MCSG-27✔

19K 1.1K 122
                                    

“Seindah apapun cara perpisahan, itu akan tetap menyakitkan,”

-Clayrine Azzahra

♡♡

Naila menyuruh Ayrine untuk pulang dahulu ke Jakarta karena dia ingin Ayrine mengetahui sesuatu. Awalnya Ayrine menolak, tetapi dia terus saja membujuk Ayrine hingga akhirnya Ayrine luluh juga. Dengan alasan ada yang menjaga Azzam, Ayrine pun menuruti perintah mertuanya.

Beberapa jam yang lalu, Ayrine sudah sampai di rumahnya. Kini dia hanya berdiam diri di kamarnya. Tatapannya beralih ke sebuah foto di mana foto tersebut adalah foto pernikahannya dengan Azzam.

Ayrine bangkit dan mengambil foto itu lalu memeluk erat, seakan-akan foto itu adalah Azzam. Ingatannya ketika Azzam jatuh di pelukannya pun seketika terngiang-ngiang dalam benaknya.

Tanpa Ayrine sadari, Alika sudah memperhatikannya. Alika merasa iba dengan adiknya. Baru kali ini dia melihat Ayrine rapuh. Perlahan dia menghampiri Ayrine lalu memeluk untuk memberi kekuatan.

“Kak, Azzam sakit,” lirih Ayrine dengan napas yang tercekat, seakan suaranya menghilang.

“Iya, Kakak tahu. Kamu yang sabar, ya.”

“Tapi gue penyebab semua ini. Gue bikin dia kecewa, gue udah bikin dia sakit hati. Azzam juga udah nyerah sama gue. Dia mau lepasin gue, Kak,” adu Ayrine.

“Apa pun masalahnya, kamu jangan putus asa. Kamu harus yakin kalau semuanya akan kembali baik-baik saja, ya.”

Ayrine hanya mengangguk lemah.

“Yaudah, kamu sekarang istirahat aja dulu. Kakak buatin teh dulu, ya.”

Ayrine kembali mengangguk. Kepalanya berdenyut pusing. Dia sangat khawatir dengan keadaan Azzam. “Sampai kapan ini?” lirihnya sambil menangis. Perasaannya sekarang benar-benar campur aduk. Dia sudah lelah dengan semuanya.

Setelah lama menangis, Ayrine sudah lebih lega. Dia bersandar di sandaran ranjang dengan kedua mata yang sembab, kepalanya juga masih terasa pening.

“Ryn, gue masuk, ya,” ucap Alika meminta izin. Ayrine pun mengangguk sebagai jawaban.

“Ryn, nih, teh anget buat lo.” Alika menyerahkan segelas teh hangat pada Ayrine. Tangannya mengusap kepala adiknya dengan lembut. “Gue yakin semuanya akan baik-baik aja.”

Ayrine mengangguk lalu meminum teh itu sedikit. Dia kembali teringat pada Azzam. Penyakit Azzam bukanlah penyakit biasa. Itu adalah penyakit parah yang cukup sulit untuk disembuhkan. Ayrine berharap semoga Azzam  akan baik-baik saja.

“Ayo, ikut Kakak ke kamar Ayah!” ajak Alika sambil menggandeng tangan sang adik dan Ayrine hanya mengikuti saja.

Setelah sampai di kamar orang tuanya, Ayrine duduk di sebelah Vito, sedangkan Alika dan Karin duduk di sisi Vito yang lainnya.

“Ayrine, ini sudah saatnya kamu tahu yang sebenarnya,” ujar Vito membuat Ayrine semakin penasaran. Dia menyerahkan sebuah kotak kepada Ayrine.

“Ini dari siapa?” tanya Ayrine.

Vito tersenyum. “Dari Bunda.”

Ayrine membuka kotak itu lalu mengambil isinya. “I-ini foto aku sama Bunda, Yah?” tanyanya dengan antusias. Seketika senyumnya kembali terbit.

Vito mengangguk, lalu menyerahkan sebuah amplop berwarna merah muda kepada Ayrine.

Perlahan Ayrine membuka amplop tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah surat. Dia pun mulai membacanya.



Untuk Ayrine, Kesayangannya Bunda…

Kalau Ayrine baca surat ini, berati Ayrine udah besar ya, sayang? Udah dewasa. Maafin Bunda yah, Bunda nggak ada di samping Ayrine. Maafin Bunda yang gak bisa temani Ayrine sampai dewasa.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang