Part 40: Tukang Cuci

78 26 0
                                    


"Cemburu adalah salah satu bentuk cinta, tapi cemburu yang berkepanjangan bukanlah bentuk cinta. Karena, cinta butuh rasa percaya."


Rey bertepuk tangan gembira melihat barisan masakan padang yang terlihat sangat menggoda. Zara tersenyum geli melihat Rey yang sedari tadi berlaga seperti seorang presenter master chef yang tengah mempromosikan hidangan.

Rey menggunakan sendok sayur sebagai mikrofon. Sedangkan teflon besar yang biasa Zara gunakan untuk menggoreng telur, ia gunakan sebagai kamera.

Coba saja pegawai kantornya tahu jika Rey punya kelakuan seperti ini di rumah, Zara pastikan mereka akan berpikir dua kali untuk bekerha sama dengan Rey.

"Baik pemirsa, sekarang ini Rey akan mencoba rendang buatan chef Zara. Kita buktikan seberapa nendangnya rendang chef Zara ini," Rey menyeruput kuah rendang buatan Zara dengan ekspresi sok profesional bak presenter. Zara tak hentinya tertawa melihat drama konyol ala suaminya itu.

"Eum, Rey! Kemarin waktu aku mau nyuci, aku nemuin  flashdisk di kantong kemeja kamu. Untung aja nggak kecuci, ya," ucap Zara sekaligus memancing Rey agar mau menceritakan perihal struk belanja obat yang Zara temukan di kantong baju Rey.

Seketika tawa Rey berhenti, digantikan ekspresi khawatir di raut wajahnya. Rey kemudian meminum segelas air putih di sampingnya dengan satu tarikan nafas sampai tandas. "Kenapa nggak loundry aja?" tanya Rey berusaha tenang.

Zara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ini Zara baru mau loundry. Kemarin Zara nggak jadi nyuci karena keblabasan nonton drakor, hehe.."

Rey hanya diam sambil memainkan gelas di genggamannya tanpa ekspresi. "Aku ke kamar dulu, ya. Ada berkas penting yang harus aku periksa," ucap Rey kilat tanpa menunggu jawaban dari Zara.

Zara tersenyum puas dan mengikuti Rey.

Rey sibuk membongkar isi keranjang yang berisi pakaian kotor. Ia harus segera menemukan struk belanja yang seingatnya masih ia simpan di saku kemejanya. Rey tidak bermaksud untuk menyembunyikan rahasia apapun dari Zara, hanya saja ia bingung harus bercerita apa pada Zara mengenai kejadian yang Rey alami selama satu minggu terakhir ini.

Akhirnya ia menemukan kemeja biru yang a pakai kemarin, ia menemukan struk belanjanya masih utuh terlipat di saku kemeja itu. "Hufft, aman. Maafkan aku, Ra,"

Tanpa Rey sadari sedari tadi Zara mengintip pergerakan Rey dari celah pintu kamar mereka. Zara makin yakin ada sesuatu yang tidak beres pada Rey, apalagi ketika ia melihat ekspresi lega Rey ketika menemukan struk tersebut. Zara memang sengaja tidak mengambil struk itu, agar Rey tidak curiga bahwa sebenarnya Zara telah mengetahui rahasia Rey.

Zara mengatur ekspresinya untuk kembali menemui Rey. "Wah! Zara nggak salah lihat, nih? Rey mau nyuciin pakaian sebanyak ini?" tanya Zara dengan ekspresi yang ia buat sehisteris mungkin.

Rey tergagap melihat kedatangan Zara yang kini tengah berdiri di ambang pintu. "A..Ah, iya, Ra. Aknggap aja sebagai wujud permintaan maafku," ujar Rey sembari memasukkan baju-baju itu ke dalam ember besar.

"Tapi, mesin cuci kita lagi rusak, Rey," cegah Zara menahan pergelangan tangan Rey.

Rey mengangkat kedua tangannya dan menggoyang-goyangkannya bak penari dangdut. "Aku masih punya kedua benda ini, Ra," ucap Rey dengan suara dilenggokkan seperti penyanyi.

Zara hanya manggut-manggut. Ia kemudian berjongkok dan membantu Rey memunguti pakaian-pakian kotor yang lain. Rey segera mencegah aktifitas Zara dan mengusirnys. 

"It's your rest day, Ra. Biar aku yang ngerjain semuanya," terang Rey sombong.

Zara tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Rey. Ia kemudian keluar dari kamar mandi tersebut dan mengatur mode rebahan di atas ranjang super empuk miliknya dan Rey. Ia kembali berkutat di depan layar laptopnya guna mencari bahan skripsi.

Satu jam kemudian...

Zara meregangkan ototnya yang terasa kaku. Ia berdecak puas melihat skripsinya sudah setengah jalan menuju finishing. Zara memutuskan untuk turun mencari makanan, perutnya sudah mengeluarkan bunyi mengerikan sedari tadi. Sesampainya di dapur, Zara celingukan mencari keberadaan Rey. Berulang kali ia memanggil-manggil nama Rey dan hanya dibalas dengan angin kosong saja.

Zara melongokkan kepala ke ruang cuci, tapi Rey juga tidak ada di sana. "Mungkin Rey sedang menjemur baju?"

Zara berjalan menuju taman belakang. Ia mendapati pakaian mereka sudah terjemur sempurna, tapi Zara merasakan kejanggalan di sana. Zara mendekati barisan pakaian itu dan meraba salah satu kemejanya. Alangkah terkejutnya Zara ketika ia merasakan licinnya pakaian tersebut, pakian yang lain pun sama. Sepertinya Rey lupa memeras pakaian-pakaian itu.

"Zara!" panggil Rey dari arah kolam renang. Rupanya usah mencuci setumpuk pakaian itu, Rey langsung menyegarkan diri dengan berenang.

Rey melompat keluar dari kolam dan mendatangi Zara. Wajah istrinya itu nampak muram saat ini. "Gimana hasil kerja aku?"

"Zara mengambil salah satu pakaian. "Baju ini kenapa bisa selicin ini?"

"Tapi wangi, kan?" kekeuh Rey.

"Malah bau apek, Rey," gemas Zara sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Rey yang tidak percaya langsung mengambil alih baju tersebut dan menciumnya. "Eh, kok bisa, ya? Tadi udah aku kasih pewangi. Satu botol penuh aku masukin malah."

Zara melotot mendengar pengakuan Rey. Ia menepuk jidatnya sembari berucap istighfar sebanyak tiga kali. Sekarang ia ragu untuk mengakui bahwa suaminya itu adalah direktur utama perusahaan, menakar pewangi pakaian saja ia tidak mengerti! Ayolah, bukankah ini sepele?

Usai mengomeli Rey secara panjang lebar. Zara kembali memerintahkan Rey untuk memasukkan kembali pakaina-pakaian itu ke dalam ember untuk ia cuci ulang. "Segera, ya!" perintah Zara yang hanya diiyakan oleh Rey setengah hati.

Rey kira semakin banyak pewangi yang digunakan, akan semakin sedap pula pakaian yang dicuci. "Huhh, aku kan bukan sarjana ilmu mencuci, Ra. Mana kutahu," keluh Rey ketika Zara mengomelinya tadi. 

Bride from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang