11. Separation🍎

292 41 32
                                    

Pyang!!

Jeno memejamkan matanya kemudian menghela napas berat ketika mendengar suara itu dari dalam rumah. Lelaki itu tersentak saat Nadia tiba-tiba memeluknya.

"Nadia takut, Kak. Mama sama Papa pasti berantem lagi," ucap Nadia dengan suara bergetar.

Jeno mengusap lembut kepala adiknya, "Sabar ya, ini cobaan."

Nadia terisak pelan di bahu Jeno, "Kita pergi aja dari sini, Kak."

"Ayo." Jeno kembali menghidupkan mesin motornya dan mengeluarkannya dari garasi.

Kedua kakak beradik itu sama-sama bungkam di jalanan sore yang lengang ini. Motor Jeno berhenti di lampu merah, ia melirik adiknya yang diam-diam masih menangis melalui kaca spion. Kepalanya perlahan tertunduk diikuti dengan tangan kanannya yang mengusap lembut tangan Nadia yang melingkar di pinggangnya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, motor Jeno pun berhenti di sebuah rumah yang cukup sederhana. Itu adalah rumah kakek dan neneknya.

"Nadia di rumah nenek dulu ya, nanti Kakak jemput," ucap Jeno.

"Kakak mau kemana?" tanya Nadia.

"Ada urusan sebentar."

"Urusan apa?"

"Biasa lah, sama Eric."

Nadia nampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Hati-hati ya, Kak."

"Iya," balas Jeno lalu segera mengendari motornya untuk pergi.

Jeno menambah kecepatan motornya, menerobos gerimis di sore ini. Sebenarnya ia berbohong pada Nadia, lelaki itu tidak menemui Eric, melainkan pulang ke rumahnya. Ia tak mungkin membiarkan ayahnya itu menyakiti ibunya.

Jeno memarkirkan motornya di garasi dan suara gaduh masih saja terdengar jelas dari dalam rumah. Lelaki itu segera berlari ke dalam dan langsung melindungi ibunya dari pecutan menyakitkan sang ayah.

"J-Jeno?" ucap Hanna saat tersadar ada seseorang yang memeluk dirinya.

Jeno meringis ketika ikat pinggang sang ayah mendarat dengan keras di punggungnya.

"Maaf, Ma. Jeno datengnya telat," ucap Jeno pelan.

Hanna menggeleng kemudian menangis sesenggukan di pelukan putranya.

Sesaat kemudian Arga berhenti memecuti Jeno, mungkin karena pria itu sudah lelah.

"Mama jangan nangis," ucap Jeno sembari mengusap lembut punggung ibunya.

Hanna melepas pelukannya, "Iya sayang. Mama nggak nangis lagi."

"Heh bocah, suka banget ya ikut campur urusan orang tua," ucap Arga.

Jeno berbalik dan menatap tajam sang ayah. "Kalo itu menyangkut Mama, Jeno nggak akan tinggal diem, Pa!"

Arga tersenyum miring, "Belain aja terus Mama kamu yang salah itu!"

"Sebenarnya masalah kalian itu apa sih?!" tanya Jeno frustrasi.

"Ehm biar Papa kasi tau," ucap Arga. "Mama kesayanganmu itu berani selingkuh sama cowok lain."

Jeno spontan melirik sang mama, "Ma.."

Hanna menggeleng pelan.

"Nggak! Nggak mungkin Mama kayak gitu!" ucap Jeno.

"Orang udah ada buktinya kok."

"Kamu salah paham, aku nggak pernah selingkuh," pelan Hanna.

"Udahlah, aku udah bosen denger omongan itu!"

Sweet AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang