Part 24: Sendu

135 30 2
                                    

"Perpisahan bukan berarti berhenti menyatukan hati meski tidak ada di satu tempat."

🍁 🍁 🍁

Suasana mobil terasa lengang, baik Zara maupun Rey sama-sama bungkam. Zara bungkam karena amarahnya pada Rey yang dengan lancang berpura-pura melamar dirinya di depan Keyra, Regan dan Dimas, bahkan kepada para penikmat infotaiment. Pasalnya beberapa pengunjung kafe tadi, merekam pengakuan Rey. Video pengakuan Rey yang baru beberapa menit lalu direkam itu, kini sudah menjadi perbincangan berbagai pihak. Dalam vidio itu wajah Zara nampak sangat jelas, jadi mau tidak mau hari ini persembunyian Zara resmi terbongkar.

"Nggak usah sok ngambek gitu. Kamu seneng kan bisa trending kayak gini?" tuduh Rey dengan ekspresi tanpa dosa. Matanya fokus menatap jalanan dengan lengan memegang kemudi. 

Sumpah demi apa AC yang tadinya terasa dingin menusuk kulit, kini tidak berefek apapun. Zara marah. Rey memang spesialis pemancing amarah.

"Bisa nggak kalau nuduh itu pakai bukti?" tanya Zara dengan nada malas. Selain karena emosi, badan Zara juga kembali terasa lemas. Sedari tadi perutnya mengaum karena kekosongan.

"Ini terus gimana endingnya? Pokoknya aku nggak mau ya nikah beneran sama om-om tua kayak kamu."

"Permisi. i just twentynine years old," elak Rey masih dengan nada menyebalkan bagi Zara.

Drrtt.. 

Nampak nomor Rachel tertera di layar ponsel Rey. "Angkatin telponnya," perintah Rey tanpa melirik ke arah Zara sama sekali.

Zara meraih ponsel Rey dan menekan tombol hijau di sana. Dua kali semobil dengan Rey membuat Zara mengerti sedikit sisi baik Rey, Rey begitu memperhatikan keamanan berkendara.

"Loud speaker," perintah Rey.

"Hmm."

Suara Rachel nampak tidak jelas di ujung sana. Hanya suara tangisan yang Zara tangkap dari Rachel. Mencium gelagat aneh dari adiknya, Rey segera menepikan mobil. 

"Hel, kamu baik-baik aja, kan?" raut wajah Rey kini nampak nampak khawatir.

"RS. Medika Pratama, kak. Sekarang," jelas Rachel dengan seseggukan.

Tutt.. tutt..

Rey mematikan poselnya dan melemparkanya pada Zara. Dengan segera ia memacu mobil dengan kecepatan tinggi menuju RS. Medika Pratama. Rey bagaikan orang kesetanan saat ini, entah sudah berapa kali makian dari para pengguna jalan mereka terima. Zara sebagai penumpang yang amatir hanya bisa menggenggam erat setbelt, mulutnya berkomat-kamit membaca syahadat untuk berjaga-jaga jikalau maut akan menjemputnya kala itu juga.

Sesampainya di parkiran rumah sakit, Rey segera keluar dari mobilnya. Tak lupa ia menarik tangan Zara agar ikut bersamanya. Dengan susah payah Zara mensejari langkah Rey yang begitu cepat. Bahkan, Rey sempat membentak beberapa perawat yang menghalangi jalan mereka. Zara sendiri masih memikikan apa alasan Rey membawa Zara ke rumah sakit ini.

"Kak Rey! Mama. Hiksss," seru Rachel berderai air mata. Rey memeluk adik perempuannya itu dengan ekspresi yang ia buat setenang mungkin. Rachel menceritakan kronologi kecelakaan yang dialami oleh ibu mereka.

"Seharusnya aku yang berada di posisi mama, Kak. Hiks.." tangis Rachel semakin menjadi-jadi usai interogasi dari Rey.

Rey merengkuh kepala Rachel ke dalam pelukannya kembali, berharap bisa menyalurkan rasa tenang disana. "Ssst... Bukan salah kamu, Sayang. Yakinlah jika mama akan baik-baik saja."

Keadaan Laksa juga tak kalah kalutnya dengan Rachel. Ia hanya menunduk dan sesekali merapalkan do'a, berharap agar takdir baik menyambangi istri tercintanya dan memberikan keselamatan pada isterinya itu.

Bride from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang