47. He?

4.2K 237 8
                                    

Hayoo, main tebak-tebakan. Flashback yang aku pake dari scene yang part mana hayooo. Kekekekek.. . 🤭 Mana nih pendukung aku, pasti juara nih 🥰

#flashback

Ada dua lelaki yang hatinya sedang patah dan air hujan adalah salah satu buliran air mata. Mereka menagis tetapi sudah diwakili oleh hujan. Keadaan seketika menjadi sunyi. Apa sesulit ini. Atau memang sakitnya seperti ini.

Ooh Alloh, kedua lelaki ini sama-sama meratap tetapi di tempat yang berbeda. Mereka ingin terbangun. Mereka ingin tahu kalau ini hanyalah mimpi. Hanyalah bualan semata dari salah satu mimpi buruk yang tak di inginkan. Bahkan mereka beberapa kali memukul tubuh mereka agar segera tersadar.

Tetapi nihil.

#flashbackend

"Apa? Gimana-gimana, serius dia ngebolehin? Bagus dong, akhirnya dia bisa ngalah juga. Kamu apain sampe dia nyerah gitu aja?" terdengar suara cekikikan di seberang.

"Aku nggak ngapa-ngapain."

"Bohong. Pasti pake jurus apa tuh namanya yank, yang dangdut itu loh?" suara jawaban dari seorang suami Niar. "oh iya, jaran goyang, duh aduh. Ilaaa.. ." teriaknya kegirangan.

"Apaan si. Enggak ya. Ya ampun, Niar." lelah Armila karena Niar tak berhenti meledek.

Tak lama sambungan telphone mereka pun selesai karena Niar dan Lana tak kunjung berhenti meledeknya.

"Naik kereta ya, Sayang."

"Iya, Mas."

Sande telah selesai memasuki semua barang mereka di bagasi mobil. Keduanya datang ke Yogya dengan menggunakan kereta karena rumah calon isteri Faqih tak jauh dari stasiun, ya, bisa lima belas menitlah mereka menaiki delman untuk sampai. Mungkin.

Sampai di stasiun. Disana cukup ramai walau sudah sore karena sekarang hari weekend jadi banyak sekali yang pergi untuk jalan-jalan.

Mereka pun menginjak di salah satu peron stasiun yang akan membawa mereka ke Yogya. Sande tak pernah melepaskan tangan kanan Armila sedikit pun. Mereka berdua hanya membawa satu koper yang berada di tangan kanan Sande. Armila sudah memberitahu bahwa dia akan bawa tas sendiri bukan koper melainkan tas yang lumayan besar hanya untuk membawa gaunnya saja. Tetapi Sande tetap memaksa bahwa baju mereka disatukan saja di dalam satu koper. Baiklah, Armila mengalah dan melihat cara Sande memasukan baju dalam mereka di satu tempat yang sama. Disana Armila melihat seringaian jelas milik Sande.

"Sekalian bulan madu, Sayang. Sebenernya aku mau ajak kamu ke Jepang tapi apalah daya kita hampir sibuk kemarin ngejar target kuliahku yang bakal presentasi duluan." katanya agak sedikit terdengar keluhan.

"Hah, presentasi duluan. Kan, enam bulan lagi. Kok bisa?"

"Kamu liat aku dong. Perjuangan aku untuk jadi asdos itu nggak semudah yang kamu liat. Aku harus banting jari ketik keyboard sana sini buat ngerjain tugas dua dosen yang hampir tiga matkul sekaligus masing-masingnya. Ya, walaupun aku dapet nilai tambahan. Jadi, cukup sulit. Ya, cukup sulit."

"Kamu hebat. Aku bangga sama kamu." ujar Armila sambil tersenyum sangat manis di depan wajah Sande.

Tangannya mengelus punggung tangan kiri milik Sande, membuat Sande sedikit terhipnotis.

"Yaudah, ayo kita naik." kata Armila.

"Hah, naik? Nanti malem, kan?" tanya Sande ambigu dengan wajah polosnya.

"Nanti malem, maksud kamu?"

"Maaf. Astaghfirulloh, jadi pengin cepet bawa kamu ke kamar."

"Mas." kata Armila memperingatkan bahwa mereka sedang di tempat umum.

POSESIF MINE (Completed) [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang