13. Suspicious🍎

362 37 19
                                    

Jeno terkadang berdoa kepada Tuhan bahwa ia ingin mati secepatnya. Sekarang Tuhan sudah mengabulkan doa-nya itu. Dan apa yang terjadi? Ia malah sangat menyesal dengan apa yang terjadi saat ini.

Pemuda itu berdiri di balkon kamar, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Ia memperhatikan awan yang bergerak mengikuti arah angin.

"Gimana ya rasanya mati?" gumamnya pelan.

Kemudian ia menatap kedua tangannya. Entah apa yang ada disana, ia hanya ingin menatapnya.

"Kok bisa ya ada kanker di tubuh gue? Perasaan dari dulu sehat-sehat aja."

Jeno terkejut ketika seekor burung tiba-tiba bertengger di tangannya. Burung itu seakan bernyanyi, meledek Jeno yang sedang down, tapi sialnya Jeno malah menikmati nyanyian itu.

"Gimana ya rasanya jadi burung?"

"Kakak mau jadi burung?"

Jeno spontan menoleh dan mendapati adik perempuannya sudah berdiri di belakangnya. Sang burung pun telah terbang bebas ketika mendengar suara Nadia.

"Jangan aneh-aneh deh, Kak. Masa Kakak mau jadi burung?"

"Siapa yang mau jadi burung? Orang Kakak cuma penasaran aja, gimana sih rasanya jadi burung?"

Nadia menghela napas kemudian duduk di salah satu kursi yang ada disana. "Seru sih kayaknya, bisa terbang bebas dan nggak perlu mikirin masalah-masalah yang ada."

"Masalah ya?"

"Kakak lagi ada masalah?" tanya Nadia.

"Nggak ada sih," jawab Jeno senatural mungkin.

"Beneran?"

Jeno mengangguk kemudian masuk ke dalam kamar. Pikirannya berkecamuk, ia belum memberitahu siapapun tentang penyakitnya, padahal sudah seminggu berlalu setelah pemeriksaan di rumah sakit. Ia juga akhir-akhir ini sering pergi ke rumah sakit dan tak ada seorangpun yang tau.

"Kak Jeno kenapa sih? Kayak ada yang disembunyiin," ucap Nadia.

Jeno sedikit terkejut, tapi dengan cepat ia mengendalikan ekspresi wajahnya. "Nyembunyiin apa?"

"Nggak tau, aneh aja."

"Ah, paling cuma perasaan kamu aja."

"Mungkin sih."

"Udah, sana keluar. Kakak mau mandi," ucap Jeno.

Nadia mencebik dan mau tidak mau keluar dari kamar kakaknya.

Jeno menghela napas pelan kemudian duduk di tepian tempat tidur. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, terlihat segar bugar.

"Sayang nggak sih kalo makhluk ciptaan Tuhan seganteng gue ini cepet mati?" gumamnya.

Tak lama kemudian ia tertawa kecil sembari mengacak rambutnya, "Narsis banget lu, Jeno Jeno."

Pemuda itu merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya. "Jangan takut. Semua orang pasti bakal mati kok."

Helaan napas berat keluar dari mulut Jeno, ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi chatting yang tiba-tiba sangat ramai.




Angkatan 59 (275)

Pak Doni : Selamat pagi anak-anak. Disini bapak membawa kabar duka. Telah berpulang ke rumah Tuhan, saudara kita atas nama Jeno Pradipta dari kelas 12 IPA 1. Semoga amal dan ibadahnya diterima di sisi Tuhan🙏




Jeno sontak terbangun dan membuang ponselnya ke sembarang arah. Napasnya terengah-engah, menatap nanar ponsel yang sekarang tergeletak begitu saja di lantai.

Sweet AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang