12| Pernyataan Seperti Larangan

32 4 0
                                    

12| Pernyataan Seperti Larangan

Fely sedang menaiki anak tangga untuk sampai di kamarnya dengan langkah lesu. Dia masih memikirkan kejadian di mana Felyq di tolak mentah-mentah oleh Erlan, bahkan sampai dibentak seperti kemarin.

Sesampainya di depan pintu, Fely langsung membuka kenop pintu kamarnya. Tujuan pertama Fely adalah kamar mandi.

Isak tangis begitu menggema di dalam kamar mandi. Fely sudah benar-benar ingin pasrah, tapi hati kecilnya tetap ingin berusaha memperjuangkan Erlan walaupun sikapnya sekarang berbeda sebelum dia tahu kalau Fely menyukainya.

"Haruskah mencintaimu sampai sesakit ini?"

Air mata mengalir membasahi pipi sang empu. Betapa susahnya Fely menahan apa yang seharusnya tidak dipertahankan.

Telapak tangan Fely mengusap air mata yang membasahi. Seulas senyum ia tampakkan.

"Aku nggak boleh nyerah. Aku udah buat keputusan berarti harus aku pertahankan."

Dengan tubuh yang kurang semangat, meski sebelumnya ia mengucapkan janji yang membuatnya bangkit tetap saja pikirannya tidak berakhir di situ. Fely melaksanakan ritualnya di kamar mandi dengan pikiran yang campur aduk.

Setelah selesai melaksanakan ritualnya. Fely menuju ranjang kesayangan dan menidurkan tubuhnya yang sudah cukup lelah.

"Semoga hari esok lebih baik dari hari ini. Amin," ucap Fely memohon.

***

Pagi hari yang cerah tapi tidak secerah wajah Fely. Karena motor kesayangan Fely mogok di tengah jalan.

"Gila! Pagi-pagi udah bikin emosi aja," seru Fely sambil menendang ban motor miliknya. "Kalau kayak gini mendingan nggak usah berangkat sekolah daripada telat bikin malu diri." Fely dengan bersedekap dada.

Sorot matanya seakan-akan ingin menerkam orang-orang di sekelilingnya. Bahkan tadi ada anak kecil yang melewatinya lari ketakutan karena melihat raut wajah Fely yang cukup menyeramkan.

"Jam berapa sih!" Fely melirik jam di tangannya. Betapa terkejutnya saat mengetahui kalau saat itu sudah jam 6.50. "Gila-gila, kurang sepuluh menit lagi bel masuk. Mau jalan dari sini ke sekolah jauh juga, angkot juga nggak lewat lagi. Gila emang."

Fely mengomel tanpa henti. Fely tidak tahu kalau di dekat tempatnya berada ada seseorang yang diam-diam memperhatikan.

"Tolongin nggak ya?" ucap seseorang itu. "Udah lah tolongin aja. Kasihan juga, kan."

Orang tersebut menghampiri Fely dengan rasa takut.

"Fely," panggil orang itu. Fely menoleh sepontan kearahnya.

"Danil? Ngapain kamu di sini?" Pertanyaan Fely membuat Danil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Nggak sengaja liat lo di pinggir jalan. Ya udah gue berhentiin motor terus samper lo."

Fely mengangguk dan berkata 'oh'. Dalam batinnya, "kenapa nggak Erlan aja, sih? Kenapa harus Danil?"

"Bareng gue aja," ajak Danil dan untungnya Fely langsung mengangguk.

"Terus motonya?" tanya Fely.

"Nanti gue suruh temen gue buat anter ke rumah lo. Sekalian dibenerin juga."

"Makasih, ya."

"Sama."

"Semoga Erlan nggak tahu. Kalau tahu kan bisa berabe," batin Danil.

*****

Fely menaruh tas di tempat duduknya dengan wajah lesu. Key yang melihat Fely seperti itu pun bertanya kepada Fely.

FE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang