46. Judgment

5.1K 265 18
                                    


"La, aku harus gimana nih. Duh, aku deg-deg-an banget. Nih kalo nggak percaya coba deh kamu pegang." kata Niar tak bisa diam.

"Tenang. Aku pernah di posisi ini. Bedanya, aku ragu sedangkan kamu bahagia. Itu wajar. Jadi, kamu harus lebih percaya diri."

"Tapi bang lana ini sangat menyukai kamu, La. Kenapa tiba-tiba. Aku sekarang juga ngerasain keraguan itu." jelasnya sedikit frustasi.

"Sayang, aku sama dia itu nggak berjodoh. Sekarang gini, kalo dia masih suka sama aku nggak mungkin kan dia nikahin kamu."

"La. Karena kamu ngomong kayak gini, aku jadi ngerasa sebagai pelarian dia deh." ucapnya murung.

"Astaghfirulloh. Enggak, Niar. Itu sama sekali nggak benar. Kamu kenapa bisa berpikir buruk gitu, hm? Gini, dimana-mana orang nikah tuh ya serius, mana ada main-main. Toh kamu beneran langsung di ajak ketemu sama kedua orang tuanya kan, nah, apalagi yang bikin kamu ragu. Apapun yang lagi kamu ragukan, buang semua itu jauh-jauh. Kita harus optimis dan saling jaga kepercayaan. Setuju?"

"Setuju." ucap Niar tegas.

Acara ijab kabul pun berjalan lancar. Semua tamu yang menghadiri acara sedang menikmati hidangan dengan nikmat. Suara alunan hadroh terdengar membius membuat semua terpana. Apalagi grup hadroh di naungi beberapa laki-laki yang sangat tampan dan menawan. Lihatlah, para wanita yang hadir tampak serius menikmati lelaki hadroh tersebut.

"Jangan liatin mereka ih!" kata Sande sengit sambil merangkul pundak dan pinggang Armila.

Keduanya memakai kebaya couple model brukat berwarna pastel membuat keduanya tampil agak mewah.

Kata Sande, Armila sangat seksi menggunakan kebaya warna pastel, katanya dia nggak bisa berhenti nanti malam. Armila yang mendengar terasa memanas. Bagaimana bisa suaminya itu menggodanya seperti ini sedangkan masih banyak yang harus di jelaskan.

"Gara-gara kamu, grup hadroh itu liatin kamu tuh. Jangan di liatin ih!"

"Ya, aku nggak ngapa-ngapain daritadi. Kamu kenapa, si." kesal Armila.

"Mending kita cepetan pulang deh, ayo!" gandeng Sande sangat erat membuat Armila kaget.

"Nanti, Mas. Niar masih butuh aku." kata Armila menahan.

"Butuh apa? Nanti kalo lana balik lagi ke kamu gimana. Aku nggak mau itu terjadi."

"Mas, kamu harus percaya sama bang lana. Sama seperti dia yang percaya sama kamu."

Hati Sande terenyuh. Benar juga. Apa masalahnya. Bahkan, Sande yang menyuruh Lana agar cepat melamar Niar. Tanpa di duga. Sande juga sangat terkejut mendapat kabar kalau keduanya akan melangsungkan pernikahan dengan cepat.

"Okeh. Aku mau percaya. Dan itu cuma sama kamu." jelasnya sambil mencubit kecil dagu isterinya.

Mereka tak melihat jika banyak sepasang mata yang melihat keduanya.

Manis.

**

Pukul delapan malam. Armila dan Sande pamit dengan wajah Sande yang sudah menekuk sedangkan Armila masih terlihat segar dengan senyum manisnya.

"Muka lo ternyata bisa nggak enak gitu ya di pandang." canda Lana.

"Kurang ajar banget, si, jadi orang." sungut Sande.

"Lo nggak mau nginep?"

"Males ah. Gua nggak mau di ganggu orangnya. Udah ya, gua mau buru-buru pulang. Mau malam pertama lagi, eh." canda Sande sambil tersenyum nakal.

Armila yang mendengar hanya tersenyum sebal dengan ucapan suaminya itu.

Menjengkelkan.

"Mas," kata Niar terpotong.

POSESIF MINE (Completed) [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang