MCSG-23✔

17.3K 1.1K 30
                                    

“Aku sedang berusaha agar rasa lelahku tidak membuatku kalah dan juga menyerah,”

-Clayrine Azzahra

♡♡

“Assalamualaikum, Pak Kyai, Ummi.”

Ayrine meringis dalam hati saat melihat Naila, Hafidz, dan Azzam yang sedang berkumpul di ruang tamu. Dia sudah menduga akan dimarahi habis-habisan.

“Waalaikumsalam,” jawab mereka bertiga bersamaan.

“Ada apa ini, Ustadz Fahri? Mengapa bawa-bawa Ayrine?” tanya Naila sambil mengernyit.

“Ummi, Pak Kyai, maaf sebelumnya. Saya ke sini mau memberitahu kalau para santriwati keracunan makanan,” ujar Fahri.

“Astagfirullah. Kenapa bisa?” tanya Hafidz yang terlihat terkejut sekaligus ingin marah.

“Ini tadi katanya makanan mereka dimasak oleh Ayrine.”

Naila langsung saja berdiri lalu menghampiri Ayrine. “Apa bener, Ayrine, kamu yang meracuni para santriwati?”

Ayrine menggeleng. Dia menunduk karena merasa sangat takut. Ini lebih menakutkan daripada saat dimarahi oleh ayahnya.

“Ayrine, sebenarnya mau kamu itu apa? Kenapa kamu lakukan itu semua?” tanya Naila lagi dengan frustasi. Dia pun sudah sangat lelah menghadapi tingkah laku menantunya itu.

Tidak lama setelah itu, Hanum, Diba, dan Maya datang ke sana. Mereka akan menjelaskan semuanya. Ada juga Arum yang ikut masuk ke dalam bersama mereka bertiga.

“Ummi, maaf sebelumnya kalau saya lancang, tapi Ayrine tidak bersalah,” bela Maya dengan sedikit menunduk.

“Tidak bersalah kamu bilang? Sudah jelas dia meracuni para santriwati,” balas Naila.

“Kami juga ikut membantu, Ummi. Ayrine tidak membantu memasak sama sekali. Dia yang mengantar makanan saja,” timpal Hanum dengan hati-hati.

“Tapi, kan, Ummi. Maaf, ya, bisa aja Ayrine sudah masukkin sesuatu semacam obat atau apa pas sudah di sana,” sahut Arum.

“Ning Arum tolong jangan fitnah sahabat saya sembarangan. Ayrine bukan orang kayak gitu,” sela Maya.

“Kamu memang lihat langsung? Kan, nggak ada yang tahu,” balas Arum yang tidak mau kalah.

“Astagfirullah, Ayrine. Kamu benar-benar keterlaluan! Mau kamu apa?” bentak Naila.

Ayrine menunduk. Dia hanya menangis dalam diam. Sudah berapa kali masalah datang menghampirinya di waktu bersamaan. Seolah-olah dia tidak bisa diberi kesempatan untuk istirahat.

“Kenapa kamu hanya diam? Jawab!” Hafidz angkat suara. “Kalian berlima kembali ke asrama masing-masing!” perintahnya membuat mereka menurut dan beranjak pergi dari sana.

“Zam, Ummi sama Abi ada urusan. Tolong kamu selesaikan ini, ya,” pamit Naila lalu pergi dari ruang tamu, disusul oleh Hafidz.

Azzam menghela napasnya frustasi, mengacak rambutnya lalu menjatuhkan dirinya di kursi. Kepalanya mendongak, menatap kosong langit-langit ruang tamu.

“Ryn, sebenarnya mau kamu itu apa? Masalah satu kamu belum selesai, kenapa kamu menambah masalah baru lagi? Saya benar-benar gak habis pikir sama kamu,” kata Azzam dingin.

Ayrine hanya diam. Dia sudah tidak sanggup hanya untuk sekadar berbicara. Lidahnya terasa kelu. Hatinya berkata untuk terus diam, karena jika dia berbicara pun Azzam tidak mendengarkannya.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang