"Berhenti nangis deh, Gama! Kamu nggak malu apa diliatin gitu?!" Om Doni berbisik dengan penuh penekanan. Agaknya ia kikuk ketika orang-orang menatap satu orang dewasa yang terlihat memaksa dan satu anak kecil yang menangis penuh ronta. "Diem, goblok!"
"Lepas! Aku nggak mau ikut sama Om!" pekik Gama sembari menggeliat-geliatkan tubuhnya kencang, berharap bisa lepas dari cengkeraman sang paman.
"Kamu mau ayahmu kupukul lagi? Mau?!" Terlihat Gama menggeleng takut akan ancamannya. "Makanya nurut!"
Hingga akhirnya Gama pun pasrah digandeng—yang lebih tepatnya dicengkeram—oleh adik sang ayah.
"Good boy, you son of bitch."
-
"Senyum dong, jangan cemberut!" pinta sang fotografer yang berada di belakang kameranya. "Nanti foto paspormu jelek, lho!"
Ya, sepasang paman dan keponakan ini sedang berada di studio foto yang berada di dekat kota guna membuat gambar Gama untuk ditempeli di paspor dan segala berkas lainnya.
"Aish," Paman fotografer itu mengeluh tak suka, terlihat pria muda itu mendekati Gama untuk dibenarkan posisinya, "kepalamu harus lurus. Senyum—yak, lumayan."
Kemudian, saat fotografer itu berbalik entah mengapa kepala Gama kembali miring dengan bibir cemberut yang menghiasinya.
"Duh, gimana si—"
"Udah, foto seadanya aja! Senyum nggak senyum juga nih anak tetep jelek! Biarin aja!" omel Om Doni gusar tatkala melihat Gama tidak difoto-foto, dan si fotografer justru terus membenarkan posisi Gama.
Itu membuang waktu berharganya, tahu!
Fotografer itu menghela napasnya pasrah. Ia pun kembali ke posisinya dan ...
Satu,
Dua,
Tiga.
Ckrek!
Akhirnya sesi foto penuh halangan itu selesai, namun sang petugas studio foto meminta untuk Om Doni kembali dua jam lagi untuk mencucinya dengan baik.
Om Doni dengan malas menyanggupi. Tadinya ia mau minta cetak express, tapi tak bisa karena musim masuk sekolah membuat slotnya penuh. Ya, apa boleh buat? Yang penting foto jadi, paspor bisa segera diurusi.
"Udah, sana! Aku udah nggak butuh kamu lagi sekarang!" Om Doni mendorong tubuh kecil Gama hingga anak itu mundur beberapa senti dari posisi sebelumnya. "Cari uang, sana! Jangan cuma bisa nyusahin aja."
Gama yang cemberut pun pergi, meninggalkan sang paman dengan kepala tertunduk sedih.
Paspor akan segera diurus, apa ini berarti ia benar-benar akan dikirim ke Amerika sana?
-
Jessica mendecih ketika melihat sang paman dan kakak baru saja keluar dari studio foto.
Jadi benar, kakaknya akan tetap pergi? Oh, tentu saja di kepala cantiknya itu ia tahu untuk apa sang paman membawa Gama ke sana, tak mungkin jika mereka mau foto bersama.
Paman jahat mereka itu mana sudi foto dengan keluarga miskin seperti keluarga mereka—oh, Jessica juga enggan, omong-omong.
Maka dengan tak mau kalah, anak itu pun kembali ke rumah untuk berdandan dan kemudian akan ke studio yang sama dengan Gama.
Kalau paman bodohnya itu tak mau membuatkannya paspor, ia bisa sendiri, kok!
-
"Ah, kamu manis banget," puji paman fotografer yang hanya dibalas senyuman super manis dari Jessica. "Ya, pertahanin posisinya! Satu, dua ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FEELINGS
Storie d'amoreBryan Johnson, lelaki berdarah Amerika itu ikut dengan ayahnya ke Indonesia guna melihat anak adopsiannya--katanya--ia bertemu dengan Andreas bersaudara yang ternyata tinggal bersama paman dan ayahnya yang miskin. Pantas saja ayahnya ingin mengadops...