Part 17: Calon Menantu?

158 35 4
                                    

Zara menangkis tangan Rey menjauh. Dengan sekuat tenaga, Zara bangkit dari duduknya dan bermaksud untuk menjauh dari Rey. Berdekatan dengan Rey hanya membuat Zara semakin kesal saja, seharusnya hari sabtu begini jadwal pagi Zara ialah menonton drama korea favoritnya sambil menikmati potatto fried yang crunchy ala Zara Shalsabila.

Namun, karena Rey dan penyakit ini, Zara terpaksa menunda rencana indah itu. Pokoknya biang kerok penyakit ini adalah Rey. Coba saja malam itu ia tidak membuang Zara di tengah jalan, Zara pasti tidak akan berakhir seperti ini.

"Sori, aku nggak buka jasa menerima maaf," ucap Zara dengan suara serak khas orang sakit. Btw, Zara lebih suka sih memiliki suara serak basah begini, terkesan seperti Shireen Sungkar gitu nggak sih? Hehe..

"Ada yang mau minta maaf?" tanya Rey sembari menyilangkan tangan di depan dada.

Zara menggerakkan mata ke arah tangan kanan Rey yang tadi terulur kepadanya.

"Saya cuma mau..." Rey berpikir keras mencari jawaban apa yang pas untuk Zara. Tidak mungkin kan Rey jujur begitu saja bahwa ia mau mengecek suhu tubuh Zara. Sekian lama berfikir, tidak ada alasan yang muncul dalam otak Rey. Rey keheranan sendiri dengan dirinya, di hadapan rival bisnisnya yang terhebat sekalipun, Rey mampu berkelit dengan alasan yang cerdik. Namun kini bersama Zara, ia sangat kesulitan mengeluarkan bakatnya itu.

"Waah, hebat ya saya udah bisa bikin seorang Rey gerogi," sombong Zara seraya bertepuk tangan tepat di depan wajah Rey.

Rey tertawa sumbang menanggapi ucapan Zara, "Mustahil!" ucapnya dengan nada penuh penekanan.

"Saya mau ngecek cincin yang kamu pakai semalam, itu bukan cincin kamu kan? Mustahil seorang Zara memiliki cincin secantik itu," 'Hufft.. akhirnya keluar juga alasanku, terima kasih otak,' sorak Rey dalam hati. Wajah Rey terlihat sangat lega, seperti pencuri yang berhasil lolos dari kejaran warga.

Dengan segera Zara mengangkat lengan kirinya. "Ini?"

"Aw.. Aw.. Romantis sekali putraku!" seru seorang perempuan paruh baya yang baru saja keluar dari ruang dokter. Perempuan itu nampak menggandeng laki-laki yang terlihat seumuran dengannya.

"Bu Tina?" tebak Zara secara reflek. Matanya melirik ke arah Rey seolah menanyakan alasan hadirnya Tina di sini.

"Allo, Zaraku!" Tina menghambur ke pelukan Zara, meninggalkan laki-laki paruh baya yang tadi digandengnya.

"Kamu apa kabar, sayang?" tanyanya sambil mengelus pundak Zara dengan sayang.

Tina membelalakkan mata ketika melihat cincin pertunangan yang dikenakan oleh Zara. Tina menunjuk ke arah cincin tersebut. "Papa! Ternyata putramu pintar sekali dalam memilihkan hadiah pertuanangan untuk calon menantu!"

'Oh, ini papa Rey,' batin Zara.

Laksa tersenyum menanggapi istrinya. Ia kemudian merangkul pundak Rey. "Jadi ceritanya kamu mau mengenalkan kami pada calon menantu, Rey?"

'What? Calon menantu?'

Zara mendelik ke arah Rey menuntut jawaban atas kata 'calon menantu'. Bagaimana bisa Tina dan Laksa menyebut dirinya dengan gelar semacam itu?

Rey melirik Zara sekilas tanpa bereaksi apapun. 'Dasar' batink Zara.

"Cukup-cukup! Begini saja, untuk mencegah kesalahpahaman ini Rey akan menjelaskan pada kalian semua tentang kebenaran masalah kali ini," lerai Rey.

Rey mulai menceritakan satu persatu kejadian yang sebenarnnya, mulai dari ittikad baiknya untuk melamar Keyra sampai prosesi lamaran di hotel Crystal. Jujur, Zara kurang fokus dalam menyimak kisah yang Rey bawakan karena kepalanya kini terasa berdenyut hebat. Benda-benda di sekitarnya terasa melayang-layang, pandangannya memudar, hitam, hitam dan hitam. Cukup smapai situ ingatan Zara karena, setelah itu yang ia ingat hanya teriakan Rey yang memanggil namanya.

Zara melirik tajam tanagnRey yang kurang ajar itu. Rey tentu membalas sengit, ayolah selama ini belum pernah ada yang menolak dan memberikan tatapan tidak suka pada dirinya. 

Zara bangkit dari duduknya dan bermaksud untuk menjauh dari Rey. Berdekatan dengan Rey hanya membuat Zara semakin kesal saja, seharusnya hari sabtu begini jadwal pagi Zara ialah menonton drama korea favoritnya sambil menikmati potatto fried yang crunchy ala Zara Shalsabila.

Namun, karena Rey dan penyakit ini, Zara terpaksa menunda rencana indah itu. Pokoknya biang kerok penyakit ini adalah Rey. Coba saja malam itu ia tidak membuang Zara di tengah jalan, Zara pasti tidak akan berakhir seperti ini.

"Sori, aku nggak buka jasa menerima maaf," ucap Zara dengan suara serak khas orang sakit. Btw, Zara lebih suka sih memiliki suara serak basah begini, terkesan seperti Shireen Sungkar gitu nggak sih? Hehe..

"Ada yang mau minta maaf?"Rey tertawa mengejek, ternyata Zara mengira bahwa dirinya hendak meminta maaf.

Zara menggerakkan mata ke arah tangan kanan Rey yang tadi terulur kepadanya.

"Saya cuma mau..." Rey berpikir keras mencari jawaban apa yang pas untuk Zara. Sementra Zara menatap Rey serius. 

Tidak mungkin kan Rey jujur begitu saja bahwa ia mau mengecek suhu tubuh Zara. Sekian lama berfikir, tidak ada alasan yang muncul dalam otak Rey. Rey keheranan sendiri dengan dirinya, di hadapan rival bisnisnya yang terhebat sekalipun, Rey mampu berkelit dengan alasan yang cerdik. Namun kini bersama Zara, ia sangat kesulitan mengeluarkan bakatnya itu.

"Waah, hebat ya saya udah bisa bikin seorang Rey gerogi," sombong Zara seraya bertepuk tangan tepat di depan wajah Rey.

Rey tertawa sumbang menanggapi ucapan Zara. "Mustahil!" ucapnya dengan nada penuh penekanan.

"Saya mau ngecek cincin yang kamu pakai semalam, itu bukan cincin kamu kan? Mustahil seorang Zara memiliki cincin secantik itu." 

'Hufft.. akhirnya keluar juga alasanku, terima kasih otak,' sorak Rey dalam hati. Wajah Rey terlihat sangat lega, seperti pencuri yang berhasil lolos dari kejaran warga.

Dengan segera Zara mengangkat lengan kirinya. "Ini?"

"Aw.. Aw.. Romantis sekali putraku!" seru seorang perempuan paruh baya yang baru saja keluar dari ruang dokter. Perempuan itu nampak menggandeng laki-laki yang terlihat seumuran dengannya.

"Bu Tina?" tebak Zara secara reflek. Matanya melirik ke arah Rey seolah menanyakan alasan hadirnya Tina di sini.

"Allo, Zaraku!" Tina menghambur ke pelukan Zara, meninggalkan laki-laki paruh baya yang tadi digandengnya.

"Kamu apa kabar, sayang?" tanyanya sambil mengelus pundak Zara dengan sayang.

Tina membelalakkan mata ketika melihat cincin pertunangan yang dikenakan oleh Zara. Tina menunjuk ke arah cincin tersebut. "Papa! Ternyata putramu pintar sekali dalam memilihkan hadiah pertuanangan untuk calon menantu!"

'Oh, ini papa Rey,' batin Zara.

Laksa tersenyum menanggapi istrinya. Ia kemudian merangkul pundak Rey. "Jadi ceritanya kamu mau mengenalkan kami pada calon menantu, Rey?"

'What? Calon menantu?'

Zara mendelik ke arah Rey menuntut jawaban atas kata 'calon menantu'. Bagaimana bisa Tina dan Laksa menyebut dirinya dengan gelar semacam itu?

Rey melirik Zara sekilas tanpa bereaksi apapun. 'Dasar' batink Zara.

"Cukup-cukup! Begini saja, untuk mencegah kesalahpahaman ini Rey akan menjelaskan pada kalian semua tentang kebenaran masalah kali ini," lerai Rey.

Rey mulai menceritakan satu persatu kejadian yang sebenarnnya, mulai dari ittikad baiknya untuk melamar Keyra sampai prosesi lamaran di hotel Crystal. Jujur, Zara kurang fokus dalam menyimak kisah yang Rey bawakan karena kepalanya kini terasa berdenyut hebat. Benda-benda di sekitarnya terasa melayang-layang, pandangannya memudar, hitam, hitam dan hitam. Cukup smapai situ ingatan Zara karena, setelah itu yang ia ingat hanya teriakan Rey yang memanggil namanya.

Bride from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang