MCSG-14✔

18.8K 1.2K 7
                                    

“Memang skenario hidupku

sudah diatur oleh mereka?

Sampai-sampai aku tidak punya

kesempatan untuk memilih.”

-Clayrine Azzahra-

♡♡♡♡

Hari ini Ayrine akan pulang ke Jakarta. Dia sedang membereskan barang-barangnya. Dengan adanya pulang sementara, dia harap perasaannya bisa membaik.

Maya dan Diba menghampiri Ayrine, membantu untuk memasukkan beberapa barang ke koper gadis itu.

“Cepet balik, ya! Kita pasti kangen sama kamu.”

“Iya, Diba. Pasti balik lagi.”

Ayrine beralih memeluk Hanum yang baru masuk. “Makasih, ya. Teteh udah banyak banget bantu. Pokonya Teteh baik banget. Ayrine sayang banget sama Teteh.”

Hanum melepas pelukannya. “Teteh tadi beli roti. Buat kamu kalau lagi laper di jalan nanti.”

“Sumpah, ih! Gue gak tahu lagi harus gimana cara berterima kasih ke Teteh,” ujar Ayrine sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Hanum dan dua yang lain.

“Ryn, jangan lupa bawa oleh-oleh! Nggak banyak-banyak, cuma mobil buat satu orang satu,” ujar Maya.

“Didiemin ngelunjak, ya!” balas Ayrine.

Mereka pun tertawa bersama.

“Yaudah, gue pamit duluan. Gue pasti balik lagi. Jangan rindu sama gue! Berat, kalian gak akan kuat!”

Mereka bertiga pun mengantar Ayrine ke gerbang. Di sana sudah ada Vito yang sudah menunggu.

“Assalamualaikum, Om.” sapa mereka.

“Waalaikumsalam. Wah, teman-temannya Ayrine. Alhamdulillah, Om kira di sini dia gak ada temen.”

“Ayah kira aku gak bisa sosialisasi?” sahut Ayrine dengan kesal. Ayahnya itu sangat meremehkannya.

Vito tertawa. “Ya, siapa tahu. Kirain mereka udah stres duluan ngehadepin kamu,” ucapnya becanda.

“Ayah solimi banget sama aku!” gerutu Ayrine.

“Ya, sudah. Terima kasih, ya, sudah temenan sama Ayrine yang memang sering ngeselin. Kalau begitu, kita pamit pulang, ya. Assalamualaikum,” pamit Vito.

“Waalaikumsalam. Hati-hati, Om.”

 “Assalamualaikum,” salam Ayrine untuk pertama kalinya. Pasalnya, dia tidak pernah mengucapkan salam sebelum pergi. Mereka bertiga pun lantas terkejut.

“Waalaikumsalam,” jawab mereka dengan sedikit menahan tawanya.

Setelah itu Ayrine dan ayahnya masuk mobil dan beranjak pergi untuk pulang ke Jakarta.

“Maaf, ya, Mama nggak ikut jemput. Katanya lagi enggak enak badan. Pasti Mama kecapekan,” ujar Vito.

“Aku gak peduli dan aku malah jadi seneng.”

Vito menghela napasnya, sampai kapan Ayrine tak menerima Karin sebagai ibunya. Apa sebegitu bencinya kepada Karin. Dia harap Ayrine bisa mengerti nantinya.

Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya Ayrine dan Vito sampai di pekarangan rumahnya. Mereka pun masuk ke dalam. Langsung disambut oleh Karin.

“Kalian udah pulang?” sapa Karin dengan ramah. Karin terlebih dahulu mencuci tangan lalu menghampiri. Dia sudah memasak makanan kesukaan Ayrine.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang