24. Last Time🍎

253 27 0
                                    

Setelah membalas pesan dari Nadia, Jeno segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan melanjutkan perjalanannya menuju parkiran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah membalas pesan dari Nadia, Jeno segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan melanjutkan perjalanannya menuju parkiran.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, hari ini benar-benar padat karena hari ini adalah H-1 Porseni dan selama seminggu kedepan dapat dipastikan akan lebih padat lagi.

Jeno dan Eric duduk di atas motornya masing-masing setelah memastikan semua anak-anak OSIS sudah pulang.

"Mau gue anter nggak?" tawar Eric, lelaki itu sedikit was-was melihat wajah Jeno yang tampak pucat.

"Gue bawa motor sendiri, nggak liat?"

"Ya, maksudnya gue ngikutin lo dari belakang ogeb!" kesal Eric.

"Nggak, kayak bocah SD aja dianterin."

"Yaudah, hati-hati ya. Gue duluan."

"Lo juga," balas Jeno.

Eric mengangguk lalu meninggalkan sekolah lebih dulu. Jeno pun segera memakai kelengkapan berkendaranya lantas beranjak dari sana.

Malam ini cukup dingin, membuat bibir Jeno sedikit bergetar karena menahan dinginnya udara. Ia membelokkan motornya ke salah satu restoran untuk membeli pesanan Nadia.

"Wacana mau diet, tapi jam segini masih minta makanan." Jeno bermonolog.

Lelaki itu kemudian melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam. Akan tetapi, suasana restoran sangat sepi. Apa restorannya sudah tutup?

Jeno hendak berbalik tapi tiba-tiba ada seseorang yang menahan tangannya. "Loh, Nadia? Kamu-"

"Selamat ulang tahun, Kak Jeno!!"

Kemudian Jeno melihat Jeff, Kala dan sang mama datang membawa kue ulang tahun. Lelaki itu tersenyum bahagia ketika orang-orang yang disayanginya menyanyikan lagu ulang tahun untuknya.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga, sekarang juga~"

Jeno pun menutup matanya untuk berdoa di umurnya yang sudah menginjak 18 tahun ini.

Tuhan..
Terima kasih sudah memberi Jeno napas sampai detik ini.
Kalau ini jadi ulang tahun terakhir Jeno, tolong buat semua orang bahagia.
Jeno sayang Mama, Papa, Kak Jeff, Nadia, Eric, Kala, Haira dan semua orang.
Jeno juga sayang sama Tuhan.
Terima kasih untuk segalanya.
Amiin..

Perlahan Jeno membuka mata dan meniup lilin yang ada di hadapannya.

"Ayo, potong kuenya, Kak!" seru Nadia.

Jeno pun mulai memotong kue dan potongan pertama tentu saja untuk Mama tercinta.

"Papa nggak ikut ya?" tanya Jeno.

"Papa lagi lembur, makanya nggak bisa ikut," balas Jeff.

Jeno mengangguk kemudian membungkus potongan kedua kuenya, "Potongan kedua buat Papa, nanti Jeno kasih pas di rumah aja."

Lalu Jeno memberikan potongan kue ketiga dan keempat berturut-turut untuk Jeff dan Nadia.

"Bang Jeno! Kala kok nggak dikasih kue?!!"

Jeno terkekeh, "Oh iya. Lupa ada ni bocah."

Kala memanyunkan bibirnya kemudian membuang muka.

"Nih, kue buat calon adik ipar," ucap Jeno.

"Kakak!!!" tajam Nadia.

Jeno cuma senyum-senyum saja, sementara Kala sudah senang sekali dan Nadia menyumpah-serapahi kakaknya itu.




...





Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Jeno masih setia duduk di meja makan menunggu kedatangan sang ayah. Kue dan makanan pun sudah tersaji di meja makan untuk menyambut kepulangan Arga.

Jeno sudah menunggu sekitar satu jam dan ayahnya itu belum datang juga. Sembari menunggu, ia pun membaca buku karena OSN sudah di depan mata.

Lelaki itu menghela napas berat kemudian bersandar pada kursi sembari memijat pelipisnya, kepalanya tiba-tiba saja terasa sakit.

Jeno terpelonjak kaget ketika ada seseorang yang membuka pintu rumah, "Papa!" ucapnya senang.

Jeno segera berjalan menuju pintu untuk menghampiri sang ayah.

"Kenapa belum tidur?" tanya Arga.

"Jeno nungguin Papa," balas Jeno sembari mengambil alih tas yang dibawa ayahnya. "Papa udah makan?"

"Belum."

"Papa makan dulu ya, Jeno udah siapin makanan di meja."

Arga hanya mengangguk kemudian pergi ke meja makan. Jarang-jarang sekali Jeno berperilaku seperti itu kepadanya. Apalagi sampai menyiapkan makanan seperti ini, sungguh sulit untuk dipercaya.

Ayah dari tiga anak itu baru saja menyelesaikan kegiatan makan malamnya ditemani salah satu putranya. Ia menaruh gelas di atas meja kemudian memusatkan atensinya pada kue tart yang sudah terpotong.

"Ini apa?" tanya Arga.

"Kue buat Papa. Hari ini Jeno ulang tahun."

Arga menatap Jeno yang sumringah dan kue itu secara bergantian.

"Ayo dimakan, Pa," ucap Jeno.

"Kamu tau kan Papa punya penyakit diabetes?"

"O-oh iya. M-maaf, Pa.. Jeno lupa."

"Sana tidur, udah malem," suruh Arga.

Jeno mengangguk pelan kemudian berjalan dengan lesu menuju kamarnya.

Pintu kamar tertutup dengan rapat, Jeno merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ini bisa jadi ulang tahun terakhirnya, tidak bisakah ia mendapat ucapan selamat ulang tahun dari sang ayah?

Jeno meraih bingkai foto yang ada di atas meja. Foto keluarga itu diambil saat dirinya masih duduk di kelas enam SD. Rasanya menyakitkan, ia terbiasa tersenyum untuk menutupi luka yang ada di hatinya sedari kecil. Terkadang ia ingin tau, bagaimana orang tuanya memperlakukannya saat masih bayi. Mungkin dulu mereka mengabaikannya saat ia menangis meminta susu.

Jeno memejamkan matanya tidur meringkuk sembari memeluk foto itu. Semoga malam ini ia akan bermimpi indah.

Ceklek.

Jeno mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka diikuti langkah kaki yang mendekat. Lelaki itu hanya diam ketika ada sebuah tangan dingin yang mengusap lembut keningnya.

"Selamat ulang tahun, Nak. Maaf Papa belum bisa jadi orang tua yang baik buat kamu."

Hati Jeno berdesir mendengar suara sang ayah. Tanpa disadari, senyuman mengembang di bibirnya. Hanya dengan seperti ini saja ia sudah bahagia.

Arga mengambil foto yang ada di pelukan Jeno kemudian menaruhnya di atas meja. Pria itu sempat mencium kening putranya sebelum ia beranjak dari sana.

Pintu kembali tertutup rapat, terlihat setitik air mata yang menetes di bantal. Jeno bahagia. Mungkin ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidupnya.

Pemuda itu bangkit dari tempat tidurnya dan menatap dirinya di pantulan cermin. Wajah itu terlihat berseri dan senyuman tak henti-hentinya mengembang di bibirnya. Kemudian ia duduk di meja belajarnya dan membuka buku-buku fisika yang ada di hadapannya.

"Semangat Jeno! Kamu pasti bisa!"

🍎🍎🍎












To be continued...

Masih ada ga sih yg nungguin cerita ini??😭

Sweet AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang