Part 48: Reza Aksara Galilea

133 28 3
                                    

"Kita hanya sepasang kenangan, yang kebetulan bertemu lagi pada suatu kesempatan. Bukan pada suatu perayaan."

🍁🍁🍁

Mobil sport putih yang membawa Rey beserta kedua bocah kecil itu sampai di halaman parkir rumah sakit Medika Pratama. Persaan Rey campur aduk melihat bangunan di hadapannya itu, pasalnya pertengkaran hebat antara dirinya dan Zara terjadi di gedung ini. Ada amarah bercampur rindu yang terasa.

Ketika Reza berpamitan untuk turun, Tania mencegahnya. Tania merengek pada Rey untuk ikut bersama Reza. Tania beralasan bahwa ia sangat penasaran dengan sosok mama Ara yang selalu Reza ceritakan padanya. "Om, antelin Tania, ya. Tania pengen ikut Eza," rengek Tania hampir menitikkan air mata.

Rey akhirnya menuruti permintaan puteri sulung Keyra itu. Ia menggenggam tangan kedua bocah kecil itu memasuki rumah sakit.

"Selamat datang di istana Bunda Zaya!" pekik Reza sembari membuka pintu di hadapannya. Ia langsung berlari mendekati nakas lalu mencium punggung tangan perempuan yang tengah terbaring di atas nakas itu.

Deg

Rey terpaku melihat siapa perempuan yang tengah terbaring di nakas itu. Enam tahun berpisah tak membuatnya lupa akan perempuan itu. Wajahnya masih sama bersinarnya seperti dulu, hanya saja tubuhnya semakin kurus. Rey membeku di tempat, ia memfokuskan pandangannya pada sosok Zara yang tubuhnya dipenuhi serangkaian alat kedokteran itu.

"Om Ey, Tania, kenalin ini mama Eza, namanya Zaya Shalsabila," ucap Reza dengan senyum cerah, secerah mawar putih yang ia bawa.

Tania segera berlari mendekati Reza dan ikut menyalami Zara. "Halo Bunda Zaya! Aku Tania."

Reza berlari mendekati Rey dan menggenggam telapak tangannya. Reza menarik Rey supaya mendekat ke arah Zara yang masih setia memejamkan mata. "Om, kenalan dulu sama bunda Eza," perintah Reza dengan penuh semangat. Tania kegirangan melihat om kesayangannya itu ditarik secara paksa oleh Reza.

Kini Rey semakin yakin siapakah sosok di depannya itu. Dari jarak sedekat ini, ia bisa melihat wajah Zara yang selama ini menghantui pikirannya. Rey menyodorkan tangan kanannya dan menggenggam lembut tangan Zara. Rasanya ada getaran hebat yang menyengat telapak tangannya. "Hay, Ara," ada jeda cukup lama usai penggilannya itu.

"Aku Rey Hirano," lanjut Rey dengan suara serak menahan sesak dalam dada. 

"Ayah kamu di mana?" tanya Rey keheranan. Kenapa bisa Zara justru ditinggal sendirian tanpa pendampingan.

"Kata papa om, ayah Eza lagi pergi jauh sejak Eza kcil. Nnati ayah bakalan balik kalau  bunda udah sembuh katanya," jawab Reza polos sarat akan kesedihan.

Rey merasa tertohok. Itu berarti kecurigaannya selama ini benar, Reza adalah puteranya yang Zara kandung ketika ia menceraikannya. Usia Reza yang tepat 5 tahun mmeperkuat dugaannya. 

Detik demi detik berlalu dan Rey masih setia pada posisinya, tangannya masih setia menggenggam tangan Zara. Tangan mungil Zara kini terasa makin kecil dalam gangggamannya. Telapak tangannya yang dulu selembut sutera kini terasa sedikit kasar, saksi bisu atas kerasnya kehidupannya setelah berpisah dari Rey.

"Do'akan bunda supaya segera bangun, ya, Om. Sudah hampir dua tahun ini bunda bobok. Eza kangen," keluh Reza yang kini menunduk lesu usai menceritakan kerinduannya pada ibunda tercintanya itu.

Rey semakin mencelos mendengar curahan hati Reza. 'Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Ra?' batin Rey.

"Rey?" panggil Shelin dari ambang pintu masuk. Shelin datang bersama Dimas dan Arkan. Dimas dan Arkan juga tak kalah terkejutnya mendengar Shelin menyebut nama Rey.

