MCSG-21✔

16.9K 1K 7
                                    

“Permasalahan ini mudah, asalkan mau berbicara dan saling mendengarkan,”

-Clayrine Azzahra

♡♡

Kini Ayrine, Hanum, Maya, dan Diba sedang berkumpul, duduk di saung kecil yang berada di dekat perbatasan asrama putra dan asrama putri.

Ayrine sedari tadi sibuk memakan stik keju yang diberikan oleh Maya, sesekali sambil menjaili Diba dengan mengambil makanan yang hampir dimakan oleh sahabatnya itu.

“Ryn, kapan kamu punya dede bayi?” tanya Diba polos.

Ayrine menatap horor Diba. Bahkan hampir tersedak saking terkejutnya. “Dedek bayi bapakmu!” balas Ayrine kesal. Bagaimana tidak kesal, dia terbilang masih sangat muda untuk menikah. Dia masih berusia sembilan belas tahun, mana mungkin dia mau memiliki anak di usianya saat ini.

“Kan, biasanya orang kalau udah nikah itu punya dedek bayi. Kok, kamu belum? Aku pingin gendong ponakan, nih,” balas Diba.

“Bener. Kan, seru, tuh, ya. Ayrine nanti dipanggil Mama. Ah, gemesnya,” sahut Hanum dengan heboh.

“Iya, Ryn. Emang kamu belum praktek?” timpal Maya.

“Praktek apaan, sih? Dikira pelajaran kimia apa, praktek segala dibilangnya?” tanya Ayrine heran.

“Praktek kitab Qurrotul Uyun. Masa Gus Azzam gak tahu? Orang dia udah dewasa. Pernah juga ngisi materi itu,” jawab Maya enteng.

Ayrine tidak tahu apa itu kitab Qurrotul Uyun. Dia belum pernah melihatnya sama sekali, karena saat ikut mengaji, dia sering ketiduran. “Kitab apaan, tuh?” tanya Ayrine.

“Panduan suami istri,” jawab Hanum membuat Ayrine terkejut.

“Gila! Mana ada. Gue masih suci,” balas Ayrine spontan. Mereka semua tertawa melihat wajahnya yang memerah karena malu. Dia dan Azzam saja hanya sebatas pegangan tangan atau memeluk sekejap, itu pun jarang karena Azzam masih belum terbiasa bersentuhan dengan perempuan selain keluarganya.

Saat mereka asyik mengobrol, tiba-tiba Azka datang menghampiri mereka. “Assalamualaikum. Maaf, ya, saya ganggu waktunya,” salam Azka.

“Waalaikumsalam,” jawab mereka berempat kompak.

“Ada apa?”  tanya Maya.

“Ayrine, kita dipanggil Ummi,” jelas Azka.

“Yaudah, ayo! Takutnya Ummi perlu bantuan gue.”

Setelah berpamitan, Ayrine dan Azka menuju rumah Naila. Entah mengapa, tiba-tiba perasaan Ayrine tidak enak, tetapi dia mencoba berpikir positif jika semua akan baik-baik saja.

Sesampainya, Ayrine dan Azka langsung masuk ke dalam rumah itu setelah diizinkan masuk.

“Kalian duduk! Tolong jelaskan kesalahan kalian dengan sejelas-jelasnya!” titah Naila dengan tegas.

“Maksudnya gimana, Ummi?” tanya Ayrine heran. Masalahnya, dia sama sekali tidak tahu kesalahan apa yang dilakukannya, karena dari tadi dia bersama para sahabatnya dan tidak ada hubungannya dengan Azka.

“Kamu tidak usah mengelak, Ayrine. Jawab dengan sejujur-jujurnya! Apa pantas seorang perempuan yang sudah menikah berpelukan dengan laki-laki yang bukan mahramnya? Apalagi itu di pesantren,” jelas Naila.

Ayrine semakin bingung. Seingatnya, dia terakhir kali berpelukan ketika di reuni dengan Aldo dan itu bukan di pesantren. Lagi pula, Azzam pun sudah mengetahuinya.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang