MCSG-16✔

19.2K 1.3K 16
                                    

“Tuhan itu sangat baik

karena sudah menciptakan kamu.

Untuk itu, aku sangat bersyukur

bisa memilikimu.”

-Clayrine Azzahra-

♡♡♡♡

Azzam baru saja selesai wudu. Matanya pun tidak sengaja menangkap sosok Ayrine yang masih terlelap. Perlahan senyumannya merekah. “Menggemaskan.”

Azzam terlebih dahulu menunaikan salat tahajud, dilanjut mengaji sambil menunggu azan subuh. Dia tidak membangunkan Ayrine karena istrinya terlihat lelah.

Setelah beberapa menit kemudian, azan subuh pun berkumandang, barulah Azzam menyudahi mengajinya, lalu menghampiri Ayrine. “Ryn, bangun dulu! Ayo salat subuh berjamaah!” cakap Azzam pelan sambil menepuk lembut lengan istrinya agar terbangun.

Ayrine menggeliat, masih memunggungi Azzam. “Halangan, Teh.” Dia kembali menyelimuti tubuhnya.

Azzam hanya tersenyum melihat tingkah Ayrine. Tidak lama itu, dia mengambil posisi untuk salat, tetapi suara ketukan pintu mengurungkan salatnya. Dia segera beranjak untuk membuka pintu tersebut

“Mau salat berjamaah sama keluarga, Zam?”

Azzam mengangguk. “Boleh, Yah.”

“Ayrine nggak ikut? Bangunin aja, Zam! Memang kebiasaan itu anak. Susah banget dibangunin,” kata Vito.

“Ayrine katanya halangan, Yah. Biarin saja tidur, soalnya kayaknya kecapekan juga,” jawab Azzam.

“Yaudah, yuk!” Vito langsung mengajak Azzam menuju ruang ibadah di rumahnya. Mereka menunaikan salat subuh berjemaah. Vito pun menunjuk Azzam untuk menjadi imam salat kali ini.

“Masyaallah, Ayah beneran gak salah pilih kamu untuk pasangan hidup Ayrine,” ujar Vito setelah mereka selesai salat dan dilanjut zikir serta berdoa.

Azzam hanya tersenyum menanggapinya.

♡♡♡♡


 “Kak, gue semalem mimpi aneh,” ujar Ayrine.

“Mimpi apa lo?” balas Alika dengan penasaran.

“Saking terlalu sedihnya gue ditinggal nikah sama Azzam, gue kebayang-bayang wajah dia mulu. Dia terus muncul di muka suami gue, Kak. Gue nggak mau kayak gitu terus! Masa gue kebayang Azzam mulu! Oh, iya, dia yang gue ceritain ini, tuh, anak Pak Kiai di ponpes gue,” ucap Ayrine dengan berbisik dan bernada kesal.

Alika melongo. “Hah? Gimana-gimana?”

“Jadi, gue, tuh, suka anaknya Pak Kiai yang punya pesantren tempat gue mondok, namanya Azzam. Terus gue denger kalau dia mau nikah. Ya, jelas gue patah hati sampai sekarang. Nah, bayang-bayang mukanya dia itu muncul terus di pikiran gue, mana bayangan itu muncul mulu di muka laki gue. Kan, gue jadi potek terus, Kak!”

“Ryn! Gue mau nangis, plis!” rengek Alika kesal.

“Lo aja pengen nangis, apalagi gue.”

“Assalamualaikum.” Terdengar salam dari luar.

“Waalaikumsalam,” jawab Ayrine dan Alika.

Ayrine menyengir saat melihat ayahnya. Gadis itu menatap ayahnya lekat yang berdiri di ambang pintu.

“Ayah ke ma—hah! Azzam?” Seketika pertanyaan Ayrine berganti menjadi pekikan saat dia melihat Azzam yang berdiri di belakang ayahnya.

“Ayah sama menantu Ayah abis joging. Kamu gak sopan sekali manggil suami kamu begitu!” geram Vito.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang