14. Hati Tak Bertuan

131K 4.1K 155
                                    

****

Sekali lagi yang tidak suka dengan cerita ini, silahkan langsung left aja.. kasihan kalian baca cerita tidak bermutu seperti ini. Terima kasih.

****

Tuk ...
Tuk ...
Tuk ...

Buku jari panjang seorang pria tiada henti mengetuk meja. Ekspresi wajahnya terlalu tenang, tanpa ekspresi. Tidak sedikit pramusaji yang berusaha menarik perhatiannya dengan berlalu lalang atau sekedar memberi daftar menu makan kepadanya, tetapi pria itu tidak sedikitpun tertarik.

Hampir setengah jam Roy menunggu Jena, namun wanita itu tidak kunjung datang apalagi menunjukkan batang hidung.

Diliriknya sekali lagi ponsel yang tergeletak di meja. Roy yang sebelumnya mencari keberadaan Jena di kamar pengantin tidak juga menemukannya. Dalam pencarian itu, tiba-tiba Jena menelpon dan memintanya untuk datang di sebuah resto yang letaknya tidak begitu jauh dengan lokasi mansion. Tetapi sesampainya di resto, Roy lagi-lagi tidak menemukan keberadaan sang istri.

Istri? Roy memijat pelipis mengingat Jena telah resmi menjadi istri sah. Seberapa kukuh Jena berusaha mencuri perhatiannya, Roy tidak pernah bisa menganggap Jena lebih dari seorang wanita. Roy telah lama menganggap Jena sebagai adik. Tetapi Jena selalu memaksa, dan semua semakin buruk saat Jena mendapat restu dari Sofia, ibu kandung Roy.

"Apa yang sedang kamu rencanakan, Jena?" Roy bergumam. Ketukan di mejanya terhenti ketika wajah Ella kembali membayangi pikirannya.

"Apa Tuan memerlukan sesuatu?"
Roy mengabaikan pelayan resto yang sejak tadi mengganggu ketenangannya.

"Tuan?"

"Diam." Roy memberi isyarat lewat jari tangan, meminta sang pelayan untuk diam.

"Ma-maaf ..." Pelayan wanita berwajah oriental itu tiba-tiba tertunduk dengan wajah memerah.

Roy sedang tidak berada dalam mood yang baik. Sambil menatap pelayan bertubuh tinggi itu, Roy mengeluarkan dompet, lalu memberikan tiga lembar uang ratusan ribu kepadanya.

Roy kemudian pergi dan meninggalkan resto. Langkahnya yang semula pelan, perlahan semakin cepat, bahkan nyaris berlari.

Sejak menghamili Ella, Roy tidak pernah bisa hidup tenang. Keluguan gadis itu selalu membayangi pikirannya. Apa ia merasa bersalah? Entahlah.

Roy mengemudikan mobil pribadinya dengan kecepatan tinggi. Tidak membutuhkan waktu lama, mobil yang ditumpangi akhirnya sampai. Roy keluar dari dalam mobil, lalu membanting pintunya kasar. Sekali lagi, langkahnya kembali tergesa. Roy mengabaikan sapaan hormat para pelayan saat ia malenggang memasuki Paviliun Selatan. Begitu kakinya siap menginjak tangga, tiba-tiba seseorang datang menghadang. Keningnya terlipat memandangi sosok yang menghalangi langkahnya itu.

"Ro-Roy? Aku baru saja akan menemuimu." Jena berkata gugup. Begitupun saat Jena memeluk lengannya, Roy merasakan kegugupan wanita itu.

"Kenapa kamu ada disini?" Roy melepaskan pelukan Jena.

Tidak semua orang bisa memasuki Paviliun Selatan. Paviliun ini hanya bisa dimasuki oleh keluarga besarnya. Tidak ada yang boleh masuk kecuali ... kecuali Ella, yang memang sengaja Roy beri hak khusus untuk menempati salah satu kamar kecil di sana.

"Kenapa diam?" Roy menajamkan suaranya sekali lagi.

"Ehm ... itu ..." Jena mulai salah tingkah. Raut gelisah menghiasi wajahnya yang tiba-tiba dipenuhi keringat dingin.

"Memangnya kenapa kalau Jena masuk Paviliun ini, Roy?" Suara itu memecah ketegangan di antara mereka.

Roy menoleh dan melihat si pemilik suara itu tak lain adalah ibu kandungnya sendiri, Sofia.

Cinta Sang Majikan (21+) / END | RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang