18. Dia dan Situasi Tepat

1.5K 286 316
                                    

Kelabu.

Dalam KBBI berarti warna antara hitam dan putih. Lebih singkatnya abu-abu. Entah mengapa setiap kali melihat Jinan, Juna akan menggambarkannya seolah abu-abu adalah warna dasar wanita itu. Abu-abu berada diantara putih dan hitam, sama halnya dengan Jinan yang berada diantara kebahagiaan dan luka.

Kenapa Juna bisa mengaitkan Jinan berada dalam luka dan kebahagiaan? Karena dalam diam, detik ini, dia baru menyadari bahwa seharusnya dirinya membatasi perasaan antara Jinan dengannya. Bukan tetap memberi peluang sebesar mungkin agar Jinan tetap bersamanya. Tapi bagaimanapun yang Juna rasakan sekarang adalah kebahagiaan. Dia merasa bahagia saat bersama Jinan, dia suka melihat wanita itu tertawa atau bercerita, dan bahkan saat Jinan menggenggam tangannya. Bagaimanapun juga Juna tahu bahwa di sisi lain Jinan merupakan luka.

Sebuah luka untuk Irina jika nantinya wanita itu tahu tentang kejadian hari ini. Banyak yang mungkin diperhitungkan atas rasa bersalah Juna kepada Irina sekarang. Tapi setega apapun Juna, dia tetap tidak bisa mendorong Jinan jauh dari sisinya.

Seperti malam ini, seharian mereka sudah menghabiskan banyak waktu di Puncak. Melihat paralayang, makan di sebuah restauran yang memiliki pemandangan menakjubkan, dan mengunjungi tempat wisata lainnya. Namun saat Juna melajukan mobilnya untuk pulang dan terjebak macet akibat hujan di penghujung hari, pria itu menoleh ke samping kemudi. Menatap langsung bagaimana Jinan terlelap dengan tenang dan diiringi dengkuran halus karena kelelahan. Sejujurnya Juna juga tahu, bahwa tidur di dalam mobil mungkin akan berakibat buruk juga bagi kenyamanan tubuh wanita itu dan dirinya.

Sekarang pukul 8 malam, hujan deras, macet arah balik ke Jakarta, dan Juna merasa pikirannya buntu. Tidak punya pilihan selain memutar balik mobilnya untuk melaju ke sebuah tempat yang tak jauh dari posisinya berada. Sambil mengecek ponsel untuk mencari letak hotel terbaik di daerah sini, Juna akhirnya dapat menemukan tempat dimana dia bisa memberhentikan mobilnya. Sebelum mematikan mesin mobil, Juna sempat mencari review dari tempat yang akan dikunjunginya sekarang. Dan kebetulan hotelnya mendapatkan peringkat baik dalam review para konsumen. Dia tidak ragu untuk menyentuh lengan Jinan sekaligus membangunkannya halus.

"Jinan, bangun." Telapak tangan lebarnya menyentuh sebelah pipi Jinan, membuat wanita itu menggeliat kecil dan pelan-pelan membuka kedua matanya.

Dia mengedarkan pandangan ke segala arah dari dalam mobil, lalu matanya jatuh pada pandangan Juna dan tersenyum.

"Udah sampai Jakarta?"

Juna menggeleng pelan.

"Malam ini hujan deras, arus arah balik macet dan bakalan lama kalau kita paksa buat tetap ke Jakata malam ini. Saya-"

"Are we going to stay at there?" Jinan menunjuk papan reklame besar yang menyala dan bertuliskan nama sebuah hotel cukup terkenal di daerah Puncak.

"Kalau kamu gak keberatan-"

"No, i'm fine." Jinan tersenyum. Memastikan bahwa dia baik-baik saja kalau Juna menawarinya untuk menginap sehari saja malam ini demi menghindari kemacetan yang berujung panjang menuju Jakarta.

"Saya gak punya niat apapun, cuma kalau kita tetap maksa pulang, bisa-bisa sampai Jakarta tengah malam atau mungkin lebih." Juna membeberkan alasannya lagi. Mengatakan dengan sungguh-sungguh bahwa dia tidak berniat mencari kesempatan dalam kesempitan. Ini dilakukannya murni untuk kenyamanan mereka berdua. Dan hasilnya, Jinan setuju.

Mereka menghitung satu sampai tiga untuk segera keluar dari mobil, menghadang hujan yang menerpa masing-masing tubuh mereka malam ini. Juna dan Jinan akhirnya dapat memasuki lobi dan berjalan menuju meja check in.

"Dua deluxe room-"

"Saya gak bisa tidur sendiri." Jinan bermonolog pelan. Tidak berani menatap Juna namun masih tetap mengatakannya di depan karyawan wanita dan Juna yang akhirnya menatap Jinan bingung.

SentimentallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang