Roy melepas kancing kemeja bagian bawah leher. Wajah yang selama ini diselimuti senyum hangat kini tak sedikitpun nampak.
"Tu ... an ini salah paham ... sungguh ..."
Roy mengabaikan kalimat bernada melas itu dengan terus memainkan gelas yang berisi air putih.
Tari berlutut dengan kepala menunduk. Kedua tangannya terpaut dengan nafas memburu, "Tuan, sa ... saya tidak tahu ... Saya kira Ella hanya berbohong agar bisa istirahat. Bagaimanapun juga, gadis itu sangat pemalas dan ..."
PRANG!-Suara pecahan gelas menggema hingga ke setiap sudut ruang. Tari menelan saliva tiba-tiba, tenggorokannya tercekat karena suara nyaring itu.
"Makan." Setelah menghancurkan gelas yang sebelumnya berada di genggaman tangannya, Roy kemudian menyodorkan sebuah piring yang berisikan nasi dengan aroma menyengat kepada Tari.
Tari mengerutkan kening begitu melihat isi piring itu. Tari menggelengkan kepala seraya menutup hidung dan mulutnya agar tidak muntah, "Tu-tuan itu ..."
"Aku bilang makan." Roy menajamkan suaranya sampai wajah Tari memucat.
Tari mengambil piring itu dengan ekspresi jijik. Ia hanya mengaduk-aduk tanpa berniat untuk memakannya. Tari tidak akan memakan makanan yang membawa penyakit seperti itu. Terlalu menjijikan dan membuatnya ingin muntah. Begitulah yang ada dipikiran Tari sebelum jambakan di rambut gelapnya datang menyerang.
"Argh ... Tuan ..." Tari mengerang kesakitan saat rambutnya ditarik dengan kencang.
"Aku tidak suka mengulangi perintahku." Roy mengambil alih sendok itu dan menyendokkannya dengan suapan besar ke dalam mulut Tari.
Tari merasa akan muntah saat Roy memaksa nasi basi itu masuk ke dalam mulut. Membungkam mulutnya dengan kejam agar ia tidak memuntahkannya keluar, melainkan menelannya habis.
Glup!
Glup!
Glup!Tari menelan tiga suapan besar itu dengan mata berlinang. Ia memohon ampun kepada Roy agar berhenti, namun pria itu dengan kejam memaksa dirinya untuk terus menghabiskan nasi beraroma menyengat itu. Siksaan itu akhirnya terhenti setelah Tari muntah.
Roy berjongkok di depan Tari dan kembali menarik rambut wanita yang usianya terpaut jauh darinya itu tanpa rasa iba.
"Inilah yang dirasakan oleh Ella."
Tari membelalakkan mata saat nama Ella terucap dari mulut Roy."Kamu mengambil makanan yang selama ini kuberikan khusus untuk pelayan kesayanganku, lalu menggantinya dengan nasi sisa yang baru saja kamu makan saat ini."
Tari menggelengkan kepalanya, "Tu-tuan ... saya ..."
Roy melepaskan tarikan kasar pada rambut Tari, lalu berdiri seraya menatap jijik padanya.
"Kemasi barangmu, dan segera angkat kaki dari rumah ini." Tanpa basa basi, Roy mengusir Tari.
"Ti-tidak! Tolong jangan usir saya!" Tari memohon dengan kedua tangan bersimpuh memeluk kedua kaki Roy.
Roy mendorong tubuh wanita itu dan menatap hina padanya.Saat tiga langkah menuju pintu kamar, pernyataan Tari berhasil membuat langkah Roy terhenti.
"Nona memaksa saya, Tuan!"
Roy memutar tubuhnya sekali lagi, mencoba menemukan kebohongan di mata wanita paruh baya itu. Namun yang Roy temukan hanya kejujuran yang diliputi rasa takut."Nona Jena yang meminta saya untuk melakukan itu!"
***
Nyaman dan hangat. Dua kata yang dapat mewakili perasaan Ella saat ini. Lewat bulu mata lentik yang masih terpejam, Ella merasakan lembutnya selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya. Aroma lavender dan mint segar yang segar tercium begitu kuat di indera penciumannya.
Bukankah itu aroma majikannya? Kenapa Ella bisa menciumnya?
Ella menggeliat kecil dan saat itulah ia merasakan beban berat menimpa tubuh. Ella mengangkat tangan, mengusap matanya berkali-kali. Begitu matanya terbuka secara penuh, yang Ella lihat adalah tangan yang dikelilingi otot tengah melingkar di atas perutnya.
"Kamu sudah bangun, Ella?"
Suara familier itu membuat Ella terperanjat. Ella terkejut mendapati dirinya tengah tidur bersama dengan Tuannya.
"Suhu badanmu sudah turun." Roy menyeka kening Ella.
Ella mengerjapkan kedua matanya. Apa ini mimpi? Kenapa Ella bisa di kamar tidur milik Tuan Roy?
Di antara berbagai pertanyaan itu, tiba-tiba Ella teringat dengan perintah Tari kepadanya.
"Setelah makan siang, cuci semua piring yang ada di dapur!"
Ella buru-buru melihat ke arah jendela dan terkejut saat sinar bulan menyapa kedua mata.
Sudah malam? Tidak! Ella tidak mau dihukum lagi!
Dalam kondisi yang masih lemah, Ella berusaha bangkit, namun tangan berukuran besar itu menahan tubuhnya agar tetap berbaring.
"Hei, kamu mau kemana?" Roy mengeratkan pelukannya.
"Ella lupa belum cuci pi-" Ella masih berusaha untuk melepaskan diri.
"Ini sudah malam. Waktumu untuk berkerja sudah selesai, Ella."
"Tapi ..." Ella tidak mau dihukum lagi.
"Tidak akan ada yang berani memarahimu. Jadi kamu tidak perlu takut." Roy tahu bagaimana perasaan Ella saat ini. Roy melihat keluguan yang membungkus mata bening pelayan kecilnya saat ini tengah diselimuti rasa takut.
Roy berusaha menenangkannya. Lagi dan lagi sampai Ella menyerah mengikuti kehendaknya.
Suasana yang tiba-tiba hening membuat Ella gugup.
"El-ella harus pergi ..."
"Pergi kemana?"
"Ke kamar Ella." Ella memutus kontak mata dengan Roy. Berada dalam satu ranjang membuat Ella kehilangan rasa nyaman.
"Mulai malam ini, kamar ini sudah menjadi milikmu, Ella."
"Ka-kamar Ella ...?"
Ella meremas selimut tidurnya begitu sentuhan itu datang. Nafas Ella tertahan saat tahu apa yang ingin Tuannya lakukan kepadanya.
"Aku tidak akan menyakitimu, Ella. Percayalah padaku. Tuanmu."
---
⚠ Akun lain kami di Wattpad :
ErayDewiPringgo
RandomRay_Edo
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Majikan (21+) / END | Repost
RomanceBlurb Novel Romantis (21+), DEWASA. Kisah perjuangan gadis cantik yatim piatu (16 tahun) yang harus melayani nafsu majikannya. Inilah kisahnya ....