MCSG-6✔️

19.4K 1.1K 4
                                    


“Jika rindu akan sembuh ketika bertemu,

lantas bagaimana denganku

yang tidak akan pernah bertemu?”

-Clayrine Azzahra-

♡♡♡♡

Pukul 02.00 dini hari, Hanum, Diba, dan Maya sudah terlelap. Namun, tidak dengan Ayrine.  Dia sudah berusaha memejamkan matanya berkali kali, tetapi nihil, dia tetap tidak dapat tidur. Akhirnya dia  memutuskan untuk pergi ke luar untuk mencari angin.

Ayrine berjalan mengelilingi pondok putri sambil sesekali menghela napasnya gusar. Dia mendadak rindu dengan teman-teman di SMA-nya dan juga ayahnya.

Ayrine memilih duduk di bangku taman,  menatap ke langit yang dipenuhi bintang-bintang. Seketika dia teringat momen-momen saat bersama bundanya. Sebuah ingatan terlintas dalam pikiran Ayrine.

“Arin, Sayang,” panggil sang bunda.

“Iya, Bunda?” jawab Ayrine lalu melihat ke arah bundanya. Dia terlebih dahulu  menyimpan boneka yang sedari tadi dia mainkan.

“Arin, kalau suatu saat Bunda pergi, Arin jaga diri baik-baik!” tutur Syifa, menatap putrinya dengan sendu.

“Bunda mau ke mana?” tanya Ayrine lalu menatap sang ibu dengan tatapan lugu. Maklum saja, dia masih anak-anak, sehingga tidak banyak mengerti.

Syifa menggelengkan kepalanya pelan. Setitik air mata jatuh dari pelupuk matanya. Ayrine mengamati wajah cantik ibunya lalu menghapus air mata itu. Syifa langsung saja memeluk Ayrine dan menangis.

“Bunda jangan nangis! Nanti Arin jadi ikut sedih. Bunda juga nggak boleh pergi! Bunda harus tetep ada di samping Arin, Arin sayang sama bunda,” lirih Ayrine.

“Suatu saat Bunda akan pergi, Sayang. Jadilah anak baik, ya! Yang nurut sama Ayah dan Kakak. Jangan nakal, ya, Nak!” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Syifa karena dia juga sudah tidak yakin dengan dirinya sendiri yang bisa bertahan atau tidak.

“Kalau Bunda pergi, nanti Arin sedih.” Ayrine menangis tersedu-sedu. Dia tidak ingin kehilangan orang yang paling dia sayangi di dunia. “Kalau Bunda pergi, nanti kalau Arin kangen Bunda gimana?” lanjut Ayrine dengan tatapan lugunya.

“Lihat bintang itu, Ryn! Bagus banget, ya?” Syifa mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau Ayrine sedih. Di lain sisi, dia sudah tidak bisa melawan penyakitnya lebih lama lagi. Sudah cukup tubuhnya terus menerima benda asing yang selalu disuntikan hingga membuatnya merasakan sakit yang hebat.

“Bintangnya cantik, kayak Bunda.”

“Arin juga cantik banget. Bahagia terus, ya, Nak!”

Air mata Ayrine luruh seketika saat mengingat itu semua. Rasa rindu yang terpendam membuatnya sesak. Dia ingin sekali memeluk bundanya saat ini.

“Kenapa Tuhan gak pernah adil? Kenapa Tuhan ambil orang-orang yang gue sayang?” gumam Ayrine dengan suara yang begitu lirih.

“Assalamualaikum,” salam seorang laki-laki yang kini berdiri tepat di samping Ayrine. Sedari tadi dia memperhatikan gadis itu dari kejauhan. Karena rasa penasarannya yang tinggi, maka dia memberanikan diri untuk menghampiri gadis itu.

Ayrine sontak terkejut. Bagaimana bisa laki-laki itu tiba-tiba ada di sampingnya. Dia segera mengusap air matanya, menunjukkan wajah galaknya agar tak terlihat sehabis menangis. Ayrine menatap malas laki-laki itu. Mengapa harus Azzam lagi? Apa tidak ada orang lain di dunia ini selain laki-laki aneh itu, pikirnya.

“Lo ngapain di sini? Sengaja ngikutin gue, ‘kan?” tuduh Ayrine kesal. Tidak bisakah laki-laki itu tidak muncul tiba-tiba dan membuatnya tidak terkejut?

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang