Part 25

2.9K 102 0
                                    

Aku, Willy dan Onad sedang ada di lapangan sekolah. Duduk berselonjor di tengah lapangan. Ini sudah jam pulang.

Tapi aku tiba-tiba malas untuk pulang padahal ini sudah lewat dari jam pulang dan mereka mau menemani aku.

"Udah kalian pulang duluan aja. Gue gak papa, lagi males pulang aja" kataku

"Gak deh, lagian lo kan sahabat kita, mana tega kita ninggalin lo. Kita temenin disini sampe lo bosen pokoknya, ya gak Wil" kata Onad

Willy hanya mengangguk.

Aku diam, menatap lurus kedepan, pikiranku kosong.

Entah kenapa akhir-akhir ini aku sering sekali melamun. Moodku ini tidak menentu kadang keadaan rumah sedang baik-baik saja aku malah sedih sekali kadang senang sekali walau tanpa sebab, ntah lah ada apa dengan aku ini. Aku menikmati angin yang menerpa rambutku. Sungguh tidak adil, aku sering sekali mengeluhkan itu pada Tuhan.

Tuhan, kenapa nasib ku seperti ini?

Tuhan, kenapa ayah berubah menjadi kasar pada Ibu?

Tuhan, kenapa ayah membuat Ibu pergi meninggalkan aku?

Tuhan, kenapa ayah juga kasar padaku?

Tuhan, kenapa aku seperti ini sekarang?

Betapa banyaknya pertanyaan yang ada didalam otakku. Tak terasa air mataku menetes.

Willy dan Onad melihat itu. Mereka memilih untuk diam, mungkin agar aku puas nangisnya?

"Gue tau jadi lo itu berat dan sakit Marsya, kalau mau nangis, lo nangis aja jangan di pendem" kata Willy

Willy itu Ibunya psikolog, Willy juga sering mempertemukan aku dengan ibunya. Mungkin Willy mengerti apa yang harus dan jangan aku lakukan.

Mendengar itu aku semakin sedih, mood ku sangat hancur hari ini padahal sebelumnya aku baik-baik saja. Tangisku pecah disana. Onad dan Willy menguatkan aku.

"Gue yakin lo bisa! Kita ada disamping kanan dan kiri lo Marsya! Lo gak sendiri" kata Onad

"Makasih ya, udah ada disamping gue terus, kalian yang jagain gue, nguatin gue, ngertiin gue, gue gak tau kalau gak ada kalian, mungkin gue udah bener-bener bunuh diri kali ya" kataku

Lalu mereka memelukku.

"Jangan ngomong gitu gak baik" kata Onad

"Iya Marsya, lo kan sahabat kita, kita pasti akan selalu ada dan jagain lo, lo tenang aja" kata Willy

Aku mengangguk.

"Iya, gue percaya sama kalian, kalian pasti bantu gue. Yaudah kasian lo pada nanti malah di omelin lagi kalau pulang telat. Yuk balik" kataku

Onad dan Willy narik lenganku untuk bangun.

Seperti biasa aku dan mereka pulang naik angkutan umum.

"Gue duluan ya" kataku

"Yoi"

Saat aku turun. Ayah sudah berdiri di depan komplek, Willy dan Onad lihat itu.

"Dari mana aja kamu!" kata Ayah

"Dari sekolah yah" jawabku

"Sekolah jam segini baru balik?! Sama temen-temen kamu?! Ngelayab dulu ya kalian!" bentak Ayah

"Nggak yah, aku cuma main di sekolah aja, beneran yah aku gak bohong" jawabku

"Cepet pulang!" Ayah menarik lenganku kencang

Pak Satpam hanya melihat dari dalam pos. Mereka sudah beberapa kali menegur ayah, tapi ayah malah marah balik, jadi mereka tak berani menegur ayah lagi.

"Sakit yah ampun" kataku saat sudah sampai rumah

Cengkraman ayah benar-benar kuat, membuat pergelangan tanganku biru.

"Kamu tuh. Main terus kerjaannya! Kamu anak cewe! Mau jadi apa kamu! Hah! Main sama laki-laki terus lagi! Gak bisa ya cari temen anak cewe!" bentak Ayah

"Kenapa sih yah, Willy dan Onad itu baik yah sama aku! Mereka jagain aku! Gak kaya ayah! Kasar! Jahat! Benci sama aku!" aku marah

"BERANI YA KAMU NGELAWAN AYAH"

Ayah menampar aku sampai aku tersungkur ke lantai, ayah juga menendang badanku, menjambak rambutku.

"Aw sakit yah, ampun, sakit" Ucapku sembari menangis menahan sakit

Banyak sekali luka dan memar ditubuhku.
Kalau begini terus aku bisa mati perlahan.

Dan aku melirik ke arah dapur, dari sana Irene bisa melihat aku di pukul ayah, dia hanya diam disana, dengan raut wajah takut.

Broken Home [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang