36. Kepolosan Meluluhkan Hati

115K 2.3K 141
                                    

🔥 Warning : 🔥
yang beli ebooknya dan buku cetaknya ... tolong dibaca dari awal lagi ya. Ada perbedaan dan tambah part.

#####

Tegang. Satu kata yang paling cocok untuk mewakili suasana sarapan pagi di meja makan. Tidak ada suara selain dentingan piring yang bertemu dengan sendok perak.

Vero menundukkan kepala. Vero tertekan karena seluruh mata tertuju langsung kepadanya, termasuk wanita paruh baya yang turut andil memberi gen keluarga bangsawan, Sofia, setia menatapnya tanpa ekspresi.

"Apa makanannya tidak enak? Mau Ayah gantikan menu untukmu?" Belaian lembut di pipi membuat Vero menengadahkan kepala beberapa senti.

Vero menggeleng cepat, "Tidak, Ayah."

Tepuk tangan mengiringi jawaban cepat Vero. Roy memalingkan wajah dari sang buah hati untuk melihat sosok yang berani menarik perhatiannya.

"Buah jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya." Jena berkata sinis.

Ella mengeratkan cengkaraman pada sendok makan. Saat akan menanggapi suara dan kekeh sinis itu, Roy telah terlebih dulu menyela dengan suara tawa yang membuatnya kehilangan rasa nyaman.

Roy tertawa begitu keras sampai Vero ketakutan. Kepalanya menunduk semakin dalam, membiarkan sendok peraknya jatuh dari pegangan.

Ella tak luput mengerutkan kening melihat reaksi berlebihan dari Roy. Tangannya mengepal. Apa Roy berada di pihak Jena?

Jena senang karena Roy tampak berada di pihaknya. Setidaknya itulah yang ada di pikirannya, "Seperti kataku barusan, bocah kecil itu tampaknya pintar menjilat seperti Ibu"

BRAK!-Tawa Roy lantas berhenti. Ekspresi diwajahnya saat ini terlihat mengerikan. Satu tangan mengepal memukul meja, membuat salah satu gelas yang berada di dekatnya jatuh ke lantai dan menimbulkan suara bising yang tak kalah nyaring.

"Jangan berani menyulut api kalau kamu tidak ingin terbakar, Jena." Roy berkata dingin dan menusuk, "Satu kalimat benci akan kubalas dengan makian."

"Roy!" Sofia tidak setuju dengan ucapan putra kandungnya itu terhadap Jena.

"Jangan ikut campur, Ibu." Sinar mata Roy menggelap, tanda bahwa ia tidak ingin dibantah. Jelas Roy berusaha meredam emosinya, yang andai saja bisa dilepas, barangkali ia sudah meneriaki sang Ibu.

"Dia Ibumu, dan kamu baru saja-"

"Satu kata buruk keluar dari mulutmu, aku bersumpah akan membuatmu menyesal karena telah mengucapkannya!"

Semuanya terdiam. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara lagi karena Roy terlihat menakutkan melebihi apapun yang ada di dunia ini. Roy seperti singa yang bisa menerkam musuh kapanpun dia mau.

Roy kembali duduk, menyandarkan punggung lebarnya yang tegang pada kursi. Saat kepalanya menoleh, hatinya mencelos mendapati sang buah hati menangis. Bukan menangis terisak, tapi tangis tertahan tanpa suara.

"Biar aku saja." Roy menahan Ella yang berniat untuk menggendong Vero. Sebagai ganti atas sikap kerasnya beberapa saat lalu, Roy berdiri dan meraih tubuh Vero untuk dibawa ke atas pangkuannya.

Cinta Sang Majikan (21+) / END | RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang