"Apa airnya cukup? Tidak terlalu dingin 'kan?" tanya Bryan ketika mengisi air yang perlahan menggenangi tubuh mereka.
Ya, sore ini kedua lelaki yang berjarak usia tiga tahun ini sedang mandi bersama, berendam dalam satu bathtub besar yang termasuk fasilitas mewah bagi pemesan kamar setelah lelah bermain game seharian.
"Apa?" Gama bertanya balik.
Satu-satunya kendala berbicara mereka kembali, yaitu bahasa mereka yang berbeda.
Bryan mengembuskan napasnya dan tersenyum pasrah ketika dirinya yang lupa membawa ponselnya kemari. Ia agaknya kesusahan karena harus memberikan bahasa isyarat asal buatan mereka yang sedikit konyol baginya. Tapi apa boleh buat, ia pun memberikan gestur-gestur agar Gama mengerti.
Jadi ia mengambil air di telapak tangannya dan memberikan gerakan kedinginan yang membuat Gama tersenyum kegelian.
Gama mengangguk paham, "Ya, airnya nggak dingin kok."
Tak mengerti, tapi berusaha mengerti. Itulah Bryan dan Gama.
"Apa yang mau kamu lakukan setelah ini?" Bryan membuka topik lain dan hanya direspons dengan kepala yang dimiringkan oleh Gama si lelaki bingung. "Kamu mau melakukan apa? Laku-kan a-pa?"
"Aku mau pulang. Home."
"Kenapa buru-buru sekali? Apa kamu tak mau menginap di sini? I-nap. Stay."
"Adik sama ayahku pasti nungguin aku buat makan malem. Kasian mereka kalo aku di sini lama-lama."
Meskipun tak paham bahasanya, tapi melihat wajah tak enak Gama membuat Bryan paham. Laki-laki ini tak bisa menginap sesuai permintaannya.
"Gama ... kau sungguh manis, kau ... harus menjadi saudaraku. Harus kau."
"Um?"
"Kita bersaudara, 'kan?"
Yang muda tertegun. Sejujurnya, kedekatan mereka memang membawa efek persaudaraan yang kental sekali. Ia ingin menganggukkan kepalanya, tapi bayang-bayang Jessica yang ingin menjadi bagian keluarga Johnson sangat mengganggunya. Ia sudah berjanji bahwa Jessica-lah yang akan menjadi saudara Bryan, bukan dirinya.
"Aku ...."
"Bryan! Kau di mana?" teriak seseorang dengan bahasa asingnya dari luar kamar mandi.
"Aku di kamar mandi, Ayah!" sahut Bryan tak kalah keras.
"Mengapa kau meninggalkan ay—tunggu, apa yang anak itu lakukan di sini?" Ayah Bryan yang tiba-tiba memasuki kamar mandi lantas bingung melihat anaknya yang tak sendiri. Bisa dilihatnya sepasang anak adam itu menenggelamkan tubuh mereka di bathtub yang sama.
"Oh, aku baru saja bermain bersama Gama dan memutuskan untuk bermandi bersama. Setelah ini kami akan pergi mencari makan mal—"
Dengan pandangan merendahkan, Mr. Charlie menarik tangan Gama dengan jijik seolah menyentuh seonggok sampah. Membuat tubuh kecil Gama berdiri setengah terhuyung karena pergerakan yang mendadak yang Johnson senior itu berikan.
"Jangan mandi bersama putraku! Kumanmu akan berpindah ke anakku nantinya!"
"Ayah!" Dengan panik Bryan menahan tubuh telanjang Gama yang tengah linglung tak paham akan emosi ayahnya, ia menarik diri Gama untuk kemudian mendekapnya dengan protektif, "Jangan kasar begitu dengan Gama!"
"Lepaskan dia, Gama! Bocah tengik ini hanya akan mengotori kita!"
"Aku hanya ingin dekat dengan calon saudaraku, apa tidak boleh?!" bentak Bryan sangat keras sehingga membuat gema di kamar mandi ini memantuli mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FEELINGS
RomanceBryan Johnson, lelaki berdarah Amerika itu ikut dengan ayahnya ke Indonesia guna melihat anak adopsiannya--katanya--ia bertemu dengan Andreas bersaudara yang ternyata tinggal bersama paman dan ayahnya yang miskin. Pantas saja ayahnya ingin mengadops...