"Jeno pulang."
"Dari mana aja kamu?" tanya Hanna ketika melihat putranya baru saja menginjakkan kakinya di rumah.
"Dari sekolah, Ma. Memangnya kenapa?"
Plakk!!
Jeno meringis ketika Hanna mendaratkan tamparan cukup keras di pipinya.
"Dasar kakak nggak becus, nggak berguna!!" bentak Hanna.
"M-maaf, Ma. Salah Jeno apa?" tanya Jeno pelan, kepalanya tertunduk dalam-dalam.
"Kamu nggak tau kalo Nadia tadi siang pulang sekolah sambil nangis?!"
Jeno terkejut mendengar ucapan Hanna. "Jeno nggak tau, Ma."
Plakk!!
Lagi-lagi Jeno meringis ketika Hanna menampar pipinya dengan tidak berperasaan.
"Makanya sekali-sekali perhatiin adik kamu. Jangan OSIS aja yang diperhatiin!! Memangnya OSIS yang ngasi kamu makan hah?!"
"I-iya, Ma. Jeno minta maaf.." lirih Jeno.
"Maaf lagi, maaf lagi, nggak bosen minta maaf?" Bulu kuduk Jeno tiba-tiba berdiri ketika mendengar suara sang ayah.
Jeno hanya diam ketika Arga yang baru pulang kerja berjalan mendekatinya.
"Seneng banget ya nyari masalah," ucap Arga.
Jeno diam, rahangnya mengeras dan kedua tangannya terkepal kuat.
Arga berdiri di hadapan putranya dengan kedua tangan disilangkan di depan dada. "Jeno.. Jeno.. Papa bosen tau nggak marahin kamu."
Sebenarnya Jeno ingin sekali menanggapi perkataan ayahnya, tapi saat ini lebih baik diam saja.
"Hari ini mau hukuman apa?" tanya Arga.
Pemuda tujuh belas tahun itu masih bergeming di tempatnya.
"ORANG TUA TANYA ITU DIJAWAB!!" bentak Arga.
Jeno terkejut sampai ia terhuyung ke belakang.
"NGGAK TULI KAN?!"
Jeno menggeleng pelan.
"KALO GITU JAWAB BANGSAT!!"
"T-terserah Papa aja," ucap Jeno pelan.
"Oh, terserah Papa ya? Kalo kamu Papa gantung mau?" tanya Arga.
Jeno menggeleng, "Pukul aja, Pa."
Arga tertawa, "Tapi hari ini Papa nggak pengen pukul orang. Gimana dong?"
Perlahan Jeno mengangkat dagunya, memberanikan diri untuk menatap sang ayah. "Yaudah, Papa bunuh Jeno aja."
Hening sejenak, suasana menjadi sangat mencekam sebelum akhirnya Arga bersuara. "Oh, mau mati ya?"
Jeno mengangguk pelan. "Jeno udah capek."
Pandangan Arga beralih pada Hanna. "Ambilin pisau."
"Tapi-"
"Cepet ambilin pisau!!"
Tak punya pilihan lain, Hanna pun pergi ke dapur dan mengambil pisau.
"Kamu nggak beneran mau bunuh Jeno kan?" bisik Hanna.
Arga tak menjawab, pria itu menatap tajam putranya yang masih berdiri tegak di hadapannya. "Siniin tangan kamu."
Jeno hanya menurut, menyerahkan tangan kanannya kepada sang ayah. Lelaki itu menutup matanya ketika mata pisau diletakkan tepat di depan nadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Apple
Fanfic"Sayang nggak sih kalo makhluk ciptaan Tuhan seganteng gue ini cepet mati?" Start: 17 Juni 2021 ©mahasantidevi, 2021