Arkan segera berlari ke arah Rey dan menyentak tangannya yang telah lancang menggenggam Zara. Arkan menghadiahi tinjuan ke pelipis Rey, membuatnya tersungkur seketika. "Masih berani kamu datengin Zara setelah apa yang kamu lakukan dulu?!" sentak Arkan dengan amarah yang memuncak.

Rey hanya diam tanpa perlawanan apapun. Kesadarannya seolah tersedot habis oleh Zara. "Apa salahku?" tanya Rey dengan pandangan kosong.

Arkan kembali menghadiahi pukulan ke sudut bibir Rey. Hatinya begitu panas melihat Rey kembali hadir di hadapan Zara tanpa kata maaf sedikit pun darinya. Andai saja ia tau betapa berat perjuangan hidup Zara setelah berpisah dengan Rey.

Dimas segera berlari untuk memisahkan perkelahian dua laki-laki dewasa itu. Dimas mencoba menarik mundur Arkan yang sudah kesetanan membuat babak belur Rey.

"Udah, Ar! Kita bicara baik-baik," ujar Dimas penuh penekanan.

Arkan yang diberi nasehat seperti itu malah semakin memberontak. Umpatan-umpatan kasar dilontarkan oleh Arkan pada Rey yang sudah terkapar lemas bersimbah darah.

"Zara bangun!" teriak Shelin histeris.

Ketiga manusia yang tengah berbuat keributan itu lantas menoleh ke arah Zara yang kini tengah mengedipkan kedua matanya perlahan. Jemarinya mulai bergerak seperti hendak menggapai sesuatu.

Shelin segera menelepon para perawat menggunakan ponsel darurat yang disediakan oleh rumah sakit.  

🍁

Ruang tunggu terasa lengang, hanya bisikan penuh harap dan do'a yang keluar dari bibir ketiga lelaki itu, Rey, Dimas dan Arkan. Arkan sendiri tidak percaya dengan mukjizat yang terjadi pada Zara hari ini. Tiga tahun lamanya ia bersama Shelin dan Dimas berjuang demi kesembuhan Zara dari koma panjangnya. Shelin bahkan pernah berinisiatif mengundang dukun demi menyadarkan Zara. "Kali aja ada santet yang nempel di tubuh Zara," kilah Shelin ketika membuat hipotesis soal Zara.

Arkan hampir tidak mempercayai adanya sebuah keajaiban, ia bakhan beranggapan bahwa Tuhan pilih kasih. Tidakkah Ia iba melihat seorang Zara yang memiliki kisah hidup penuh liku itu? Bahkan, di usia ketika ia belum genap mampu berbicara, ibunya tega membuangnya di panti asuhan. Belum cukup sampai situ, ketika beranjak dewasa, ia harus berjuang seorang diri untuk meraih cita-cita dan cintanya. Sayang, keduanya berujung titik hampa tak berujung bangga.

Arkan masih ingat senyum bahagia Zara ketika ia berhasil menyelesaikan pendidikan S1-nya di University of Zurich di Swiss  dengan nilai cumlaude. Ya, perempuan itu akhirnya berhasil melanjutkan pendidikannya di negara impiannya itu walau tetap harus berjuang melawan kanker sumsum tulang belakang. Zara mengikuti program pertukaran pelajar berkat kejuaraan yang ia dapatkan ketika mengikuti lomba essay di Beijing. Tentunya semua itu di luar pengetahuan Rey. Zara menyimpan rapat-rapat identittas dirinya dari Rey. Semua itiu tentunya tak lepas dari bantuan Arkan, Shelin dan Dimas.

Penyakit yang bersarang di tubuhnya seolah bukan beban untuknya dalam berjuang. Zara selalu berandai untuk membagikan pengalamannya tentang prestasinya selama ini di atas podium wisuda. Zara memang tercatat sebagai mahasiswa berprestasi, terbukti dari deretan piala dan simbolis penghargaan lainnya yang memenuhi almari kaca gadis bermata bulat itu. Sayang, megahnya podium itu terpaksa ia lepaskan untuk orang lain. Zara khawatir jika sedikit saja wajahnya tampil di layar kaca, Rey akan dengan mudahya mengetahui keberadaan dirinya.

Bride from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang