3. Malam dengan Sang Tuan

392K 6.5K 93
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Dua minggu kemudian ...

Ella memandangi sebuah benda kecil yang berada di genggaman tangan dengan wajah yang diselimuti kabut pucat.

Terguncang adalah salah satu kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan bagaimana perasaan Ella saat ini.

Tangannya bergetar dan tak urung membuat benda warna putih tulang itu jatuh di wastafel.

Ella memberanikan diri untuk mengangkat kepala, lalu melihat bayangan wajah pucat dan lemah dari depan cermin. Rona merah yang selama ini menghiasi pipi telah hilang.

"Tuan Roy ... Apa yang harus Ella lakukan?" Gumamnya lirih seraya menyentuh salah satu bagian dari tubuhnya yang sensitif.

Ella memejamkan mata. Ella ingat dengan hubungan intim yang ia lakukan dengan Tuannya.

Lima bulan yang lalu...

"Kalau kamu ingin mendapatkan semuanya, jadilah kekasihku, Ella. Menjadi bayanganku dimanapun aku berada."

Kekasih ... bayangan ... Kekasih bayangan?

Ella yang tidak pernah mengenal dunia luar selain panti asuhan tempat ia dibesarkan, hanya menatap wajah berselimut malaikat milik Roy dengan mata lugu.

"Aku akan menjadikanmu putri di keluarga ini, Ella." Roy membelai ringan pipi Ella.

Ella terpesona untuk sesaat karena sentuhan asing yang jatuh di kulitnya. Baru pertama kali ini ada yang menyentuhnya dengan sapuan hangat dan aneh seperti itu.

Ella yang haus akan kehangatan dan kasih sayang orang tua pun luluh dengan mudah. Iming-iming pernikahan dan kebahagiaan menjadi daya tarik tak terelakkan untuknya. Usia Roy yang cukup jauh dengan Ella menjadi faktor lain kenapa Ella menikmati hubungan terlarang itu. Ella seolah melihat sosok ayah dan kakak dalam diri majikannya. Roy begitu sayang dan mengayominya.

Jadi ... saat penawaran itu datang kepadanya, Ella hanya menganggukkan kepala. Ella mempercayai Tuan Roy.

Ella terlalu lugu. Bahkan saat Roy memintanya untuk berbaring dan telentang di atas tempat tidur mewah berukuran tiga kali lipat dari kasur kumuhnya, tanpa ragu Ella melakukannya.

Ella hanya diam dan meremas seprai beraroma woody segar itu dengan kuat. Tubuhnya serasa terkunci rapat saat tangan berukuran besar milik Roy mulai menjelajahi setiap inci pada organ feminimnya. Bulu kuduknya meremang saat sentuhan demi sentuhan datang kepadanya.

Ella merasa sulit bernafas saat hubungan intim itu terjadi. Roy melucuti seluruh pakaiannya tanpa meninggalkan sisa. Bibir hangatnya jatuh dan terus menciumnya dengan kasih sayang menggebu hingga suara desah manis itu keluar secara alami di bibir Ella.

"Ahh ... Tuan Roy ..." Sambil meremas seprai, Ella terus mengucapkan satu nama yang telah tertanam di dalam hatinya.

"Jangan takut, Ella. Aku akan melakukannya dengan lembut." Janji Roy meluluhkan hati Ella untuk kesekian kali.

Ella mengalungkan kedua tangannya ke leher Roy, lalu memeluknya erat. Matanya terpejam saat penetrasi yang baru pertama kali ia dapat datang menyerang batas kesuciannya.

Ella mengerutkan kening menahan sakit. Jerit kesakitan yang disertai dengan lelehan air mata mengalir keluar dari kedua sudut mata.

"Sakit Tuan ... hiks..." Ella mengerang kesakitan sambil mengeratkan pelukannya di leher Roy. Tangisnya pecah saat ia sadar bahwa ia telah kehilangan kesuciannya disaat usianya yang masih sangat muda.

Ella memberikan mahkotanya secara sukarela kepada sang majikan yang terus menuntun miliknya untuk memasuki lebih dalam.

"Tidak apa-apa, Ella." Roy mencium kening Ella. Mengusap lembut wajahnya penuh kasih.

Namun Ella masih setia menangis dan menangis sampai Roy berhasil mencapai titik klimaks dan mengeluarkan sesuatu yang hangat ke dalam tubuhnya.

