"Hari ini panas sekali," keluh Bryan pada lelaki paruh baya di sampingnya yang tengah berjemur di tanah yang beralaskan karpet kecil hanya menutup matanya santai, tak menggubris perkataan anaknya sama sekali. "Ayah, kau mendengarkanku 'kan?"
Pria bermarga Johnson ini pun berdecak sebal. "Berhenti mengeluh, Bryan. Lagipula berjemur jam segini itu menyehatkan."
"Hai, Mr. Charlie, Bryan. Aku membawakan kalian minuman." Jessica bersimpuh di tanah, berada di antara dua karpet sepasang ayah dan anak itu sambil membawakan dua botol minuman bersoda yang terlihat menyegarkan. "Minumlah selagi dingin."
Mr. Charlie mendudukkan dirinya, ia mengambil salah satu botol yang Jessica bawa dan berkata, "Lihatlah, Bryan. Jessica sudah membawakan kita minuman."
Bryan merotasikan matanya malas. "Aku tak mau."
"Bukannya kau bilang kepanasan tadi? Minumlah, Jessica sudah repot-repot membawakan kita ini."
Bryan tidak dalam mood yang bagus sedari tadi. Oleh karena itu, Bryan berdecak dengan wajah bersungut-sungutnya. "Lebih baik aku pergi."
"Minumlah dulu," rengek Jessica dengan wajah sok imutnya, membuat Bryan semakin emosi hingga menepis botol itu hingga terjatuh di pasir pantai, mengucurkan air soda yang terbuang percuma.
"Bryan!" Mr. Charlie menahan diri untuk tak membentak anak sulungnya. "Minta maaf!"
Bryan membuang pandangannya. Kekeraskepalaan Bryan benar-benar menguras kesabaran ayahnya.
Mata pria asing paruh baya itu pun teralih, menatap Jessica yang menundukkan kepalanya, belagak sedih dengan apa yang Bryan lakukan kepadanya. Membuat Mr. Charlie kian merasa bersalah.
"Jessie, maafkan Bryan," sesal Mr. Charlie. "Bryan, ayo minta maaf pada Jessica," pinta Mr. Charlie agak memaksa.
Bryan mengembuskan napasnya pasrah, tangannya terulur ogah-ogahan. "Ya, maafkan ak—Ah! Gama!"
Tangan yang hendak Jessica jabat itu turun sebelum waktunya. Alih-alih menyelesaikan permintaan maafnya, Bryan justru saat ini berlari bak idiot hanya untuk mengejar Gama, kakak dari gadis yang baru saja ia jahati.
Jessica yang melihat hal itu pun hanya tersenyum maklum sembari menatap Mr. Charlie yang menatapnya canggung. Namun meskipun senyuman terlukis di wajahnya, terdapat kepalan tangan serta tumpukan emosi yang ia sembunyikan di balik dirinya. Dan tidak ada seorang pun yang boleh mengetahui hal itu.
-
"Gama!" teriak Bryan dengan berlari kecil. Senyuman lebarnya itu ia lepaskan dengan sukarela hanya karena melihat Gama yang tengah berjualan asesoris di kotak yang Gama talikan di badannya, persis seperti pedagang asongan keliling.
"Hai!" sapa Gama dengan senyuman yang tak kalah lebarnya.
"Hai!"
"Hai!"
Lagi, untuk kesekian kalinya 'hai' adalah sapaan beruntun sebagai rutinitas ketika keduanya bertemu. Bukannya membuat Bryan sebal, malah membuatnya gemas dengan kebiasaan Gama yang satu ini.
Bryan mengeluarkan ponselnya, membuka sebuah aplikasi penerjemah sebagai alat komunikasi untuk mereka. "Apa kau sedang berjualan? Balas menggunakan ini. Belajar pakai ponselku, aku malas memegangi ponsel ini terus-menerus."
Bryan menyodorkan ponselnya pada Gamaliel sampai ponsel itu mengubah bahasa Inggrisnya menjadi bahasa Indonesia.
Gama mengambil alih ponsel Bryan, terlihat kikuk karena ia belum pernah memainkan ponsel apa pun. "Ya, aku sedang berjualan. Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Gama.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FEELINGS
RomanceBryan Johnson, lelaki berdarah Amerika itu ikut dengan ayahnya ke Indonesia guna melihat anak adopsiannya--katanya--ia bertemu dengan Andreas bersaudara yang ternyata tinggal bersama paman dan ayahnya yang miskin. Pantas saja ayahnya ingin mengadops...