Day 414

1.3K 106 10
                                    

Bae Irene's Pov

Tri semester pertama, benar-benar membuatku seperti zoombie. Aku tidak bisa makan. Ya, tidak ada makanan yang bisa masuk ke dalam mulutku. Aku hanya makan buah dan susu, itupun butuh perjuangan menelan makanan-makanan itu demi kesehatanku dan bayi yang aku kandung.

Aku tidak bisa mencium bau yang aneh-aneh. Pernah ketika Yoongi pulang dari kantor dan langsung menghampiriku. Aku marah-marah padanya karena kemejanya bau asap rokok, bau matahari, bau keringat. Pokoknya bau-bauan menyatu pada kemeja Yoongi itu.

"Aku bau ya?" Tanya Yoongi sembari mundur.

"Kamu bau banget. Cepat mandi!" Jawabku sambil mengendus minyak telon. Kemudian semenjak itu, Yoongi tidak pernah mendekatiku kecuali ia sudah mandi dan harum. Ya, wangi sabun cair lebih baik ketimbang bau asap.

"Rene, kamu sudah makan apa saja?" Tanya Yoongi dengan wajahnya yang menyiratkan kekhawatiran. Aku bilang padanya bahwa aku hanya makan alpukat dan melon. Lalu ia menghembuskan nafas panjang, sepertinya tugasnya sekarang bertambah yakni memastikan makanku dengan baik.

"Makan madu ya sayang?"
"Minum vitamin dari dokter sudah kan?"
"Minum obat anti mualnya sudah?"
"Makan nasi ya sayang?"
"Aku beliin makanan ya? Mau apa?"

Yoongi menatapku lembut sembari menyentuh pipiku dengan tangannya yang dingin, aku refleks mencium telapak tangan Yoongi dan memegang tangannya, lalu aku menatap wajahnya, sorot matanya teduh bagai pohon rindang yang ada di hutan tropis.

"Obat mual sudah."
"Vitamin juga sudah minum."
Aku lalu berpikir, memikirkan makanan yang kira-kira bisa masuk ke dalam perutku.

"Adik bayi mau apa? Biar Papa belikan." tanya Yoongi sambil memegang perutku.

"Yoon, es krim boleh?" Tanyaku padanya, mataku seperti memohon, kemudian ia mengangguk pasrah.

Ponsel Yoongi berdering, kemudian ia melangkah dari sofa dimana kami duduk menuju ponselnya yang ia letakkan di meja dapur.

"Sayang! Dapet telfon dari Mima, beliau nanya kabar kamu. Dan sekarang aku disuruh kesana ambil makanan."
"Mima buat makanan buat kamu. Aku tinggal bentar ga apa apa ya? Eh apa kamu mau ikut?"

"Aku disini aja. Mima buat apa?"
"Nggak tahu, tadi aku lupa nanya."

Yoongi lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil jaket, kemudian menghampiriku sebentar lalu mencium bibirku kilat.

"Hello baby, Papa pergi dulu ke rumah Mima. Disini saja ya jagain Mama. Oke?"
"Yang, aku berangkat ya."

Yoongi mengambil kunci mobil yang tergeletak, lalu segera keluar rumah.

Aku berjalan ke arah jendela, mengintip Yoongi yang sedang menutup pintu pagar.

"How lucky i am to have you, and your family Yoon."

***
Min Yoongi's Pov

Pukul 9 malam saat aku pulang dari rumah Mima. Saat aku masuk kerumah, aku melihat istriku yang memejamkan matanya di sofa depan tv.

Aku berjongkok di sisinya dan menatapnya yang terlelap menungguku pulang.

"Hey.." lirihku menyentuh pipinya.

"Maaf ya lama? Tadi macet."

Bae Irene membuka matanya dan hendak duduk.

"Sudah pulang?"

"Iya. Maaf ya lama."

Bae Irene melirik tentengan yang aku bawa, sebuah rantang susun yang terdapat di dalam goodie bag.

"Mima khawatir banget sama keadaan kamu, Rene. Beliau mau sering mampir tapi sedang menjaga Ayahku yang sedang sakit jadi dilema juga."

"Aku ngga apa-apa Yoon."

"Ngga apa-apa gimana? Aku khawatir banget kamu sendirian disini. Takut kenapa-napa."
"Besok aku carikan asisten rumah tangga ya 1?Buat jagain kamu. Sekalian, bantuin kamu urus rumah ini. Kamu ga boleh capek-capek."

"Yoon ngga usah, aku nggak apa-apa. Daripada bayar asisten rumah tangga mending uangnya untuk persiapan anak kita. Lagi pula dirumah ini hanya ada kita berdua. Rumahpun tidak berantakan amat-amat jadi aku tak terasa terbebani."

Aku dan Irene berjalan ke dapur. Irene membuka rantang susun yang tadi ku bawa, aku mengambil piring dan mangkuk juga gelas untuknya minum.

"Aku ga masalah sama sekali tentang uang, Rene. Kamu harus ada yang menemani. Lagi pula rumah ini besar kamu pasti capek merapihkannya."

"Yoon. Aku bisa." Ucapnya dengan suara yang lebih rendah. Aku menghentikkan aktivitasku dan memandangnya hingga kami diam beberapa saat.

Aku menghela nafas panjang. Ya, terkadang Bae Irene masih suka keras kepala.

"Sayang. Ini demi kebaikan kamu."

Bae Irene tidak menjawab lagi. Ia kemudian duduk di meja makan, dan menyantap makanan dalam diam.

Aku jadi merasa bersalah melihatnya yang jadi diam begini.

"Yaudah iya."
"Nanti kalau ada bayi, mungkin baru butuh asisten rumah tangga?"
"Yaudah di pending dulu. Kamu makan yang banyak ya. Jangan lupa minum nanti keselek."
Ucapku sambi mencium atas kepalanya kemudian berlalu ke toilet.

Usai bersemedi dalam toilet dalam waktu lama, aku keluar dan mengintip dapur lagi.

Kosong. Istriku tidak ada.

Lalu aku beralih ke kamar tidur. Dan melihat ia sudah merebahkan tubuhnya disana. Ia tidur dengan posisi miring.

"Rene?"

Aku menyentuh lengannya. Lalu menyadari bahwa ia menangis.

"Rene kamu nangis?"

Ia mengelap air matanya dan menolak menatapku.

"Gara-gara aku ya? Maaf ya maafin aku." Ucapku sambil merebahkan pundaknya hingga ia dapat tidur telentang.

"Nggak."

"Lalu kenapa?" Aku menatapnya dengan rasa khawatir.

Ya, sepertinya Bae Irene tidak marah padaku, buktinya saat ini ia tidur di atas pangkuanku.

"Aku kangen mama aku Yoon. Ngga tahu kangen aja."
"Dulu, waktu ada mama, ia selalu bilang kalau nanti suatu saat aku menikah dan hamil lalu punya anak. Beliau akan ada disisiku. Bantu aku. Bahkan kalau nantinya aku adalah wanita karir, Mama bilang, beliau saja yang merawat cucunya. Ia tidak pernah percaya asisten rumah tangga."
"Aku kangen Yoon. Aku pengen Mama disisi aku ngelewatin masa-masa sulit hamil ini."
"Aku ngerasa kesepian. Tapi aku maunya Mama yang ada disamping aku."
"Sekarang mama sudah nggak ada. Cita-cita mama masih aku ingat jelas. Cita-cita yang tidak akan pernah terjadi Yoon."

Air mata istriku meluruh. Wajahnya memerah dan saat ini ia tidur meringkuk di atas pahaku. Aku mendengarkan keluh kesahnya dan hatiku rasanya ikut susah.

"Yoon, mama aku masih muda berumur 45 tahun. Dan aku masih 23 tahun. Tapi kenapa Mama udah nggak ada?"

Aku menggenggam tangannya dan mengelus bahunya dengan jemari tanganku. Kali ini Bae Irene menangis tersedu.

"Menangis saja tidak apa-apa, agar bebanmu sedikit terangkat."
"I am here... i am here for you. Rene."

***

SHE IS MY WIFE [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang