Satu

15.9K 906 25
                                    

Tulisan yang di-italic atau tulisan miring di dialog pura-puranya adalah Bahasa Inggris sebagai pembeda Bahasa Indonesia. Terima kasih.

-

"Ayo, silakan Mr. Charlie. Saya akan membawakan barang-barang Anda dengan—hm ... kamu pasti Bryan?" Lelaki penjilat itu tersenyum dengan sangat memuakkan, sok akrab dengan dua lelaki beda usia di depannya. Ia membawakan kedua koper besar itu seorang diri, sedangkan dua pria asing di depannya justru memasuki mobil dengan apatis tanpa mengindahkan sapaannya sama sekali.

"Heleh, dasar bule sombong!" gumamnya sembari mengumpat dengan bahasa Indonesia—berbeda sekali dengan ujaran sopan yang ia layangkan sebelumnya menggunakan bahasa Inggris—pria itu lantas memasuki mobil, mengemudikannya untuk berjalan ke rumah kakaknya.

-

"Ini dia!" unjuk lelaki itu dengan senang setelah keponakannya membukakan pintu untuk mereka. "Ini Gamaliel, anak yang akan Mr. Charlie adopsi."

Gama yang nilai bahasa Inggrisnya di bawah rata-rata hanya memiringkan kepalanya bingung. Ia menatap pamannya heran, pun makin heran saat melihat dua lelaki asing yang dibawa oleh paman ke rumah mereka.

"Dia kelihatan bagus," respons pria asing yang lebih tua sembari menilik tubuh kurus Gama dari atas ke bawah. Sedangkan anak di samping pria itu hanya menatap Gama datar, namun sama halnya dengan ayahnya. Lelaki itu pun ikut menilik tubuh Gama dari atas ke bawah.

"Om, mereka siapa?" tanya Gamaliel setelah merasakan risih karena dua lelaki ini terus melihatinya, menelanjangi Gama dengan tatapan mereka.

"Ini calon ayahmu yang baru, Gam." Dengan enteng lelaki tiga puluh tahun itu menjawab tanpa menatap Gamaliel yang mendongak kaget melihat adik dari ayahnya itu.

"A-ayah baru?"

Pamannya pun mengangguk. "Iya, ayah baru. Mereka bakal bawa kamu ke Amerika, ketemu sama keluarga barumu. Kamu nggak mungkin bisa hidup sama ayahmu yang idiot itu, Gama!"

"Aku nggak mau ikut ke Amerika!" Gama memekik tertahan. Ia tak ingin membuat keributan di tengah makan siang keluarganya.

"Terus kamu mau bertahan di tengah kemiskinan ini terus-terusan, apa?!" Doni—nama pamannya itu memelototi Gamaliel geram.

"Ha-lo, ka-lian mau ma-kan ...?" Ayah Gama keluar dengan tersenyum lebar, menginterupsi perdebatan sengit antara si bocah dan si adik. Kakak dari Doni itu berkata dengan terbata, mengajak orang di luar rumah kecil mereka untuk makan bersama.

"Ga-ma ma-sak banyak. Ini, am-bil," lanjutnya seraya menyodorkan Mr. Charlie piring yang berisikan nasi yang sangat berantakan hingga nyaris keluar dari piring bening itu.

Mr. Charlie mengernyitkan dahinya tak suka. Ia merasa jijik karena lelaki itu menyodorkan piring tepat di depannya, membuat beberapa butir nasi itu menempel di kemeja mahalnya. Mr. Charlie menepis piring plastik itu hingga sebagian nasi itu berceceran ke lantai.

"Kau pikir aku mau memakan makanan anjing itu?!" sentaknya.

"Ayah!" Bryan memanggil ayahnya, memperingati. "Itu bukan makanan anjing. Itu nasi, makanan para orang Asia!" katanya.

"Aku tak peduli. Ayo, Bryan. Dan Doni, antarkan kami ke hotel. Aku tak tahan dengan rumah kumuh ini," ujar Mr. Charlie angkuh. Ia berjalan duluan diikuti dengan paman Doni yang berlari kecil, meninggalkan Bryan yang menatap Gama dan ayahnya bergantian. Terlihat menyesal dengan tindakan sang ayah.

"Sorry."

Lalu, Bryan menyusul kedua lelaki itu. Meninggalkan dua lelaki lain yang menatapnya bingung.

-

"Weh, ya ampun! Bulenya cakep banget, anjir!" pekik salah satu gadis yang sedikit norak. Maklum saja, hampir mustahil kampung mereka ditandangi oleh orang asing. Apalagi orang asingnya masih muda dan tampan macam Bryan.

Gadis lain menyahuti dengan heboh, mereka yang bertotal lima orang langsung mengerubungi Bryan bak gula mengerubungi semut. Bryan tak bisa menepis tentu saja, bagaimanapun orang-orang yang tengah menyubiti dan memegangi tangannya adalah wanita. Matanya pun memicing kala sinar ponsel mereka menyala terang ketika memotretnya. Dirinya bingung. Ia bukan artis, tapi mengapa mereka mendatanginya seolah bertemu dengan idola mereka?

"Stop!" Kata-kata itu terus terlontar dari bibirnya. Ia bergidik ngeri melihat sekumpulan gadis-gadis barbar ini.

"Berhenti!" teriak Gama. Ia yang sedari tadi melihat pemandangan menjijikkan itu langsung angkat bicara. Ia yang berbadan kecil langsung melompat dari jendela kamarnya yang rendah, membawa ember kecil berisikan air keruh. "Kalo nggak berhenti, kakak-kakak kusiram pake air pel, lho!"

Perempuan-perempuan yang terlihat lebih tua darinya itu hanya menganggap ucapan Gama sebagai ancaman angin lalu saja. Mereka hanya memandangnya sekilas dan kembali ke aktivitas mereka sebelumnya—menggodai Bryan tentu saja.

Hingga akhirnya ....

Byurrr!

"AAAH!!"

... air pel itu membasahi punggung mereka.

"Dasar kurang ajar!"

"Bocah tengik!"

"ANJIR!"

Pekikan dan makian mereka yang tak terima diperlakukan seperti itu oleh Gama lantas bersahutan.

Selagi mereka membersihkan air yang mengaliri tubuh mereka, Gama langsung menarik tangan Bryan yang lebih besar darinya. Berlari dari kejaran wanita-wanita buas yang hendak menghajar mereka berdua.

Bryan dan Gama terus berlari, hingga akhirnya memutuskan untuk menaiki tangga yang berada di luar rumah kosong. Menaikinya hingga ke rooftop.

"Mengapa para gadis di sini sangat mengerikan?" tanya Bryan dengan bahasanya.

"Hah?" Gama mengernyit bingung. "Apa?"

"Gadis-gadis itu benar-benar binal!" Ia masih mengomel dengan bahasa ibunya, sedangkan Gama terus mendengarkan meskipun ia tak paham.

"Aku Gama. Namamu siapa?"

"Huh?" Kali ini Bryan yang dibuat bingung. Pasalnya ketika bermenit-menit mengomel, laki-laki di depannya hanya diam. Dan sekalinya berbicara langsung menggunakan bahasa Indonesia yang tak dimengertinya.

"Namaku Gama. Namamu siapa? Na-ma," eja Gama sembari menunjuk dirinya dan pria di depannya bergantian.

"Uh, nama? Name?" tanya Bryan memastikan, diangguki oleh Gama antusias. "Aku Bryan. Bry-an," ejanya.

"Halo, Bryan! Aku Gama!"

Dan inilah awal dari sebuah pertemanan keduanya.





Niatnya mau pake B

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Niatnya mau pake B. Inggris langsung, tp males jg soalnya banyak yg kudu tak terjemahin takut-takut ada yg ga paham. Jadi yodah, kukasihnya b. Indo semua aja ngono lho.

THE FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang