20. With 2 Bocah🍎

297 35 47
                                    

Jeno sudah diperbolehkan pulang kemarin malam dan saat ini ia sudah duduk di meja belajarnya dengan rumus-rumus fisika kesayangannya. Sebenarnya ia ingin masuk sekolah hari ini, tapi Jeff melarangnya dengan keras.

Lelaki itu menghembuskan napas panjang kemudian meregangkan badannya yang terasa pegal. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 siang, berarti sudah 3,5 jam ia sudah duduk disana. Jeno bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan menuju balkon kamar.

Semilir angin menerpa wajah Jeno membuat rambutnya berterbangan kesana kemari. Ia tertawa ketika melihat burung-burung yang dengan senangnya dapat terbang bebas di angkasa. Jeno, si ketua OSIS yang terkenal tegas dan berwibawa juga bisa menjadi kekanak-kanakan hanya karena melihat burung.

"Ngapain ketawa sendiri? Kayak orang gila aja."

Jeno menoleh dan melihat sang ayah sudah menyilangkan tangannya di depan dada. "M-maaf Pa. Jeno cuma nyari angin aja sebentar. Sekarang mau lanjut belajar lagi kok."

Arga menahan pergelangan tangan Jeno yang hendak kembali ke meja belajarnya. "Kamu udah makan?"

"B-belum, Pa."

"Heh, kalo bicara sama orang itu tatap matanya."

Ragu-ragu Jeno mengangkat dagunya dan menatap sang ayah yang ada di hadapannya. "Belum, Pa."

Arga memandang wajah pucat putranya lamat-lamat sebelum akhirnya bersuara, "Ayo makan dulu."

Jeno hanya mengangguk kemudian megikuti langkah ayahnya menuju meja makan. Diam-diam pemuda itu menyumpah-serapahi burung-burung yang menggodanya untuk bangkit dari meja belajarnya. Sial sekali, ayahnya itu pasti akan memarahinya sekarang.

Arga tidak ikut makan, pria itu hanya memperhatikan putranya yang sedang makan di hadapannya. Jeno pun benar-benar risih dengan tatapan ayahnya itu, ia semakin tidak berselera makan sekarang.

"Dihabisin makanannya," ucap Arga.

Jeno hanya mengangguk kemudian memasukkan sedikit demi sedikit makanan itu ke dalam mulutnya.

"Pa..?" panggil Jeno pelan.

"Kenapa?"

"M-maaf, Pa. Jeno nggak bisa habisin makanannya, perut Jeno mual."

"Yaudah, nggak apa-apa. Lain kali nggak boleh gini," ucap Arga.

Lagi-lagi Jeno hanya mengangguk kemudian meminum air putih.

"Belajar itu butuh energi, kalo kamu nggak makan, gimana materinya bisa masuk ke otak?"

"I-iya, Pa."

"Sana balik ke kamar. Jangan lupa minum obat."

"Iya, Pa," ucap Jeno kemudian segera menuju kamarnya.

Pemuda itu menghela napas pelan, ia sangat bersyukur ayahnya tidak memarahinya hari ini. "Thanks God."





***





"Woi Bro! Gimana kabar lo?!"

Jeno langsung menempeleng kepala Kala yang baru saja menaruh pantat di sebelahnya. "Kalo mau daftar jadi adik ipar gue harus sopan! Baru dateng main bro bro, lo kira gue apaan? Brondong jagung?"

Kala meringis sembari memegangi kepalanya, "Hehe, punten Kangmas Jeno."

Jeno hanya geleng-geleng kepala kemudian kembali membaca bukunya.

"Gimana, Bang? Udah mendingan?" tanya Kala.

"Udah. Besok udah mulai sekolah."

"Huh, syukur deh."

Sweet AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang