eps 3

907 152 14
                                    

EPS 3

Kru tidak mengizinkan. Siapapun tidak akan membuang waktu. Dahyun berusaha untuk mengabaikan tapi tetap saja Jimin terus membuat alasan bahwa rumah ini perlu percobaan dan bagaimana pun, mereka berdua selaku pemimpin yang memegang peranan penting dalam kelangsungan acara perlu untuk bergerak. Ya, dia seperti mesin berisik sekarang—bising, berdengung, mengoceh, meletup-letup tiada henti bagaikan mulutnya berisi belasan petasan yang meledak.

"Sebelumnya kau tidak pernah mencobanya kan? Ini perubahan. Kau harus mencobanya, denganku. Tidak perlu takut," rayunya untuk beberapa menit terakhir.

"Aku tidak takut, bodoh."

Jimin mencebik. "Kau memang payah." Setelah pria itu pergi, Dahyun pun hanya mendengus pelan. Dia kembali mendengarkan bagaimana penulis skrip bernama Myun terus memberitahu kepadanya jadwal-jadwal untuk para peserta kemudian beberapa point setelah mereka mulai dipersatukan—antara para gadis dan para lelaki. Akan ada sistem voting untuk menentukan pasangan paling termanis yang akan menentukan posisi bintang mereka, dan jika tidak dapat mempertahankan bintangnya, akan ada ancaman dikeluarkan dari acara.

Dahyun menoleh kepada Sona. "Apakah Ibuku menelpon?"

"Tidak. Dia belum khawatir lagipula aku tidak cerita apapun soal kau yang hmm .. mabuk itu."

"Baguslah." Gadis itu memijat kepalanya. Akhir-akhir ini kepalanya terus pusing tapi dia bahkan tidak sempat untuk memeriksakan diri, hanya mengandalkan obat pereda sakit kepala yang biasa ia konsumsi jika nyeri di kepalanya kembali.

Sona menepuk bahu Dahyun. "Tidurlah sebentar saja. Aku akan mengatakan pada yang lain."

"Aku baik."

"Kalau kau pingsan, aku tidak mau direpotkan," keluhnya. Sona mengerucutkan bibirnya. Dahyunsudah seperti saudarinya sendiri. Sejak ia pergi merantau ke Seoul, Dahyun lah yang mengenalanya luar dalam. Apalagi Sona ingat sekali di awal-awal kariernya sebagai asisten junior, dia terus saja dibentak dan disuruh-suruh bagaikan babu untuk Dahyun. "Kau itu masih manusia."

Dahyun memicingkan matanya. "Kau mau aku pecat?" Kalimat itu tetap ampuh membungkam Sona yang tidak dapat berkedip atau berkutik lagi. "Pecat" saja sudah membuat dia tidak nafsu makan, dan Dahyun bukan orang yang main-main jika berurusan dengansatu hal itu. Sona pun hanya membungkuk. Percuma saja melawan baru karang!

*

*

Satu botol kopi disodorkan ke hadapan Dahyun yang terkantuk-kantuk di kursinya. Dahyun pun menyipitkan matanya seraya mendongak. Sosok dalam jas itu menatapnya. "Hah, kau lagi," gerutunya kemudian mengusap matanya.

Jimin menggeleng. "Aku tidak mengerti dengan pola kehidupanmu. Kau sudah bertemu dengan produser lain? Mereka setidaknya tidak segila dirimu. Kau bahkan tidak tidur kan? Bagaimana bisa kau sebut—"

"Tutup mulutmu. Kau bau."

"Ya!"

Dahyun pun merebut botol kopi tadi kemudian membuka tutupnya dan meneguknya cepat. "Ini adalah kehidupanku. Nyawaku bergantung kepada program itu, dan aku sudah menggila sejak awal tahun demi acara ini. Jika aku lengah, aku tidak akan bisa ..." Ia menguap pelan dan kembali meneguk kopi tersebut. "Aku tidak akan bisa percaya kepada diriku lagi bahwa aku mampu memimpin program acara apapun."

Jimin mendecih. "Kau sekeras itu kepada dirimu?"

"Kau pikir?" Dahyun tersenyum sinis. "Kau pikir hidup ini tentang bersantai-santai saja? Aku hidup seperti ini. Tidak ada yang namanya istirahat untukku." Ketika gadis itu hendak bangkit, Jimin sontak mencekal tangan Dahyun, mengejutkannya. "Apa yang kau lakukan?"

starlight channel | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang