25. I Hate You🍎

267 20 0
                                    

Pagi-pagi buta Jeno sudah terlihat rapi dengan seragam sekolah beserta jaket OSIS-nya. Ia memperhatikan dirinya di cermin, terlihat lebih baik daripada kemarin. Kemudian ia menata rambutnya sedemikian rupa hingga membuatnya terlihat lebih dewasa. Tapi, ada hal yang membuatnya sedih yaitu rambutnya yang akhir-akhir ini sering rontok akibat efek samping dari kemoterapi.

Jeno menghela napas lalu membuang rambutnya yang rontok ke tempat sampah. Lelaki itu meraih ranselnya dan segera turun ke bawah. Pasti belum ada yang bangun mengingat ini masih pukul setengah lima pagi. Kemudian ia menulis pesan dan meletakkannya di atas meja makan.

Pemuda itu menghidupkan mesin motornya dan memanaskannya sebentar. Hari ini adalah hari H Porseni dan ia bersama jajarannya harus menghadiri upacara pembukaan di GOR.

Jeno memarkirkan motornya di parkiran sekolah, ia mengeratkan jaketnya karena dingin yang menusuk tubuhnya.

Drrt drrt!

Jeno merogoh saku jaketnya dan segera mengangkat telepon yang masuk.

"Oit?"

"Dimana lo?" tanya Eric di seberang sana.

"Di parkiran. Lo dimana?"

"Udah di RO."

"Oh, oke. Gue kesana sekarang," ucap Jeno lalu memutuskan sambungan teleponnya.

Sekolah masih remang-remang dan sangat sepi, membuat bulu kuduk Jeno sedikit merinding.

"A-akh!" Jeno tiba-tiba berhenti sembari memegangi kepalanya yang tiba-tiba sakit.

Lelaki itu berpegangan pada tembok, menahan tubuhnya agar tidak ambruk ke lantai. Kemudian ia mengambil obat yang selalu dibawanya di dalam tasnya. Jeno menelan pil-pil itu kemudian memejamkan matanya sejenak.

"Jeno kuat.." lirihnya dengan tangan kiri yang sibuk meremas ujung jaketnya.

"Jeno!!" Seruan itu membuat Jeno mengangkat dagunya dan melihat Eric yang berlarian di sepanjang koridor.

Nyatanya Jeno tidak sekuat itu, lelaki itu sudah ambruk lebih dulu bahkan sebelum Eric dapat menjangkaunya.

"Jeno! Lo kenapa?!"

"Bangun woi! Jeno!!"




...




Perlahan Jeno membuka mata, hal yang pertama kali dirasakan oleh lelaki itu adalah rasa sesak yang luar biasa. Setiap tarikan napas semakin lama terasa semakin berat.

"Lo nggak apa-apa kan?" Pertanyaan itu lantas membuat Jeno menolehkan kepalanya ke samping.

"Heh, jawab pertanyaan gue," ucap Eric karena sahabatnya itu tak kunjung bersuara.

"Gapapa," pelan Jeno.

"Semalem begadang ya?" tanya Eric.

Jeno hanya mengangguk dengan mata terpejam

"Besok udah OSN dan lo sakit kayak gini. Yakin bakalan menang?"

Jeno menghela napas pelan kemudian membuka matanya. "Yakin," jawabnya pasti.

"Please, No. Jaga kesehatan lo, jangan terlalu maksain diri buat belajar."

"Ya," balas Jeno seadanya. "Sekarang jam berapa?"

"Jam delapan."

"Ngapain lo disini? Terus pembukaan Porseni gimana?" tanya Jeno.

"Lo lagi sakit masih bisa mikirin Porseni?!!" kesal Eric.

"Gue nggak bisa lari dari tanggung jawab, Ric."

"Dema yang gantiin posisi lo dan sekarang semuanya udah mencar ke cabang olahraga masing-masing," jelas Eric.

Sweet AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang