23. Confess🍎

324 28 2
                                    

Mata cantik itu perlahan terbuka ketika cahaya matahari memaksa masuk dari celah jendela yang terbuka. Sesaat kemudian ia tersadar bahwa ia ada dalam rengkuhan seseorang.

Senyuman manis terukir di bibir Jeno melihat sang mama yang masih terlelap di sebelahnya. Rasanya hangat sekali berada di pelukan ibu, Jeno ingin merasakan kehangatan ini selamanya.

"Mama.." lirihnya.

Jari-jari Jeno bergerak menyentuh pipi Hanna kemudian diusapnya dengan lembut. "Jeno sayang Mama."

Sepertinya pergerakan Jeno itu membuat Hanna terbangun dari tidurnya. Wanita itu tersenyum kemudian mencium pucuk kepala putranya. "Selamat pagi kesayangan Mama."

"Selamat pagi juga kesayangan Jeno."

"Gimana kondisi kamu? Maaf Mama baru bisa dateng."

"Lebih baik kalo ada Mama disini."

"Ini muka kamu kenapa bisa memar gini?" tanya Hanna.

"Dipukulin temen, Ma."

"Kok bisa? Siapa yang mukul?"

"Udah, nggak usah dipikirin, Ma. Yang penting Jeno seneng ada Mama disini."

Hanna terkekeh pelan, "Mau Mama masakin apa?"

"Apa aja, yang penting Mama yang masak, pasti Jeno suka."

Hanna mencubit hidung mancung Jeno, "Yaudah, kalo gitu Mama masak dulu ya."

Jeno mengangguk dan memperhatikan sang mama yang menghilang di balik pintu. Kemudian pemuda itu menatap langit-langit kamar, helaan napas berat keluar dari mulutnya.

Jeno meremas dadanya kuat-kuat tatkala rasa sesak menghampirinya. Tangan kanannya meraba nakas untuk mencari obat yang bisa meredakan rasa sesak di dadanya. Tanpa menunggu lama ia menelan obat-obat itu kemudian meminum segelas air.

Lelaki itu memejamkan matanya kemudian bersandar di tempat tidurnya, "Sakit.. Jeno udah nggak kuat.."





...





"Mau kemana pagi-pagi udah rapi, Nak?" tanya Hanna.

Jeno menarik salah satu kursi di meja makan, "Ke sekolah, Ma. Ada rapat OSIS."

Hanna mengusap lembut kepala putranya. "Nggak bisa izin dulu? Kamu keliatan lemes banget."

"Iya, Kak. Suruh Kak Eric aja yang gantiin dulu," ucap Nadia.

"Nggak bisa," balas Jeno. "Soalnya ini rapat penting."

"Yaudah, kalo gitu kamu harus makan dulu ya," ucap Hanna.

Jeno tersenyum lalu mengangguk pelan.

Beberapa menit kemudian Jeno, Nadia dan Hanna pun selesai makan. Jeff menginap di rumah temannya sedangkan Arga dari semalam belum pulang karena lembur di kantor.

"Jeno berangkat dulu ya."

"Hati-hati ya Kak Jeno," ucap Nadia.

Jeno mengangguk kemudian bersalaman pada sang Mama.

"Jeno, nanti kalo ada apa-apa langsung telepon Mama ya," ucap Hanna.

"Iya, Ma. Nggak usah khawatir."

Hanna mengusap lembut kepala Jeno, "Hati-hati di jalan."

Jeno mengangguk lalu beranjak dari sana.

Jalanan cukup sepi mengingat ini adalah hari Minggu. Jeno mengemudikan motornya dengan kecepatan rendah, menikmati segarnya udara di pagi hari ini.

Motor Jeno memasuki gedung yang menjadi tempatnya menuntut ilmu beberapa tahun terakhir. Sekolah adalah salah satu tempat favoritnya, karena disini ia dapat melupakan masalahnya sejenak. Tapi tak jarang juga tempat ini yang memberikannya masalah.

Jeno berjalan sendirian menyusuri koridor, sekolah pun terlihat sangat sepi karena tidak ada siswa yang sekolah. Langkah pemuda itu terhenti di sebuah ruangan yang sering disebut ruang OSIS.

Pintu berderit pelan, membuat semua atensi yang ada di ruangan menjadi terfokus pada seseorang yang berdiri di baliknya.

"Selamat pagi bapak ketua tersayang," sapa Dema.

Jeno menutup pintu kemudian duduk di antara mereka, "Pagi juga."

"Ayo mulai rapatnya," ucap Eric.

Jeno menghela napas pelan, "Baik, sebelum memulai rapat kali ini, ada baiknya kita berdoa. Berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa dimulai."

Hening beberapa saat.

"Berdoa selesai," ucap Jeno. "Selamat pagi. Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua yang telah menyempatkan hadir pada rapat kali ini. Langsung saja ke laporan perkembangan-"

"Maaf," Haira menginterupsi.

"Iya, kenapa?" tanya Jeno.

"J-Jeno, itu.. hidung lo berdarah."

Spontan Jeno meraba hidungnya dan menemukan bercak darah di telapak tangannya.

"Ric, gantiin gue sebentar," bisik Jeno.

Eric hanya mengangguk, sedangkan Jeno segera pergi ke kamar mandi.

Jeno sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dan mencubit cuping hidungnya, dengan begini darah akan berhenti mengalir. Setelah memastikan darah benar-benar berhenti keluar, lelaki itu segera membasuh wajahnya dan mengatur napasnya, walaupun ia hanya bisa bernapas melalui mulut.

Jeno terkejut ketika melihat seorang perempuan yang tiba-tiba muncul di pintu kamar mandi. "Buset dah, gue kira lo setan anjir."

"Enak aja, cantik-cantik gini dibilang setan!" protes Haira.

"Makanya, kalo dateng itu bersuara, jangan tiba-tiba nongol kayak gitu," ucap Jeno.

Haira mendengus kemudian berjalan mendekati Jeno. "Gimana? Darahnya udah berhenti keluar?"

Jeno mengangguk pelan.

Haira menarik tangan Jeno untuk keluar dari kamar mandi dan mengajak lelaki itu untuk duduk di emperan kelas.

Haira mengambil es batu dari mangkok yang dibawanya kemudian membalut es tersebut menggunakan sapu tangan. Gadis itu terlihat telaten sekali menempelkan es tersebut ke hidung Jeno.

Sementara itu Jeno hanya diam saja, memperhatikan Haira yang menatapnya dengan khawatir.

"Sebenarnya lo sakit apa sih?" tanya Haira.

"Kan udah gue bilang cuma flu."

"Kalo cuma flu biasa nggak mungkin separah ini, Jeno."

Jeno terdiam, kemudian lelaki itu mengambil alih es batu dari tangan Haira.

"Ada sesuatu yang lo sembunyiin," ucap Haira.

"Apa?" tanya Jeno.

"Gue nggak tau. Cuma lo yang tau jawaban dari pertanyaan lo sendiri."

Jeno bangkit dari tempat duduknya, "Nggak usah khawatir. Gue nggak apa-apa."

"Tapi gue nggak bisa nggak khawatir sama lo, Jeno."

"Kenapa?"

"Gue suka sama lo," ucap Haira blak-blakan.

Hening beberapa saat sebelum akhirnya Jeno bersuara, "Gue nggak suka sama lo. Dan mulai detik ini, tolong jauhin gue."

Haira memperhatikan punggung Jeno yang semakin lama semakin menjauh, perlahan kepalanya tertunduk diikuti dengan air mata yang menetes di pipinya.

"Sampai kapanpun gue nggak akan bisa ngejauhin lo, Jeno."

🍎🍎🍎














To be continued...

Sweet AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang