Part 14: Booming

179 31 1
                                    

Di sini lah Rey sekarang, di ruang keluarga Hirano berhadapan dengan ayah dan ibunya. Jika biasanya ruangan ini selalu diisi dengan gurauan hangat antara Rey dan keluarga, kali ini berbeda. Suasana di sini lebih mirip seperti investigasi kepolisian. Mereka berdua begitu asyik mengajukan berbagai pertanyaan kepada Rey mengenai suatu kabar bodoh yang sedang booming beberapa jam lalu. Berita tentang Rey, putera kesayangan mereka.

"Rey, kenapa kamu nggak jujur sama mama? Kalo kamu jujur, mama bisa bantu bikin acara lamaran kalian lebih spesial!" celoteh Tina tidak sabaran sembari menyodorkan e-paper koran langganan milik Laksa, ayah Rey. 

Di sana nampak nama Rey berada di halaman pertama koran, pertanda bahwa berita lamarannya termasuk trending topic hari ini. Dalam artikel tersebut, nampak Rey dan Zara benar-benar usai menjalani prosesi lamaran. Zara terlihat menunduk dengan bunga mawar yang ia genggam di dadanya, dan cincin berlian yang nampak pas di jari manisnya. Sedangkan Rey nampak tersenyum puas sembari memasukkan tangan kanan ke saku celana.

Tunggu sebentar, ada sedikit hal mengganjal pada diri Zara, tepatnya pada cincin berlian yang ada pada jemarinya. "Bukankah ini cincin yang tadinya kupersembahkan untuk Keyra? Mengapa ia bisa memakainya?" gumam Rey.

"Rey, kamu belum menjawab pertanyaan mama, loh. Malah ditinggal melamun. Mama nggak marah, kok. Cuma mama sebel aja sama kamu, masak mama papa nggak dikenalin dulu sama calon menantu. Hi hi hi," mama nampak bersemangat. Wajahnya nampak begitu bahagia, seolah ia baru saja mendapat hadiah spesial. Padahal, dulu saja saat Rey menerima penghargaan sebagai pengusaha termuda dan terkaya se-Indonesia saja mama tak sebahagia ini.

"Tapi, wajah perempuan itu nampak nggak asing, Rey," tambah Laksa.

Tina mengerutkan kening sambil memejamkan mata, seakan berpikir keras mengingat-ingat nama gadis itu. "Aaaa! Mama ingat, Pa. Dia perempuan yang dibully sama si nenek lampir Keyra waktu acara penghargaan Rey," pekik Tina antusias.

Tina dan Laksa kompak bertepuktangan dengan girang seolah baru saja memecahkan teka-teki matematika.

"Papa setuju kalau kamu betulan serius dengan gadis itu. Sederhana, kalem, lemah lembut dan.." puji Laksa panjang lebar, untungnya Rey segera memotong pujiannya itu.

"Tahu darimana papa soal Zara? Itu Cuma looking dia aja, papa nggak tau gimana aslinya," sela Rey. Siapapun yang melihat Zara pasti langsung memberikan positif, berkat wajah polosnya itu. Hhh.. andai mereka tau betapa cerobohnya anak itu, pasti mereka sudah menarik mentah-mentah pujian macam itu.

Tina mencebik mendengar sanggahan Rey, ia kemudian membisikkan sesuatu pada Laksa sebelum akhirnya mereka berdua tertawa dengan kompaknya.

"Ayolah apa sih yang membanggakan dari hoax macam ini sehingga kedua orangtuaku kini bertingkah seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru?" gemas Rey dalam hati.

"Ya, maaf, Rey. Papamu kan belum terlalu kenal calon menantu, dan kamu sebagai calon suami yang baik, yang sudah jauh mengenal calon menantu seharusnya segera mengenalkannya pada kami. Biar apa, ma?" pancing Laksa dengan senyum merekah.

"Biar kita semua lebih akrab dengan calon menantu," Tina dan Laksa bertos riang.

"Lalu bagaimana kelanjutannya, Ma?" goda Laksa.

"Biar undangan pernikahan kalian segera tersebar," jawab Tina.

"Biar papa mama segera ganti jabatan menjadi kakek nenek!!!" pekik Tina dan Laksa girang sembari berpelukan.

Hufft... hobi sekali ayah dan ibu kesayangan Rey ini memojokkan putera sendiri.

Rey tidak bernafsu untuk mengganggu kebahagian Tina dan Laksa. Rey lebih memilih diam memperhatikan mereka yang tengah berimajinasi jika suatu saat nanti berperan sebagai kakek dan nenek. Entah sudah berapa menit kedua orangtua Rey ini saling adu argumen tidak jelas tentang hubungan Rey dengan Zara, sambil sesekali tertawa terbahak.

Bride from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang