbisik. "Kalau aku bertahan lebih dari sebulan, maka aku akan tidur di kamarmu."

"Ya!"

starlight channel | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang