Part 15: Tumbang

139 33 1
                                    

Tok Tok

"Zara! Are you home? Buka pintunya, dong!" teriak Shelin kencang. Memecahkan kesunyian pagi. Sayang, yang dipanggil seakan tuli. Zara semakin mengeratkan pelukannya pada guling kesayangannya. Suhu tubuhnya yang naik membuat matanya semakin berat untuk sekedar terbuka sebentar saja.

Shelin tak menyerah, ia kembali menggedor-gedor pintu Zara sekuat tenaga hingga kedua telapak tangannya memerah. Berulang kali Shelin menggulir layar ponselnya yang dipenuhi notifikasi tentang Rey Hirano dan calon istrinya.

Sebenarnya Shelin bukanlah penggosip ulung, apalagi hanya untuk membahas gosip tentang seorang Rey Hirano, laki-laki yang sudah pernah menyakiti Zara. Namun, sosok calon istri Reylah yang membuatnya penasaran setengah mati. Walaupun foto yang beredar tidak terlalu mempertontokan calon Rey secara jelas, namun bagi seorang Shelin yang sudah teramat dekat dengan Zara sungguh tidak sulit baginya untuk menebak identitas calon Rey. Ia yakin setengah mati bahwa gadis itu ialah Zara, sahabatnya sendiri. Ia ingat betul bahwa malam itu Zara memiliki job kerja di Crystal Hotel. Hotel itu juga merupakan lokasi terungkapnya prosesi lamaran Rey yang terkesan sederhana namun penuh romansa, membuat para perempuan dengan jiwa bucinisme tingkat dewa berteriak histeris ketika mengetahui kabar mengejutkan ini.

Tidak mau kehilangan akal, Shelin nekad mencongkel jendela kamar Zara dengan gunting kebun yang ia temukan di kebun Zara.

"I got it!", pekik Shelin sembari menjentikkan jemarinya. Dengan segera ia kemudian masuk melalui jendela tersebut, sesekali ia memandang korbannya itu dengan iba. Ia berjanji akan membetulkan kembali korbannya itu, tapi nanti, setelah ia memastikan hubungan antara Rey dan Zara.

Shelin membuka pintu kamar Zara kuat-kuat. Di sana nampak tubuh mungil Zara terbalut selimut yang berlapis-lapis jumlahnya, wajah puthnya nampak memerah dengan gigi yang bergemeletuk. "Ya Ampun! My Zara! Kamu sakit?" Shelin segera menempelkan punggung tangannya ke dahi Zara.

Dan benar, suhu tubuh Zara begitu tinggi. Shelin melirik ke sudut kamar Zara tepatnya keranjang baju Zara. Nampak seragam putih hitam yang Zara pakai semalam teronggok di dalamnya dalam keadaan basah. Shelin mencocokkan seragam Zara dengan seragam gadis yang didiga merupakan calon istri Rey. "Tidak salah lagi," gumam Shelin.

"Cel,," panggil Zara dengan sangat pelan.

Shelin tersentak dari lamunannya dan segera berbalik menghampiri Zara.

"Kamu kok nggak bilang sih kalo sakit?"

Zara menggelengkan kepala perlahan. "Sebentar lagi juga sembuh, Zara udah minum wedang jahe,"

"No way! Sini pakai jilbab kamu, kita periksa ke dokter sekarang!" ajak Shelin galak. Ia geram pada Zara, ia selalu saja menganggap segalanya mudah untuk dilalui. Apalagi di saat sakit begini, Zara seolah menganggap dirinya paling kuat, sehingga tidak sudi untuk meminta bantuan pada Shelin.

Zara menjawab omelan Shelin dengan gelengan saja. Gadis itu kembali merapatkan selimut ke sekujur tubuhnya. "Aku takut disuntik."

Shelin tergelak mendengar kejujuran Zara, sungguh sebuah alasan yang terlalu klasik untuk manusia seusianya.

"Sayangku, Zara. Kamu hidup di tahun 2020. Tahun dengan jutaan kemajuan di berbagai bidang, termasuk kesehatan. Jarang banget dokter bakal ngeluarin pusaka suci mereka kecuali pasiennya bener-bener lagi urgent. Toh kamu cuma demam, kan?"

Zara terlihat berpikir usai mendengar omelan sahabatnya itu, ia menyembulkan ujung kepalanya keluar dari selimut. Matanya memandang takut ke arah Shelin yang nampak garang saat ini. Sejujurnya Zara bukan bermaksud tidak mau mengabari Shelin perihal demamnya kali ini. Hanya saja ia tidak punya wwaktu untuk itu, dari semalam sampai saat ini, Zara terlalu khusyuk dalam tidurnya, ia hanya bangun untuk menunaikan ibadah subuhnya sebentar.

"Atau kamu pengen aku telponin kak Arkan buat anterin kamu periksa? Nanti dia anterin kamu pakai motor gede kesayangannya itu loh, Ra" goda Shelin.

Zara segera melempar bantal lehernya ke arah Shelin dengan kesal. Mana mungkin Zara mau? Sebenarnya Zara mau-mau saja, namun ia tak sanggup. Jangankan berboncengan, hanya sekedar menatap mata Arkan saja Zara sudah dag-dig-dug setengah mati, apalagi jika disuruh berboncengan.

"Kamu sendiri tahu kalo aku nggak kuat buat sedekat itu sama Kak Arkan. Yang ada penyakit aku nanti bukan cuma demam, ditambah serangan jantung. Tau sendiri kan gimana lebainya jantung aku kalo lagi deket sama dia?"

Shelin terbahak mendengar pengakuan Zara. "Ya sudah, pilih aku yang anter apa kak Arkan?"

Zara membisu. Ia sungguh tidak mau pergi ke dokter. Baginya klinik, rumah sakit dan segala yang berhubungan dengannya merupakan tempat horor bagi Zara. Eitss, jangan salah sangka dulu ya, trauma ini bukan karena Zara pernah mengalami tragedi di masa lalu, melainkan karena Zara pernah menonton film berjudul Stonehearst Asylum, sebuah film bertajuk horor yang beralokasikan di rumah sakit. Menyeramkan sudah pasti, buktinya mampu membuat Zara tidk bisa berdamai dengan semua hal yang berkaitan dengan medis hingga saat ini.

"Zara Shalsabila!" sentak Shelin sembari membuyarkan lamunan Zara.

Zara berdebat dengan batinnya sendiri, sepertinya terlalu memusuhi jika memusuhi medis hanya karena film.

"Yaudah, iya. Siniin hoodieku. Shelin anterin Zara, ya."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bride from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang