Part 47: Koma

123 26 0
                                    


Tut..tutt..

Ruangan luas berwarna serba putih itu terkesan sepi, hanya ada suara Elektrokardiogram yang menjadi musik pengantar tidur bagi sosok yang tengah terpejam itu. Ralat, bukan musik pengantar tidur, mungkin lebih tepatnya musik pengantar kematian. Pasalnnya, sudah dua tahun lamanya perempuan itu terperangkap dalam bunga tidunya yang berlabel koma. Kepalanya licin, tiada rambut sehelai pun yang melindungi tempurung kepalanya. Tubuhnya dipenuhi alat-alat kedokteran yang menopang kehidupannya selama dua tahun terakhir ini.

"Bunda!" teriak Reza usai membuka pintu di depannya dengan penuh semangat. Ia segera turun dari gendongan Arkan dan segera berlari menghampiri puteri tidur itu. Diraihnya punggung tangan sang mama dan dikecup penuh cinta.

Dengan cekatan, bocah gembul itu meraih mawar putih yang Arkan bawa dan mendekatkannya ke hidung sang Bunda. "Bun, Eza bawakan mawal balu. Wangi, kan? Bunda halus segera bangun supaya bica memetik mawal baleng Eza dan Papa om,"

Reza memasukkan mawar-mawar itu ke dalam vas bening dan membuang mawar lama yang telah layu. Selesai dengan ritual pergantian mawar, Arkan menduduk Reza di atas kursi yang bersebelahan dengan nakas milik sang Mama. "Bun, tadi Eza ketemu sama om mistelius. Masak bisa hafal mantela ajaib kita loh," curhat Reza.

Reza menjeda sejenak kisahnya seraya membayangkan sosok laki-laki misterius tadi. "Tapi, kalau dilihat-lihat, om tadi milip banget cama Eza. Selius, Bund! Gantengnya juga cama. Eh! Ganteng Eza tapi, heheheh."

Hampir satu jam lebih Reza berceloteh pada sang mama. Ia menceritakan banyak hal, sekecil apapun itu, mulai dari teman sekelasnya yang jahil sampai kucing liar yang baru saja melahirkan di depan kelasnya. Lelah bercerita, anak itu akhirnya tertidur pulas di samping mamanya.

Arkan kemudian menghampiri Reza dan menyelimutkan jas kerja miliknya ke atas tubuh Reza. Ia menatap haru pasangan ibu dan anak itu. Ia mengusap surai rambut Reza lembut. "Putramu telah tumbuh menjadi anak yang cerdas, Ra. Satu lagi, dia cerewet sekali, sama sepertimu,"

Arkan meninggikan selimut yang menutupi tubuh mungil Zara. "Akhirnya Reza bertemu ayahnya, Ra. Mereka begitu mirip. Aku harap kamu segera bangun agar bisa melihat dua laki-laki yang kamu cintai itu, Zara Shalsabila."

🍁

"Rey, aku minta tolong jemput Tania, ya. Aku sama mas Romeo kejebak macet nih di jalan," ucap seorang perempuan dari ujung telepon Rey.

Rey tertawa terbahak mendengar keluhan sahabatnya itu. Romeo nekad menuruti ajakan Keyra untuk mengunjungi sekolah lama miliknya dulu. Keyra beralasan anak kedua mereka yang masih dalam kandungan itu yang menginginkannya.

"Nanti kalau kamu yang sampe sana duluan, pokoknya ajak langsung pulang. Tapi, kalau aku yang duluan yaudah ntar sama aku," ujar Keyra mulai geram, pasalnya Rey terus-terusan menertawakan dirinya.

"Iya, iya. Ntar aku jemput," jawab Rey. Ia segera mematikan ponselnya dan kembali fokus ke depan mengatur laju mobilnya.

Rey tersenyum mengingat kedua sahabatnya itu yang tengah menyambut putra kedua mereka. Ya, lima tahun lalu ketika ijab qabul antara Rey dan Keyra tinggal menghitung hari, Romeo tiba-tiba datang dan bersimpuh memohon maaf pada Keyra. Ia memohon pada Keyra supaya diberi kesempatan kedua untuk bertanggung jawab atas hadirnya sosok dalam rahimnya.

Keyra yang memang masih mencintai Romeo akhirnya menyerah dan mencoba memberikan kesempatan kedua untuk dirinya. Romeo benar-benar bersungguh-sungguh terhadap janjinya itu membuktikan kesungguhannya dengan merawat Keyra dengan penuh kasih sayang. Mulai dari mengobati luka yang ada pada wajahnya, hingga menyiapkan segala kebutuhan pribadi Keyra.

Romeo kerap kali memberikan hadiah-hadiah kecil untuk Keyra serta mengajaknya ke tempat-tempat romantis. Romeo berharap semua usaha itu bisa memulihkan kesehatan mental Keyra yang sempat terguncang.

Perlahan Keyra dinyatakan sembuh dari gangguan mentalnya. Usai kelahiran Tania, Romeo membawa Tina berobat ke Korea guna menyembuhkan luka bakar pada wajahnya. Alhasil, Abrakadabra! Wajah Keyra kembali rupawan seperti semula.

Sejujurnya, Rey teramat iri melihat kebahagiaan sahabatnya ini. Mereka berhasil memiliki keluarga kecil yang dipenuhi tawa bahagia sepanjang harinya. Sedangkan ia? Perempuan yang mengenalkannya pada suatu kenyamanan cinta malah mengkhianantinya dan kini hilang entah kemana.

Rey mengerem mobilnya ketika siluet bocah gembul yang ia temui kemarin tengah duduk seorang bersama Tania di halte bus. Rey turun menghampiri kedua bocah itu. "Selamat pagi, Reza! Tania!"

Keduanya kompak menoleh ke arah Rey

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keduanya kompak menoleh ke arah Rey. "Om ey!" seru Tania.

"Oh, jadi nama om misterius, ey," ucap Reza sembari mengelus-elus janggut bulatnya.

"Bukan Ey kawan-kawan, tapi Rey," tegur Rey sembari mengangkat kedua bocah itu ke atas pangkuannya.

Mata Rey tertuju pada tangkai mawar putih yang Reza bawa. "Untuk siapa bunga itu, Reza?" tanya Rey penasaran.

"Ini untuk Bunda Zaya. Tania yang memilihkannya buat Eza," jawab Reza dengan berbangga hati.

"Nah, itu bus Reza cudah datang. Eza pelgi dulu, ya," Reza turun dari pangkuan Rey dan bergegas menaiki bus tersebut.

Dengan segera Rey menahan lengan Reza dan memintanya ikut bersamanya. Ia khawatir jika anak sekecil itu nekad naik bus begini. "Reza ikut om dan Tania saja, ya. Om akan antar kamu ke Bunda Zaya,"

"Iya, Eza. Eza baleng om Tania aja," seru Tania penuh harap. Ia menggoyang-goyangkan lengan Reza agar menyetujui usulanya itu.

Reza akhirnya menurut setelah Tania mengajaknya. 

Bride from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang