MCSG-11✔

18K 1.1K 4
                                    

“Ternyata selain rumit,

jatuh cinta itu sakit juga.”

-Clayrine Azzahra-

♡♡♡♡

Ayrine kembali ke kamarnya. Rasa kesalnya pun semakin membuatnya geram. Matanya menemukan dua kaleng di sampingnya. Tepat sekali dia ingin menendang sesuatu dengan keras. Kemudian kakinya pun langsung menendang kedua kaleng itu sekaligus.

“Astagfirullah. Haduh!” pekik seseorang membuat Ayrine terperanjat dan melotot tak percaya.

“Maaf, Kak. Gue nggak sengaja,” ucap Ayrine saat seseorang itu menghampirinya. Dia pun terkejut karena orang itu cantik sekali, ditambah dengan balutan khimar.

“Iya, nggak apa-apa. Lain kali, hati-hati, ya!”

“Makasih. Gue beneran gak sengaja, sumpah.”

Perempuan itu menganggukkan kepalanya, setelah itu dia pun berpamitan dan mengucapkan salam.

Ayrine juga kembali melanjutkan langkahnya.

“Samlekom, Ya Ahli Kubur,” celetuk Ayrine saat dirinya berada di ambang pintu kamarnya.

Hanum berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala. “Ayrine! Kalau salam itu bukan samlekom, tapi assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

“Ya, kan, sama aja,” balas Ayrine santai.

Hanum menatap Ayrine tajam. “Beda kalimat itu beda arti, Ryn. Ucapan salam itu mengandung doa untuk kesejahteraan. Jadi, jangan permainkan ucapan salam!”

“Siap, salah.”

“Ryn, yuk, ikutan ngebalikin kitabnya Gus Alif!” Alif ialah adik pak kiai yang punya pesantren ini, berati Azzam adalah sepupunya Alif.

Mereka bertiga akhirnya jalan beriringan, sesekali membahas sesuatu yang terlintas begitu saja.

Sesampainya, mereka pun mengucapkan salam. Di sana terlihat ada Azzam, Alif, dan perempuan yang tadi bertemu dengan Ayrine, lebih tepatnya perempuan yang terkena amukan tidak sengaja dari Ayrine.

Dada Ayrine terasa sesak seketika, ketika melihat Azzam dan perempuan cantik itu dekat. Namun, dia pun berusaha untuk tetap tenang dan juga santai.

“Gus, ini bukunya. Terima kasih sekali lagi,” ujar Maya dengan sopan saat mengembalikan buku tersebut.

“Iya, sama-sama,” balas Alif dengan tersenyum.

“Ryn?” panggil Azzam membuat Ayrine menoleh. Jantung Ayrine pun berdetak dua kali lebih cepat saat tak sengaja berhadapan dengan Azzam. “Kamu mau belajar ngaji, bukan?” sambung Azzam bertanya.”

Ayrine hanya diam.

Hanum pun yang menjawab, “Iya katanya, Gus.”

“Ning Arum, bisa minta tolong ajarkan Ririn, e-em maksudnya Ayrine mengaji?” tanya Azzam.

Perempuan bernama Arum itu tersenyum sembari mengangguk. “Ah, iya bisa,” jawabnya lembut.

“Anjir, saingan gue gini amat. Speknya bidadari. Cakep, pinter ngaji. Mundur ajalah gue, bodo amat!”

“Ryn, kok, ngelamun?” tanya Maya.

Ayrine tersadar dari lamunannya, menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

“Ryn, kamu beneran mau diajar sama saya?” tanya Arum membuat Ayrine menggeleng kepala kembali.

“Lho, kenapa?” tanya Azzam heran.

“Mau belajar sama Teh Hanum saja, soalnya gue orangnya susah diajarin. Cuman Teh Hanum yang sabar ngehadepin gue,” jawab Ayrine. Bisa-bisa dia insecure tiap hari kalau terlalu dekat dengan Arum.

“Sama saya juga nggak apa-apa,” sahut Arum.

Ayrine tetap saja menolak, tetapi dia kesal karena Arum mengapa sangat ingin sekali mengajarnya.

“Gak usah, sama Teh Hanum saja. Iya, kan, Teh?” tanya Ayrine sambil menggandeng tangan Hanum.

Hanum mengangguk saja sebagai jawaban.

“Oh, iya. Hari Minggu, rencananya kalian semua akan ke puncak. Nanti saya umumin ke yang lainnya.”

“Apa kalian keberatan?” Alif menambahi kalimat Azzam dengan pertanyaan.

“Insyaallah kami ikutan,” jawab Hanum mewakili Ayrine dan Maya sambil tersenyum dan menunduk.

Setelah selesai, mereka bertiga pun kembali.

“Ryn?” Hanum sedari tadi memperhatikan Ayrine yang hanya diam saja. Tidak biasa dari biasanya karena Ayrine adalah sosok gadis yang banyak tingkahnya.

Ayrine menoleh sekilas tanpa membalas panggilan Hanum karena dia merasakan perasaan yang tidak enak.

“Gimana sama perasaan kamu sama Gus Azzam?”

“Kok, Teteh nanyain itu?” jawab Ayrine.

“Pengen tahu. Tadi kayaknya kamu cemburu lihat Gus Azzam sama Ning Arum, ya?” timpal Maya.

“Gimana, ya? Gue juga bingung sama diri sendiri. Lagian gue juga sadar diri, tipe Azzam, tuh, yang kayak Ning Arum,” ujar Ayrine sambil menghela napasnya.

“Kenapa gitu, Ryn?” tanya Diba

“Gak tahu kenapa kalau lagi deket sama Azzam  itu bawaannya grogi, tapi di sisi lain gue ngerasa nyaman banget. Kalau lihat Azzam sama cewek lain, rasanya gue gak suka dan gue pengen peperin mukanya pake tai.”

Selama ini Ayrine telah sadar bahwa dia bahagia dengan sikap Azzam yang baik padanya. Terkadang, dia merasa terbawa perasaan, selalu terbayang Azzam, dan dia sangat kecewa dan marah saat Azzam dekat dengan wanita mana pun, kecuali dia, seperti Arum contohnya.

“Mungkin Azzam bukan jodoh gue,” lirih Ayrine.

“Lho, kenapa gitu?” tanya Diba.

“Yang pertama, Azzam itu orang baik, soleh. Nah gue saja jauh banget dari dua kata itu. Kedua, gue nggak bisa menuhin kriteria istri Azzam, pasti orang tuanya gak bakalan restuin gue karena gue bukan cewe yang baik. Yang terakhir, Azzam sudah tunangan dan bulan depan katanya dia mau nikah,” jelas Ayrine.

“Gus Azzam mau nikah?” Hanum pun terkejut.

“Sama Siapa?” timpal Maya.

“Nggak tahu. Gue nebak, sih, Ning Arum.”

“Ryn, dengerin Teteh, ya! Kalau jodoh pasti nggak akan ke mana. Kalau kamu jodoh sama Gus Azzam, ya, pasti kalian akan bersatu, bagaimana pun caranya. Kalau kalian bukan jodoh, pasti Allah sudah menyiapkan jodoh yang terbaik buat kalian dan kalian akan bahagia dengan pasangannya masing-masing,” ujar Hanum.

♡♡♡♡

Kini Ayrine, Hanum, Maya, dan Diba bersiap-siap untuk berangkat ke puncak. Mereka dari semalam sudah antusias menyiapkan barang yang akan dibawa.

“Udah lama gue nggak ke puncak. Terakhir gue ke puncak itu dua tahun lalu,” celetuk Ayrine.

Hanum mengangguk. “Teteh juga, gak tahu kapan terakhir kali ke puncak. Yang pasti pas masih kecil.”

“Kalau aku waktu SMP sama keluarga.”

“Aku belum pernah. Keluarga aku gak sebahagia kalian semua.”

Mendengar perkataan Diba, Ayrine dan yang lain menghampiri. Lantas memeluk Diba dengan erat sampai terjungkal di kasur.

“Aduh, Diba sesek!” protes Diba, tetapi dia merasa bahagia karena memiliki teman seperti mereka. Baginya, rumah kedua setelah keluarganya yang sama sekali tidak pernah menganggapnya adalah mereka bertiga.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang