Rindu itu berat.
Awalnya, Axel kira kata-kata klise dari kutipan novel sekaligus film terkenal berjudul Dilan yang pernah ditontonnya dengan Byuno di bioskop hanyalah sebatas omong kosong belaka. Dulu dia mengira rindu ya rindu saja, karena sejujurnya dia belum pernah merasakan rindu yang teramat rindu kepada seseorang.
Namun sialnya diumur 27 tahun ini, Axel justru merasakan bagaimana beratnya rasa merindukan seseorang.
Irina.
Sosok itu selalu muncul ketika Axel akan menutup mata dan terlelap tidur, lalu muncul lagi ketika Axel membuka mata dan bangun untuk beraktivitas. Simpelnya 24 jam. Ya, 24 jam Irina selalu terbayang-bayang di otaknya. Seminggu tak bertemu wanita itu membuat Axel benar-benar mengerti definisi sesungguhnya dari rindu itu berat.
Terakhir kali bertemu, Axel mengantarkan Irina ke depan gerbang rumah wanita tersebut dalam keadaan suasana hati yang buruk. Bagaimana tidak? Irina seolah menyesali perbuatan yang Axel sama sekali tak sesali. Dia bilang seharusnya dia tidak mabuk, yang mana arti dari kata-kata tersebut adalah "gara-gara mabuk gue jadi cium Axel." Dan sialnya itu terdengar seperti penyesalan. Bagi Axel, dia sama sekali tak menganggap ciuman tersebut kesalahan.
Toh, Irina sudah putus juga dengan Juna. Apa yang haru disesali? Kalau disuruh menyesal, Axel lebih menyesal kenapa ia baru mencium Irina kemarin-marin, kenapa tidak dari dulu saja sekalian. Pikirannya kalang kabut, bekerja juga tidak bisa sepenuhnya fokus. Tapi serindu-rindunya Axel sampai sekarang, dia mencoba untuk benar-benar menjauh dari Irina. Sepertinya wanita itu juga butuh waktu, dan kalau boleh jujur, Axel melakukan ini agar Irina paham.
Paham bahwa Axel sakit hati dengan pernyataannya kemarin-kemarin. Lagi pula yang lebih duluan menjaga jarak kan Irina, Axel hanya melanjutkan apa yang wanita itu ingin lakukan sejak awal. Ngomong-ngomong, Irina memang sempat mengirimnya pesan malam itu, malam terakhir mereka bertemu dengan sebaris pesan singkat khas Irina sekali.
[Irina.]
Kamu marah ya Axel? Jangan marah ya, saya minta maaf kalau ada salah. Saya juga gak bakal diemin pesan atau telepon kamu lagi. Selamat malam.Waktu membacanya, Axel sedang berada di klub malam. Bersenang-senang dengan Chandra yang katanya punya kabar baik untuk disampaikan. Axel tak terlalu ingat, yang dia ingat hanyalah malam itu dirinya mabuk parah. Bahkan hingga kini, tiap hari Axel jadi tidak pernah absen untuk ikut hadir ke jadwal dj malamnya Chandra, hitung-hitung menghapus penat karena memikirkan Irina terus-menerus.
Siang ini, ketika jam menunjukkan pukul 12:20 Axel berjalan keluar ruangannya menuju lift untuk tiba di lantai dasar. Berniat akan istirahat keluar untuk membeli kopi dan menikmati waktu santainya di sebuah kafe yang biasanya dia tempati bersama Jodi. Saat kedua kakinya sudah sepenuhnya keluar kantor dan sedang berjalan di atas aspal menuju mobilnya yang sengaja di parkir di depan, Axel justru dikejutkan dengan kehadiran seorang wanita yang berdiri tak jauh dari jaraknya. Kedua mata mereka bertemu, Axel diam ditempat sedangkan wanita itu terlihat berjalan menghampirinya. Dan ketika jarak mereka terpaut kurang lebih satu meter, Axel mendengar suara perempuan itu bertanya kepadanya.
"Kamu masih inget saya kan?"
Tentu saja. Axel ingat betul siapa nama perempuan ini.
Jinan, Janin, atau siapapun itu intinya berawalan dari J.
Satu-satunya wanita yang membuat Irina menangis dan merasa menjadi sosok yang kurang untuk pria semacam Juna. Mengingatnya, membuat Axel sedikit dongkol. Tapi karena dia tidak mau membuang waktu lebih lama, Axel samar-samar mengangguk.
"Kenapa?"
"Bisa gak kita bicara berdua di sekitaran kafe dekat sini?" Pinta Jinan sambil menaikkan alisnya khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sentimentally
General FictionPsychology says, you realize you love someone when you want them to be happy, even when it's not with you. Tapi tidak untuk Axelio. Kalau dia sadar sedang berada dalam fase mencintai seseorang, maka dia tidak akan rela membiarkan orang yang dicintai...