"Ella ..."

"Tuan Roy ..."

Entah sadar atau tidak, Roy mengeluarkan sperma berkali-kali ke dalam tubuh Ella, tanpa alat pengaman.

Satu malam itu telah mengantarkan Ella pada hubungan terlarang dan lahirnya sebuah janin di perutnya.

Ella membuka mata. Ella sudah mengambil keputusan yang tepat untuknya. Ella akan memberikan hasil testpacknya kepada Tuan Roy!

Ella meraih testpack yang jatuh di wastafel dengan harapan yang membumbung kecil. Ia keluar dari dalam kamar mandi dan berlari dengan telanjang kaki. Membiarkan rambut indah yang tergerai hingga punggung mengikuti langkah kaki.

"Tuan Roy ..." sambil bergumam lirih, Ella menggenggam erat testpack putih ditangannya.

Air matanya mengalir mengikuti irama detak jantung. Ella takut jika Tuan Roy akan membuang dan memintanya untuk menggugurkan kandungan.

"Ella tidak mau ..." gumamnya di antara bibir ranum yang bergetar. Dihapusnya air mata yang sempat menggenang tinggi hingga menggangu penglihatannya itu.
Tangis Ella hampir pecah saat langkahnya telah semakin dekat dengan kamar pribadi milik Tuan-nya.

Tap!
Tap!
Tap!

Dengan nafas memburu, Ella mengetuk pintu besar dengan dasar berwarna hitam.

Tok!
Tok!
Tok!

Pada ketukan ketiga, pintu kamar milik Tuan Roy pun terbuka, dan Ella terkejut saat mendapati Jena berada tepat di hadapannya.

Sambil melipat kedua tangannya di dada, mata Jena mendelik. Tatapan sinis diberikan kepada Ella, sampai sorot mata dingin milik Jena tiba-tiba fokus pada testpack yang dipegang oleh Ella.

"Berikan padaku, pelayan bodoh!"
Ella yang terlambat membaca situasi, terkesiap saat testpacknya diambil paksa oleh Jena.

Jena menatap testpacknya dengan sengit. Wajah cantik berubah padam karena matanya menemukan hasil positif pada testpack itu.

"No-na ... kembalikan ..." Ella mencoba merebutnya kembali, namun Jena malah mendorong tubuh Ella hingga jatuh mencium lantai.

"Apa yang sedang kamu rencanakan, pelayan sialan?! Apa kamu ingin memberikan hasil testpack ini kepada calon suamiku?!" Jena mendesis sambil menjambak kuat rambut Ella. Tidak ada empati ataupun simpati dimatanya saat Jena melakukan hal itu Ella yang notebene, yatim piatu.

"Aahh sakit ..." Ella yang sebelumnya terguncang karena kehamilannya kini tak mampu menahan diri. Ella menangis dan tangisan tergugu itu membuat si pemilik kamar keluar dengan piyama putih yang masih melekat pada tubuhnya yang jangkung.

"Ella?" Roy keluar dari dalam kamar dengan kening terlipat. Matanya menatap bingung pada Ella dan Jena secara bergantian.

Bertepatan dengan langkah kaki Roy yang semakin dekat menghampiri, Jena telah terlebih dulu melepaskan jambakannya pada rambut Ella. Lalu disembunyikannya testpack mini itu ke dalam saku kemejanya.

"Kalau kamu ingin bayimu lahir dengan selamat, ikuti perintahku dengan tidak mengatakan apapun kepada Roy." Bisik Jena dengan suara yang teramat lirih, sehingga hanya bisa didengar oleh Ella.

Ella menggelengkan kepalanya saat ancaman itu dialamatkan kepadanya.

"Ada apa Ella?" Roy duduk berjongkok di depan Ella, "Kenapa kamu menangis?"

Pertanyaan Roy dijawab dengan tubuh Ella yang tiba-tiba menggigil.
Ella membungkam mulutnya sendiri untuk menahan tangis tersedu yang datang semakin kencang.

"Ella, ada apa?" Roy mengusap puncak rambut Ella yang berantakan, namun lagi-lagi hanya tangisan Ella yang menjadi balasan atas pertanyaan Roy saat ini.

Cinta Sang Majikan (21+) / END | RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang