Sembilan Belas

4.9K 547 41
                                        

Dan di sinilah Gama sekarang, di dalam bangunan yang didominasi oleh sekumpulan orang Asia yang tengah menyantap hidangan mereka.

Dirinya mengekori teman barunya, memasuki kedai chinese food milik keluarga Valen yang ia ketahui adalah keturunan Tionghoa yang menetap lama di Indonesia. Lalu, keluarganya pindah ke Brooklyn sekitar enam tahun yang lalu—Valen sempat menceritakan hal ini pada Gama saat di perjalanan tadi.

"Xiao Len! Cepetlah, sini! Disuruh buang sampah, lama bener." Seorang wanita tua melambaikan tangan pada mereka untuk mendekat. "Lu bawa siapa nih, ya?"

"Temen," jawab Valen singkat.

"Wah, hen tian!" Wanita tua itu menatap Gama dengan senyum keibuannya. [trans: manis sekali.] "Sini, sini!" lanjutnya dengan bahasa Inggris.

"Dia orang Indo, Ma."

Wanita itu manggut-manggut, tersenyum makin lebar ketika Gama dan Valen berjalan mendekatinya di meja kasir.

"Sudah makan?" tanyanya seraya merangkul Gama. "Lu kurus betul, ya? Makan sana, makan—Xiao Len! Ambilin temen lu makan, jangan bengong aja!"

Valen berdecak malas, "Kamu duduk dulu deh di sini, temenin mamaku."

Walaupun terlihat ogah-ogahan, namun pada akhirnya dirinya jalan juga ke dapur, menyediakan makanan untuk Gamaliel.

"Kenal Valen dari mana?" tanya ibu dari Valen itu. "Di sini ngapain? Kerja? Kuliah? Atau ... pindah aja ke sini sama keluarga?"

Gamaliel tersenyum kecut, "Saya ngunjungin keluarga di sini, Ayi." [ayi: bibi.]

"Oh, ya? Siapa? Nenek? Kakek? Tante?"

"Adik saya."

"Adik kamu ...."

Ibu Valen itu terus bertanya, tipe ibu-ibu cerewet yang ingin banyak tahu. Terutama ingin mengetahui teman dari anaknya, tentu saja.

"Ma, jangan ditanyain terus," interupsi Valen saat melihat gerak-gerik Gama yang nampak tak nyaman. Kadang kala ibunya ini memang kurang peka. "Nih, Gam. Aku udah siapin makanan. Kamu makan, gih."

Gamaliel sontak menghela napasnya lega. Akhirnya interogasi itu selesai juga. Ia pun menganggukkan kepalanya sopan, meminta izin untuk mengikuti Valen ke dalam rumah mereka.

"Thank me later," bisik Valen.

Gamaliel tersenyum lebar menatap Valen. "No. Thank you for now."

-

"Sorry for asking, but ... sebenernya kamu kenapa dikejar orang-orang tadi? Do you know them?"

Gama menaikkan kedua bahunya seraya menggeleng pelan, "Aku juga nggak tau kenapa mereka ngejar aku. Aku ngerasa aku nggak pernah buat masalah di sini sama salah satu dari mereka."

"Terus, um ...," Valen terlihat ragu untuk melanjutkan ucapannya, "kenapa kamu bisa ada di sini? Aku lihat-lihat, kamu kayak lagi luntang-lantung. Kamu nggak keliatan kayak orang yang lagi liburan atau tinggal di sini. Kayak ... minim persiapan gitu."

"Aku mau ketemu adikku, tadinya. Tapi ... aku dihajar orang di gang, uangku dirampas. And I have nothing for survive."

"You lied," kata pria sipit itu. "Kamu pasien kabur, 'kan?"

"Hah?" Mata Gama lantas melotot lucu. Kaget akan tebakan Valen barusan. Apa Valen adalah cenayang? pikir Gama.

"Nggak usah mikir aneh-aneh. Aku liat baju pasien kamu, Gama," sela Valen dengan wajah mengintimidasinya, membuat Gama menelan ludahnya gugup.

THE FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang