MCSG-25✔

17.2K 1K 37
                                    

“Saya marah. Marah sama orang yang sudah jahat sama kamu. Dan saya termasuk orangnya”

-Azzami Fakhri Anggara

♡♡

Azzam turun dan membanting pintu mobil, meninggalkan Ayrine yang masih di dalam. Detik berikutnya, Ayrine pun turun dari mobil menuju ke rumahnya. Setelah masuk ke dalam rumah, keadaan terlihat sangat sepi, wajar saja karena ini sudah menunjukan pukul 12 malam. Ayrine menaiki tangga menuju kamarnya. Dia mengumpulkan keberaniannya untuk menghadapi Azzam. Dia akan terima jika suaminya memarahinya, membentaknya, bahkan jika dia ditampar sekali pun karena ini pantas untuk diterimanya.

Ayrine membuka pintu kamarnya, di sana tampak Azzam yang sedang duduk menunduk dan terlihat sangat frustasi. Perlahan dia menarik napasnya lalu menghampiri Azzam. “Zam,” panggilnya pelan lalu duduk di samping Azzam. Air matanya luruh, penyesalan mulai menyelimuti hati dan pikirannya.

“Maaf, Zam, gue nggak bermaksud bikin lo kecewa lagi. Gue bener-bener minta maaf, Zam. Tolong dengerin gue kali ini aja! Gue beneran gak bohong kalau gue gak pernah pelukan sama Azka. Gue juga gak ngeracunin mereka. Tolong banget percaya sama gue, Zam! Gue gak mungkin ngelakuin itu,” ucap Ayrine dengan isakan tangis yang mengikutinya.

Azzam hanya diam. Dia tetap menunduk. Entahlah, dia juga merasa tidak paham dengan masalah yang terus datang pada rumah tangganya.

“Zam? Kenapa semua orang nyalahin gue, padahal gue gak pernah ngelakuin kesalahan itu. Kenapa mereka cuma lihat gue dari sudut pandang mereka aja. Kenapa gue gak pernah didengerin. Ap ague gak boleh bela diri sendiri? Sakit, Zam! Gue gak punya siapa-siapa buat pulang, buat cerita kalau gue sedih. Gue mohon, Zam. Dengerin gue, maafin gue!” ucap Ayrine lagi dengan lirih.

Azzam menghadap Ayrine sekejap sebelum dia beranjak pergi, tetapi Ayrine langsung menahan lengannya. “Ayrine, saya lagi emosi. Saya takut kalau bicara yang nggak pantas buat kamu. Tolong biarkan saya sendiri dulu. Saya pikir kita sama-sama butuh waktu untuk intropeksi diri sendiri. Kita berpisah sementara, ya. Kamu boleh tidur di sini, biar saya yang tidur di kamar tamu. Saya cuma mau nenangin diri saya sendiri dulu. Tolong, ya, Ryn, saya nggak mau nyakitin kamu,” ucapnya lalu beranjak pergi.

“Zam, apa sesulit itu lo percaya sama gue?” lirih Ayrine. Perasaannya sudah tidak bisa lagi menahan semuanya. Dia merasa sangat lelah. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Perlahan dia pun merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang. Matanya menatap ke arah langit-langit kamar, air matanya kembali menetes.

“Gue capek,” lirih Ayrine tanpa dia sadari.

♡♡

Ayrine diam di balkon kamarnya, menatap kosong ke arah luar yang menampilkan santriwati yang sedang kerja bakti. Dia tak ingin keluar rumah terlebih dahulu, dia ingin sendiri. Bahkan Naila masih sangat marah kepadanya, hanya Hafidz yang masih berbicara, itu pun jarang. Kini dia semakin merasa sendiri.

Di lain sisi, Azzam tengah mengawasi santri yang sedang bekerja bakti. Dia tak sengaja melihat Ayrine yang berdiri di balkon rumahnya. Gadis itu terlihat melamun seorang diri.

Azzam memutuskan untuk pergi ke belakang pesantren saja. Di tempat itu cukup sepi, jarang sekali santriwan dan santriwati yang datang ke sana. Dia membawa Al-Quran kecil yang selalu dibawa ke mana-mana. Membaca Al-Quran adalah hal yang membuatnya kembali tenang. Namun, baru beberapa langkah, sayup-sayup dia mendengar pembicaraan beberapa orang di belakang pohon besar di depan gudang pesantren.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang