MCSG-26✔

17.7K 1K 24
                                    

“Berdamai dengan masa lalu itu perlu. Dan rasanya tidak seburuk itu,”

-ClayrineAzzahra

♡♡

“Azzam juga bingung, Ummi. Apa Azzam bisa bertahan? Azzam sudah nggak sanggup buat ngelawan semuanya,” ucap Azzam dengan lirih.

“Kamu harus tetap optimis, Zam! Jangan cepat menyerah! Yakin aja kalau semuanya akan baik-baik aja. Allah maha baik,” sahut Hafidz.

“Istirahat, Zam, sudah malam. Kamu jangan terlalu capek, ya,” titah Naila membuat Azzam mengangguk lalu berpamitan untuk ke kamarnya.

Azzam mengambil napasnya panjang saat berada di depan pintu kamarnya. Perlahan dia membuka pintu dengan pelan-pelan. Sedetik kemudian, senyumannya mengembang ketika melihat istrinya tengah melaksanakan salat. Dia memilih berdiri diam di ambang pintu. Dia tidak mau mengganggu Ayrine yang terlihat mulai menengadahkan tangan ke atas.

“Ya Allah, sungguh banyak kesalahan yang sudah hamba perbuat. Maafkan hamba, Ya Allah. Terimalah taubat hamba. Bimbinglah hamba ke jalan yang lurus, jalan yang Engkau ridhai. Bantulah hamba untuk menghadapi semua masalah ini. Hanya kepada Engkau hamba menyembah dan hanya kepada Engkau hamba meminta perlindungan. Aamin, aamiin, Ya Allah, Ya Rab.”

Setelah berdoa, Ayrine mengusap wajahnya lalu membuka mukenanya dan segera memakai kembali jilbab instannya. Setelah membereskan mukena, dia pun terkejut melihat Azzam yang sedang berdiri di ambang pintu sambil tersenyum ke arahnya.

Ayrine gugup, dia menunduk sejenak lalu memberanikan diri menatap suaminya. Azzam berjalan ke arahnya, lalu dia duduk di sebelah Azzam setelah diperintahkan.

Tangan Azzam sudah terangkat di udara, membuat Ayrine langsung memejamkan kedua matanya. Namun, dia tidak merasakan sakit pada pipinya, malah pipinya terasa diusap lembut.

“Kenapa? Gak mungkin saya nampar kamu.”

“Zam, terserah kalau lo mau marahin gue. Tampa raja kalau ngebuat lo tenang. Gue emang pantas dapetin itu dari lo,” ucap Ayrine sambil memegang kedua tangan Azzam.

Azzam tersenyum. “Ryn, saya tahu kamu ingin bebas, kan? Kamu lelah dengan saya dan kamu juga masih mencintai laki-laki itu, kan? Saya juga sudah lelah. Maafkan saya, Ryn. Insya Allah, saya ikhlas lepasin kamu.”

Ayrine menatap Azzam dengan terkejut. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali.

“Saya tahu perceraian memang dibenci oleh Allah. Namun, ini terpaksa, Ryn. Demi kebahagiaan kamu juga. Saya tidak mau egois mempertahankan kamu, sedangkan kamu terluka. Saya tidak tega dan kamu berhak bahagia dengan laki-laki yang benar-benar kamu cintai,” ucap Azzam mengeluarkan semua uneg-unegnya.

“Nggak, Zam! Gue nggak mau pisah! Gue sayang banget sama lo!” bantah Ayrine.

Azzam menggeleng. “Ini demi kebaikan kita, Ryn.”

“Kebaikan kita lo bilang? Kebaikan lo kali. Lo udah gak tahan, kan, sama gue, Zam? Lo udah capek sama gue dan lo mau nyari istri baru yang lebih baik dari gue, kan?” balas Ayrine menggebu dengan air matanya yang mulai berjatuhan.

“Ayrine, tolong mengertilah! Ini untuk kamu juga,” jawab Azzam dengan lembut.

Ayrine terisak. “Lo yang harusnya ngerti, Zam! Gue nggak mau pisah sama lo! Gue tahu kalau gue salah, gue minta maaf. Gue janji bakal perbaikin semuanya.”

Azzam mengecup puncak kepala Ayrine beberapa saat lalu menatap istrinya yang terus menolak untuk berpisah.

Ayrine mendonggak, menatap Azzam. “Gue mohon, Zam, lo ngerti. Gue udah terlanjur sayang banget sama lo. Gue gak mau kehilangan lo. Gue gak mau pisah. Kenapa lo gak  ngerti, sih? Apa yang harus gue lakuin supaya lo gak lepasin gue?”

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang